Minggu, 14 Desember 2008

~Kasih~


Cinta Kasih itu indah……
Karena ia bekerja dalam ruang kehidupan yang luas.Dan inti pekerjaan nya adalah memberi. Memberi apa saja yang diperlukan oleh orang-orang yang kita cintai untuk tumbuh menjadi lebih baik dan berbahagia karenanya.
Para pecinta sejati hanya mengenal satu pekerjaan besar dalam hidup mereka: MEMBERI. Terus memberi dan memberi. Dan selamanya begitu!. Menerima? mungkin, atau bisa juga pasti! Tapi itu efek. Hanya efek. Efek dari apa yang mereka berikan. Seperti cermin kebajikan yang memantulkan kebajikan yang sama. Sebab, adalah hakikat di alam kebajikan bahwa setiap satu kebajikan yang kita lakukan selalu mengajak saudara-saudara kebajikan yang lain untuk dilakukan juga. Itu juga yang membedakan para pecinta sejati dengan para pecinta palsu.
Kalau kamu mencintai seseorang dengan tulus, ukuran ketulusan dan kesejatian cintamu adalah ...........apa yang kamu berikan padanya untuk membuat hidupnya menjadi lebih baik..............
Maka kamu adalah air...!
Maka kamu adalah matahari....!
Ia tumbuh dan berkembang dari siraman airmu. Ia besar dan berbuah dari sinar cahaya mu.

Para pecinta sejati tidak suka berjanji. Tapi begitu mereka memutuskan mencintai seseorang, mereka segera membuat rencana memberi. Setelah itu mereka bekerja dalam diam dan sunyi untuk mewujudkan rencana-rencana mereka. Setiap satu rencana memberi terealisasi, setiap itu satu bibit cinta muncul bersemi dalam hati orang yang dicintai. Janji menerbitkan harapan. Tapi pemberian melahirkan KEPERCAYAAN. Bukan hanya itu. Rencana memberi terus terealisasi menciptakan ketergantungan. Seperti pohon tergantung pada siraman air dan cahaya matahari. Itu ketergantungan produktif. Ketergantungan yang menghidupkan. Di garis hakikat ini, cinta adalah cerita tentang seni menghidupkan hidup. Di Minahasa terkenal dengan istilah " Sitou Timou Tumoutou" Mereka menciptakan kehidupan bagi orang-orang hidup. Karena itu kehidupan yang mereka bangun seringkali tidak disadari oleh orang-orang yang menikmatinya. Tapi begitu sang pemberi pergi, mereka segera merasakan kehilangan yang menyayat hati. Tiba- tiba ada ruang besar yang kosong tak berpenghuni. Tiba-tiba ada kehidupan yang yang hilang tak berpenghuni. Tiba-tiba ada kehidupan yang hilang...........!
Dengan memberi, berarti kita membagi KASIH dengan mereka. Dengan orang orang yang kita Kasihi.

Commonly, people make new resolutions for the upcoming year…
as for me, making new resolutions not always happened during those periods
new resolutions could come every day, every seconds, every time we wish
to make us a better person, just don't make new resolutions only at that moment above
just review your daily attitude, what you have done during the day, then make one to improve your sel to make a better person than the day before….....................


Salam KasihNya.

Selasa, 09 Desember 2008

N A T A L


Ada semacam kecenderungan bahwa perayaan Natal seringkali dipandang oleh Gereja Kristen dan umatnya sebagai sebuah momen bagi keluarga. Perayaan Natal dibayangkan sebagai sebuah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan oleh setiap anggota keluarga untuk berkumpul (kembali) dalam sebuah kesatuan yang mesra. Di Indonesia, momen demikian serupa dengan perayaan Idul Fitri. Pada hari bahagia itulah, semua anggota keluarga merasa dipersatukan (kembali) sebagai sebuah keluarga besar. Oleh Holywood, momen itu ditampilkan sedemikian indahnya dalam berbagai film yang mampu menguras air mata sehingga citra dari perayaan Natal selalu berhubungan dengan sebuah momen yang bertuah, sebuah momen yang selalu memiliki keajaibannya masing-masing, termasuk Santa Claus yang masuk ke dalam cerobong asap untuk mengirimkan sebuah boneka Teddy Bear untuk seorang gadis kecil.
Memang tidak dapat disangkal bila perayaan Natal dalam masyarakat modern ini dikaitkan dengan keluarga. Entah dari mana dan sejak kapan pemahaman ini bermula. Sejak tradisi kandang Natal diperkenalkan oleh Santo Fransiskus Asisi, misalnya, kehidupan keluarga sudah menjadi satu tema yang sangat favorit di kalangan umat. Meskipun tema ini sebenarnya boleh dikatakan melenceng dari maksud awal pendirian kandang Natal itu, tema mengenai keluarga inilah yang dapat diterima secara membumi oleh masyarakat pada waktu itu. Sementara itu, tema yang menyangkut kesederhanaan dan kemiskinan bayi Yesus sebagai tema yang digagas oleh Santo Fransiskus Asisi, dipandang terlalu tinggi secara teologis dan terlalu remeh secara sosial.

Namun, dalam Injil Lukas dan Matius, Keluarga Nazareth sebagai model dari keluarga Kristen justru digambarkan sebagai keluarga yang selalu berhadapan dengan keprihatinan dan kepahitan hidup. Kisah Yosep dan Maria yang harus pergi ke Yerusalem untuk mengikuti sensus adalah gambaran dari keterasingan manusia. Mereka berdua ditolak dan bahkan diharamkan oleh masyarakat Israel karena Maria telah mengandung bayi sebelum mereka menikah secara resmi. Apakah pengalaman yang pahit demikian tetap mampu dipergunakan sebagai model dari perayaan Natal yang cenderung gegap-gempita? Apakah pengalaman getir yang dialami oleh keluarga Nazareth itu mampu membuat umat semakin memahami pesan Natal yang sesungguhnya? Bisa jadi, kita akan sangat kecewa karena Keluarga Kudus yang menjadi model perayaan Natal sepanjang abad sebenarnya adalah keluarga yang nelangsa, keluarga yang sangat prihatin. Namun, hal demikian sama sekali tidak dapat disalahkan. Konteks masyarakat dan lingkungan yang dihadapi oleh Yosep, Maria, dan bayi Yesus pada saat itu memang sangat tidak menguntungkan. Mereka terjepit di antara kemunafikan, penjajahan, dan kebiadaban. Habitat seperti ini mungkin dapat disandingkan dengan kondisi pertempuran yang terus-menerus memakan korban dalam sebuah negara. Di sinilah Yesus ditempatkan oleh BapaNya. Ia dilahirkan dalam masyarakat yang sakit parah.

Lalu, bagaimana dengan habitat yang sedang didiami oleh keluarga modern pada masa kini? Apakah proses pembentukan manusia selama berabad-abad telah menghasilkan berbagai keluarga yang tangguh dalam menghadapi segala halangan dan rintangan? Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan retoris itu karena kehidupan keluarga mengalami revolusi. Terjadi berbagai kompleksitas dalam perubahan itu. Salah satunya adalah tersebarnya kebudayaan Barat melalui media massa. Cinta romantik ideal gaya Barat, misalnya, telah menjadi gaya hidup masyarakat yang dahulu sangat tradisional. Faktor lain adalah perkembangan pemerintah yang semakin terpusat. Kehidupan orang mulai dipengaruhi oleh keterlibatan mereka dalam sistem politik nasional. Bahkan, pemerintah melakukan berbagai usaha aktif untuk mengubah cara berperilaku tradisional. Sebagai contoh, di beberapa negara Asia, karena masalah pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dengan cepat, pemerintah secara bertahap memperkenalkan program yang mempromosikan keluarga yang lebih kecil, penggunaan kontrasepsi, penyuluhan reproduksi, dan pembangunan berbagai klinik kesehatan di daerah-daerah terpencil. Itukah habitus baru yang dimaksud?


Pada masa ini, ada berbagai cara hidup altenatif yang mulai merebak dalam memaknai kehidupan keluarga dan pernikahan. Tidak dapat disangkal bahwa cara hidup alternatif seperti kumpul kebo (cohabitation), pernikahan gay, atau single parent sebenarnya bukanlah berita yang menggembirakan bagi kehidupan keluarga di masa depan. Kendati begitu, hal demikian dapat dipahami. Bahwa dalam keluarga tradisional berbagai peristiwa gelap dapat terjadi, telah diketahui dan dipahami bersama. Ada semacam sisi gelap dalam keluarga tradisional yang mulai ditentang dan dipertanyakan secara kritis seperti perceraian, pelecehan seksual terhadap anak, dan kekerasan dalam rumah tangga. Orang modern mengalami bahwa rumah (home) sama sekali sudah tidak lagi dimaknai sebagai tempat hati kita berada, home is where the heart in. Namun, orang bisa bilang, home is where the hurt in. Rumah adalah tempat rasa sakit berada. Adagium home sweet home telah runtuh, digantikan tomb sweet tomb. Akankah demikian? Selamat hari Natal!