Wanita haid juga butuh akan ibadah. Begitu pula ia butuh akan ilmu. Bagaimanakah jika ia mengalami haid sedangkan butuh akan siraman rohani atau pelajaran ilmu syar’i yang cuma ditemukan di masjid? Apakah ia boleh memasuki masjid dalam keadaan haid?
Syaikh Kholid Mushlih –hafizhohullah- ditanya, “Apakah boleh wanita haid menghadiri majelis Al Qur’an (di masjid)?”Jawab beliau, “Wanita haidh boleh saja masuk masjid jika ada hajat, inilah pendapat yang lebih tepat. Karena terdapat dalam kitab shahih (yaitu Shahih Muslim) bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada ‘Aisyah, “Berikan padaku sajadah kecil di masjid.” Lalu ‘Aisyah berkata, “Saya sedang haid.” Lantas Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu.” Hal ini menunjukkan bahwa boleh saja bagi wanita haid untuk memasuki masjid jika: (1) ada hajat dan (2) tidak sampai mengotori masjid. Demikian dua syarat yang mesti dipenuhi bagi wanita haid yang ingin masuk masjid.
Adapun hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan,
لاَ أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ جُنُبٍ
“Tidak dihalalkan masjid bagi wanita haid dan orang yang junub.” Ini hadits yang tidak shahih. Para ulama hadits menyatakan demikian bahwa hadits tersebut tidaklah shahih. Sehingga hadits tersebut tidak bisa jadi pendukung untuk melarang wanita haid masuk masjid.Adapun jika ada yang mengqiyaskan wanita haid dengan orang junub, ini jelas qiyas (analogi) yang tidak memiliki kesamaan. Karena junub boleh masuk masjid jika dia berwudhu untuk memperingan junubnya, ini yang pertama. Yang kedua, junub adalah hadats karena pilihannya yang sendiri dan ia mungkin saja menghilangkan hadats tersebut. Hal ini berbeda dengan wanita haid. Wanita yang mengalami haid bukanlah atas pilihannya sendiri. Jika wanita haid mandi sekali pun selama darahnya masih mengalir, itu tidak bisa menghentikan darah haidnya. Intinya, tidak bisa disamakan antara wanita haid dan orang yang junub sehingga qiyasnya nantinya adalah qiyas yang jelas berbeda (qiyas ma’al faariq).”
Fatwa beliau dapat dilihat di Youtube pada link: http://www.youtube.com/watch?v=Yx-hTMp7jYc* Syaikh Kholid Mushlih: murid senior sekaligus menantu Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin
Wanita haid juga butuh akan ibadah. Begitu pula ia butuh akan ilmu. Bagaimanakah jika ia mengalami haid sedangkan butuh akan siraman rohani atau pelajaran ilmu syar’i yang cuma ditemukan di masjid? Apakah ia boleh memasuki masjid dalam keadaan haid?
Syaikh Kholid Mushlih –hafizhohullah- ditanya, “Apakah boleh wanita haid menghadiri majelis Al Qur’an (di masjid)?”
Jawab beliau, “Wanita haidh boleh saja masuk masjid jika ada hajat, inilah pendapat yang lebih tepat. Karena terdapat dalam kitab shahih (yaitu Shahih Muslim) bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada ‘Aisyah, “Berikan padaku sajadah kecil di masjid.” Lalu ‘Aisyah berkata, “Saya sedang haid.” Lantas Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu.”[1] Hal ini menunjukkan bahwa boleh saja bagi wanita haid untuk memasuki masjid jika: (1) ada hajat dan (2) tidak sampai mengotori masjid. Demikian dua syarat yang mesti dipenuhi bagi wanita haid yang ingin masuk masjid.
Adapun hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan,
لاَ أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ جُنُبٍ
“Tidak dihalalkan masjid bagi wanita haid dan orang yang junub.”[2] Ini hadits yang tidak shahih. Para ulama hadits menyatakan demikian bahwa hadits tersebut tidaklah shahih. Sehingga hadits tersebut tidak bisa jadi pendukung untuk melarang wanita haid masuk masjid.Adapun jika ada yang mengqiyaskan wanita haid dengan orang junub, ini jelas qiyas (analogi) yang tidak memiliki kesamaan. Karena junub boleh masuk masjid jika dia berwudhu untuk memperingan junubnya, ini yang pertama. Yang kedua, junub adalah hadats karena pilihannya yang sendiri dan ia mungkin saja menghilangkan hadats tersebut. Hal ini berbeda dengan wanita haid. Wanita yang mengalami haid bukanlah atas pilihannya sendiri. Jika wanita haid mandi sekali pun selama darahnya masih mengalir, itu tidak bisa menghentikan darah haidnya. Intinya, tidak bisa disamakan antara wanita haid dan orang yang junub sehingga qiyasnya nantinya adalah qiyas yang jelas berbeda (qiyas ma’al faariq).”
Fatwa beliau dapat dilihat di Youtube pada link: http://www.youtube.com/watch?v=Yx-hTMp7jYc
* Syaikh Kholid Mushlih: murid senior sekaligus menantu Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin
Wanita haid juga butuh akan ibadah. Begitu pula ia butuh akan ilmu. Bagaimanakah jika ia mengalami haid sedangkan butuh akan siraman rohani atau pelajaran ilmu syar’i yang cuma ditemukan di masjid? Apakah ia boleh memasuki masjid dalam keadaan haid?
Syaikh Kholid Mushlih –hafizhohullah- ditanya, “Apakah boleh wanita haid menghadiri majelis Al Qur’an (di masjid)?”
Jawab beliau, “Wanita haidh boleh saja masuk masjid jika ada hajat, inilah pendapat yang lebih tepat. Karena terdapat dalam kitab shahih (yaitu Shahih Muslim) bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada ‘Aisyah, “Berikan padaku sajadah kecil di masjid.” Lalu ‘Aisyah berkata, “Saya sedang haid.” Lantas Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu.”[1] Hal ini menunjukkan bahwa boleh saja bagi wanita haid untuk memasuki masjid jika: (1) ada hajat dan (2) tidak sampai mengotori masjid. Demikian dua syarat yang mesti dipenuhi bagi wanita haid yang ingin masuk masjid.
Adapun hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan,
لاَ أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ جُنُبٍ
“Tidak dihalalkan masjid bagi wanita haid dan orang yang junub.”[2] Ini hadits yang tidak shahih. Para ulama hadits menyatakan demikian bahwa hadits tersebut tidaklah shahih. Sehingga hadits tersebut tidak bisa jadi pendukung untuk melarang wanita haid masuk masjid.Adapun jika ada yang mengqiyaskan wanita haid dengan orang junub, ini jelas qiyas (analogi) yang tidak memiliki kesamaan. Karena junub boleh masuk masjid jika dia berwudhu untuk memperingan junubnya, ini yang pertama. Yang kedua, junub adalah hadats karena pilihannya yang sendiri dan ia mungkin saja menghilangkan hadats tersebut. Hal ini berbeda dengan wanita haid. Wanita yang mengalami haid bukanlah atas pilihannya sendiri. Jika wanita haid mandi sekali pun selama darahnya masih mengalir, itu tidak bisa menghentikan darah haidnya. Intinya, tidak bisa disamakan antara wanita haid dan orang yang junub sehingga qiyasnya nantinya adalah qiyas yang jelas berbeda (qiyas ma’al faariq).”
Fatwa beliau dapat dilihat di Youtube pada link: http://www.youtube.com/watch?v=Yx-hTMp7jYc
* Syaikh Kholid Mushlih: murid senior sekaligus menantu Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin
Wanita haid juga butuh akan ibadah. Begitu pula ia butuh akan ilmu. Bagaimanakah jika ia mengalami haid sedangkan butuh akan siraman rohani atau pelajaran ilmu syar’i yang cuma ditemukan di masjid? Apakah ia boleh memasuki masjid dalam keadaan haid?
Syaikh Kholid Mushlih –hafizhohullah- ditanya, “Apakah boleh wanita haid menghadiri majelis Al Qur’an (di masjid)?”
Jawab beliau, “Wanita haidh boleh saja masuk masjid jika ada hajat, inilah pendapat yang lebih tepat. Karena terdapat dalam kitab shahih (yaitu Shahih Muslim) bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada ‘Aisyah, “Berikan padaku sajadah kecil di masjid.” Lalu ‘Aisyah berkata, “Saya sedang haid.” Lantas Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu.”[1] Hal ini menunjukkan bahwa boleh saja bagi wanita haid untuk memasuki masjid jika: (1) ada hajat dan (2) tidak sampai mengotori masjid. Demikian dua syarat yang mesti dipenuhi bagi wanita haid yang ingin masuk masjid.
Adapun hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan,
لاَ أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ جُنُبٍ
“Tidak dihalalkan masjid bagi wanita haid dan orang yang junub.”[2] Ini hadits yang tidak shahih. Para ulama hadits menyatakan demikian bahwa hadits tersebut tidaklah shahih. Sehingga hadits tersebut tidak bisa jadi pendukung untuk melarang wanita haid masuk masjid.Adapun jika ada yang mengqiyaskan wanita haid dengan orang junub, ini jelas qiyas (analogi) yang tidak memiliki kesamaan. Karena junub boleh masuk masjid jika dia berwudhu untuk memperingan junubnya, ini yang pertama. Yang kedua, junub adalah hadats karena pilihannya yang sendiri dan ia mungkin saja menghilangkan hadats tersebut. Hal ini berbeda dengan wanita haid. Wanita yang mengalami haid bukanlah atas pilihannya sendiri. Jika wanita haid mandi sekali pun selama darahnya masih mengalir, itu tidak bisa menghentikan darah haidnya. Intinya, tidak bisa disamakan antara wanita haid dan orang yang junub sehingga qiyasnya nantinya adalah qiyas yang jelas berbeda (qiyas ma’al faariq).”
Fatwa beliau dapat dilihat di Youtube pada link: http://www.youtube.com/watch?v=Yx-hTMp7jYc
* Syaikh Kholid Mushlih: murid senior sekaligus menantu Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin
Wanita haid juga butuh akan ibadah. Begitu pula ia butuh akan ilmu. Bagaimanakah jika ia mengalami haid sedangkan butuh akan siraman rohani atau pelajaran ilmu syar’i yang cuma ditemukan di masjid? Apakah ia boleh memasuki masjid dalam keadaan haid?
Syaikh Kholid Mushlih –hafizhohullah- ditanya, “Apakah boleh wanita haid menghadiri majelis Al Qur’an (di masjid)?”
Jawab beliau, “Wanita haidh boleh saja masuk masjid jika ada hajat, inilah pendapat yang lebih tepat. Karena terdapat dalam kitab shahih (yaitu Shahih Muslim) bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada ‘Aisyah, “Berikan padaku sajadah kecil di masjid.” Lalu ‘Aisyah berkata, “Saya sedang haid.” Lantas Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu.”[1] Hal ini menunjukkan bahwa boleh saja bagi wanita haid untuk memasuki masjid jika: (1) ada hajat dan (2) tidak sampai mengotori masjid. Demikian dua syarat yang mesti dipenuhi bagi wanita haid yang ingin masuk masjid.
Adapun hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan,
لاَ أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ جُنُبٍ
“Tidak dihalalkan masjid bagi wanita haid dan orang yang junub.”[2] Ini hadits yang tidak shahih. Para ulama hadits menyatakan demikian bahwa hadits tersebut tidaklah shahih. Sehingga hadits tersebut tidak bisa jadi pendukung untuk melarang wanita haid masuk masjid.Adapun jika ada yang mengqiyaskan wanita haid dengan orang junub, ini jelas qiyas (analogi) yang tidak memiliki kesamaan. Karena junub boleh masuk masjid jika dia berwudhu untuk memperingan junubnya, ini yang pertama. Yang kedua, junub adalah hadats karena pilihannya yang sendiri dan ia mungkin saja menghilangkan hadats tersebut. Hal ini berbeda dengan wanita haid. Wanita yang mengalami haid bukanlah atas pilihannya sendiri. Jika wanita haid mandi sekali pun selama darahnya masih mengalir, itu tidak bisa menghentikan darah haidnya. Intinya, tidak bisa disamakan antara wanita haid dan orang yang junub sehingga qiyasnya nantinya adalah qiyas yang jelas berbeda (qiyas ma’al faariq).”
Fatwa beliau dapat dilihat di Youtube pada link: http://www.youtube.com/watch?v=Yx-hTMp7jYc
* Syaikh Kholid Mushlih: murid senior sekaligus menantu Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar