Di Indonesia belum ada penelitian mengenai pengaruh tayangan kekerasan terhadap perilaku anak. Ini tentu membuat semakin sulit untuk mengatakan bahwa tayangan televisi berpengaruh terhadap perilaku anak. Sementara, meski masih simpang siur, peneliti di luar sudah menyimpulkan ada korelasi - untuk tidak menyebut penyebab - antara tayangan kekerasan dengan perilaku anak.
Sebuah survai pernah dilakukan tahun 1996 terhadap 1.209 orang tua yang memiliki anak umur 2 - 17 tahun. Terhadap pertanyaan seberapa jauh kekerasan di TV mempengaruhi anak, 56% responden menjawab amat mempengaruhi. Sisanya, 26% mempengaruhi, 5% cukup mempengaruhi, dan 11% tidak mempengaruhi.
Hasil penelitian Dr. Brandon Centerwall dari Universitas Washington memperkuat survai itu. Ia mencari hubungan statistik antara meningkatnya tingkat kejahatan yang berbentuk kekerasan dengan masuknya TV di tiga negara (Kanada, Amerika, dan Afrika Selatan). Fokus penelitian adalah orang kulit putih. Hasilnya, di Kanada dan Amerika tingkat pembunuhan di antara penduduk kulit putih naik hampir 100%.
Dalam kurun waktu yang sama, kepemilikan TV meningkat dengan perbandingan yang sejajar. Di Afrika Selatan, siaran TV baru diizinkan tahun 1975. Penelitian Centerwall dari 1975 - 1983 menunjukkan, tingkat pembunuhan di antara kulit putih meningkat 130%. Padahal antara 1945 - 1974, tingkat pembunuhan justru menurun (Kompas, 20-3-1995).
Centerwall kemudian menjelaskan, TV tidak langsung berdampak pada orang-orang dewasa pelaku pembunuhan, tetapi pengaruhnya sedikit demi sedikit tertanam pada si pelaku sejak mereka masih anak-anak. Dengan begitu ada tiga tahap kekerasan yang terekam dalam penelitian: awalnya meningkatnya kekerasan di antara anak-anak, beberapa tahun kemudian meningkatnya kekerasan di antara remaja, dan pada tahun-tahun akhir penelitian di mana taraf kejahatan meningkat secara berarti yakni kejahatan pembunuhan oleh orang dewasa.
Penemuan ini sejalan dengan hasil penelitian Lembaga Kesehatan Mental Nasional Amerika Serikat yang dilakukan dalam skala besar selama sepuluh tahun. "Kekerasan dalam program televisi menimbulkan perilaku agresif pada anak-anak dan remaja yang menonton program tersebut," demikian simpulnya.
Sedangkan Ron Solby dari Universitas Harvard secara terinci menjelaskan, ada empat macam dampak kekerasan dalam televisi terhadap perkembangan kepribadian anak. Pertama, dampak agresor di mana sifat jahat dari anak semakin meningkat; kedua, dampak korban di mana anak menjadi penakut dan semakin sulit mempercayai orang lain; ketiga, dampak pemerhati, di sini anak menjadi makin kurang peduli terhadap kesulitan orang lain; keempat, dampak nafsu dengan meningkatnya keinginan anak untuk melihat atau melakukan kekerasan dalam mengatasi setiap persoalan.
Nah, saatnya memperhatikan tontonan anak di rumah.
source: intisari
Sebuah survai pernah dilakukan tahun 1996 terhadap 1.209 orang tua yang memiliki anak umur 2 - 17 tahun. Terhadap pertanyaan seberapa jauh kekerasan di TV mempengaruhi anak, 56% responden menjawab amat mempengaruhi. Sisanya, 26% mempengaruhi, 5% cukup mempengaruhi, dan 11% tidak mempengaruhi.
Hasil penelitian Dr. Brandon Centerwall dari Universitas Washington memperkuat survai itu. Ia mencari hubungan statistik antara meningkatnya tingkat kejahatan yang berbentuk kekerasan dengan masuknya TV di tiga negara (Kanada, Amerika, dan Afrika Selatan). Fokus penelitian adalah orang kulit putih. Hasilnya, di Kanada dan Amerika tingkat pembunuhan di antara penduduk kulit putih naik hampir 100%.
Dalam kurun waktu yang sama, kepemilikan TV meningkat dengan perbandingan yang sejajar. Di Afrika Selatan, siaran TV baru diizinkan tahun 1975. Penelitian Centerwall dari 1975 - 1983 menunjukkan, tingkat pembunuhan di antara kulit putih meningkat 130%. Padahal antara 1945 - 1974, tingkat pembunuhan justru menurun (Kompas, 20-3-1995).
Centerwall kemudian menjelaskan, TV tidak langsung berdampak pada orang-orang dewasa pelaku pembunuhan, tetapi pengaruhnya sedikit demi sedikit tertanam pada si pelaku sejak mereka masih anak-anak. Dengan begitu ada tiga tahap kekerasan yang terekam dalam penelitian: awalnya meningkatnya kekerasan di antara anak-anak, beberapa tahun kemudian meningkatnya kekerasan di antara remaja, dan pada tahun-tahun akhir penelitian di mana taraf kejahatan meningkat secara berarti yakni kejahatan pembunuhan oleh orang dewasa.
Penemuan ini sejalan dengan hasil penelitian Lembaga Kesehatan Mental Nasional Amerika Serikat yang dilakukan dalam skala besar selama sepuluh tahun. "Kekerasan dalam program televisi menimbulkan perilaku agresif pada anak-anak dan remaja yang menonton program tersebut," demikian simpulnya.
Sedangkan Ron Solby dari Universitas Harvard secara terinci menjelaskan, ada empat macam dampak kekerasan dalam televisi terhadap perkembangan kepribadian anak. Pertama, dampak agresor di mana sifat jahat dari anak semakin meningkat; kedua, dampak korban di mana anak menjadi penakut dan semakin sulit mempercayai orang lain; ketiga, dampak pemerhati, di sini anak menjadi makin kurang peduli terhadap kesulitan orang lain; keempat, dampak nafsu dengan meningkatnya keinginan anak untuk melihat atau melakukan kekerasan dalam mengatasi setiap persoalan.
Nah, saatnya memperhatikan tontonan anak di rumah.
source: intisari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar