Jumat, 22 Juni 2012

LEMBAGA KEUANGAN WAKAF DAN WAKAF TUNAI SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN DAN KESEJAHTERAAN EKONOMI



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Istilah wakaf tunai belum dikenal di zaman Rasulullah. Wakaf tunai baru dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriyah. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Imam az Zuhri (wafat 124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar Tadwin al-HaditS memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Cara yang dilakukan adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha (modal produktif) kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.
Dalam Islam, wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial ekonomi yang cukup penting. Menurut sejarah Islam klasik, wakaf telah memainkan peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin, baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan kepentingan umum, kegiatan keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan serta peradaban Islam secara umum.
Wakaf juga merupakan salah satu sumber dana sosial potensial yang erat kaitannya dengan kesejahteraan umat disamping zakat, infaq dan shadaqah. Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama Islam masuk di Indonesia. Sebagai salah satu institusi keagamaan yang erat hubungannya dengan sosial ekonomi, wakaf telah banyak membantu pembangunan secara menyeluruh di Indonesia, baik dalam pembangunan sumber daya manusia maupun dalam pembangunan sumber daya sosial. Tak dapat dipungkiri, bahwa sebagian besar rumah ibadah, peguruan Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam lainnya dibangun di atas tanah wakaf.
Dalam perekonomian modern dewasa ini, uang memainkan peranan penting  dalam  kegiatan ekonomi masyarakat suatu negara. Disamping berfungsi sebagai alat tukar dan standar nilai, uang juga merupakan modal utama bagi pertumbuhan perekonomian dan  pembangunan. Bahkan dewasa ini nyaris tak satupun negara yang lepas dari kebutuhan uang dalam mendanai pembangunannya. Tapi ironisnya tidak sedikit pembangunan di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim masih didanai dari modal hutang. Indonesia termasuk diantara negara-negara yang pembangunannya masih didanai dari modal hutang yaitu dengan mengandalkan uang pinjaman dari lembaga keuangan Internasional.
    Dari apa yang dikemukakan di atas, diperoleh gambaran betapa pentingnya kedudukan wakaf dalam masyarakat muslim dan betapa besarnya peranan uang dalam perekonomian dewasa ini. Hanya saja potensi wakaf yang besar tersebut belum banyak didayagunakan secara maksimal oleh pengelola wakaf (nazhir). Padahal wakaf memiliki potensi yang sangat bagus untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat, terutama dengan konsep wakaf tunai (uang). Terlebih lagi di saat pemerintah tidak sanggup lagi menyejahterakan rakyatnya. Karena itu makalah ini dibuat untuk melihat sejauh mana wakaf tunai  mampu berperan sebagai alternatif menyejahterakan ekonomi umat.
B.  Rumusan Masalah
Bertolak dari Latar belakang Masalah di atas, maka dalam panulisan makalah ini dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Apakah pengertian dan bagaimana sejarah wakaf dan wakaf tunai?
2.    Bagaimana perkembangan wakaf tunai di Indonesia?
3.    Apa saja lembaga-lembaga pengelola wakaf tunai di Indonesia?
4.    Bagaimana pengelolaan dana wakaf tunai di Indonesia?
5.    Bagaimana kontribusi hasil pengelolaan wakaf tunai di Indonesia dalam bidang ekonomi?

C.  Tujuan
Secara umum tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang kontribusi wakaf tunai terhadap perkembangan dan kesejahteraan ekonomi, secara rinci tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui pengertian dan sejarah wakaf dan wakaf tunai.
2.    Untuk mengetahui perkembangan wakaf tunai di Indonesia.
3.    Untuk mengetahui lembaga-lembaga pengelola wakaf tunai di Indonesia.
4.    Untuk mengetahui pengelolaan dana wakaf tunai di Indonesia.
5.    Untuk mengetahui kontribusi hasil pengelolaan dana wakaf tunai di Indonesia dalam bidang ekonomi.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Wakaf dan Wakaf Tunai
1.    Pengertian Wakaf
Wakaf diambil dari bahasa Arab “waqafa” itu menurut bahasa berarti menahan atau berhenti.[1] Sedang menurut syara’ wakaf berarti menahan harta dan memeberikan manfaatnya di jalan Allah.[2] Dalam hukum Islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa perorangan maupun badan pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan ajaran syari’at Islam.[3] 
Pengertian diatas senada dengan pernyataan dalam Buku III Bab I KHI (Kompilasi Hukum Islam) tentang Hukum Perwakafan. Dalam ketentuan umum pasal 215 ayat 1 disebutkan:
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam”.[4]
Harta yang telah diwakafkan keluar dari hak milik yang mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik nadzir, tetapi menjadi hak milik Allah dalam pengertian hak masyarakat umum.
2.    Dasar Hukum Wakaf
Firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 92[5]
لَن تّنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَىْءٍ فَإِنَّ اللهَ بهِ عَلِيمُ
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(QS. Ali Imran 3: 92)[6]
Dalam hadist Rasulullah saw: “apabila manusia wafat, terputuslah amal perbuatannya, kecuali dari tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan atau anak yang shaleh.” (HR. Muslim). Para ulama menafsirkan sabda rasul “sedekah jariyah” sebagai wakaf, bukan sebagai wasiat memanfaatkan harta. Wakaf mulai dipraktekkan dalam masyarakat Islam sejak masa Rasulullah SAW diantara buktinya ialah wakaf Umar bin Khattab r.a.
3.    Rukun Wakaf
Dalam wakaf terdapat 4 rukun, yaitu:[7]
a.    Al-Wakif atau orang yang melakukan perbuatan wakaf, hendaklah dalam keadaaan sehat rohaninya dan tidak dalam keadaan terpaksa atau dalam keadaan dimana jiwanya tertekan.
b.    Al-Mauquf atau harta benda yang akan diwakafkan, harus jelas wujudnya atau zatnya dan bersifat abadi. Artinya, bahwa harta itu tidak habis sekali pakai dan dapat diambil manfaatnya untuk jangka waktu yang lama.
c.    Al-Mawquf ’alaih atau sasaran yang berhak menerima hasil atau manfaat wakaf, dapat dibagi menjadi dua macam; wakaf khairy dan wakaf dzurry. Wakaf khairy adalah wakaf dimana wakifnya tidak membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu tetapi untuk kepentingan umum. Sedang wakaf dzurry adalah wakaf dimana wakifnya membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu yaitu keluarga keturunannya.
d.   Sighat atau pernyataan pemberian wakaf, baik dengan lafadz, tulisan maupun isyarat.

4.    Sejarah Wakaf
Mengenai sejarah wakaf dalam suatu riwayat disebutkan dari Abdullah bin Umar, bahwa Umar bin Khattab mendapat sebidang tanah di Khaibar. Lalu Umar bin Khattab menghadap rasulullah untuk memohon petunjuk beliau tentang apa yang sepatutnya dilakukannya terhadap tanahnya tersebut. Umar berkata kepada rasulullah: “Ya rasulullah, saya mendapat sebidang tanah di Khaibar dan saya belum pernah mendapat harta lebih baik dari tanah di Khaibar itu. Karena itu saya memohon petunjuk rasulullah tentang apa yang sepatutnya saya lakukan pada tanah itu” Rasulullah menjawab, “Jika anda mau, tahanlah tanahmu itu dan anda sedekahkan”.  Lalu Umar menyedekahkannya dan mensyaratkan bahwa tanah itu tidak boleh diwariskan. Umar salurkan hasil tanah itu buat orang-orang fakir, ahli familinya, membebaskan budak, orang-orang yang berjuang fisabilillah, orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan dan orang yang lemah.[8] Pengurus wakaf itu sendiri, boleh makan dari hasil wakaf tersebut dalam batas-batas yang ma’ruf (biasa). Ia juga boleh memberi makan orang lain dari wakaf tersebut dan tidak bertindak sebagai pemilik harta sendiri. Sumber-sumber menyebutkan bahwa wakaf Umar bin Khattab itu adalah wakaf yang pertama dalam Islam.
5.    Pengertian Wakaf Tunai
 Secara umum definisi wakaf tunai adalah penyerahan aset wakaf berupa uang tunai yang tidak dapat dipindahtangankan dan dibekukan untuk selain kepentingan umum yang tidak mengurangi ataupun menghilangkan jumlah pokoknya (substansi esensial wakaf). Dalam pengertian yang lain, wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Juga termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga, seperti saham, cek dan lainnya.[9]
Jadi Wakaf tunai atau kadang disebut dengan wakaf uang adalah wakaf berupa uang dalam bentuk rupiah yang dapat dikelola secara produktif, hasilnya dimanfaatkan untuk mauquf 'alaih (penerima wakaf).
6.    Sejarah Wakaf Tunai
Wakaf tunai sesungguhnya jika ditelaah pada hakikatnya bukan merupakan instrument baru. Praktik wakaf tunai telah dikenal lama dalam sejarah Islam, tepatnya sejak awal abad kedua hijriyah. Diriwayatkan oleh Imam Bukhori bahwa Imam az Zuhri (wafat tahun 124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar Tadwin al-Hadits, memberikan fatwa yang membolehkan wakaf diberikan dalam bentuk uang, yang saat itu berupa dinar dan dirham, untuk pembangunan sarana dakwah, sosial dan pendidikan umat Islam[10]. Cara yang dilakukan adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha (modal produktif) kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.
Dalam al-Is’af Ahkam al-Awqaf, al-Tharablis mengungkapkan bahwa sebagian ulama klasik merasa aneh ketika mendengar fatwa yang dikeluarkan oleh Muhammad bin Abdullah al-Anshori, murid dari Zufar, sahabat Abu Hanifah, tentang bolehnya wakaf dalam bentuk uang kontan dirham atau dinar, dan dalam bentuk komoditas yang dapat ditimbang dan ditukar, seperti makanan gandum. Mereka merasa aneh karena tidak mungkin mempersewakan benda-benda seperti itu, oleh karena itu mereka segara mempermasalahkan dengan mempertanyakan apa yang dapat dilakukan dengan dana tunai dirham?. Atas pertanyaan itu Muhammad bin Abdullah al-Anshori menjelaskan dengan mengatakan, “Kita investasikan dana itu dengan cara mudharabah dan labanya kita sedekahkan. Kita jual benda makanan itu, harta kita putar dengan usaha mudharabah kemudian hasilnya disedekahkan”.[11]
Dewasa ini telah disepakati secara luas oleh para ulama bahwa salah satu bentuk wakaf dapat berupa uang tunai. Hal ini mengacu pada pendapat-pendapat dari kalangan Imam Mazhab. Dikalangan Malikiyah popular pendapat yang membolehkan berwakaf dalam bentuk uang tunai seperti dilihat dalam kitab Al-Majmu’ oleh Imam Nawawi yang mengatakan, “Dan para sahabat kita berbeda pendapat tentang berwakaf dengan dana dirham dan dinar. Orang yang membolehkan mempersewakan dirham dan dinar membolehkan wakaf dengannya dan yang tidak memperbolehkan mempersewakan tidak mewakafkannya.” Ibnu Taimiyah dalam al-Fatwa, meriwayatkan satu pendapat dari kalangan Hanafi yang membolehkan berwakaf dalam bentuk uang dan hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Qudamah dalam bukunya al-Mughni.[12]  Bahkan sebagian ulama Mazhab Syafi’iy juga membolehkan wakaf uang sebagaimana yang disebut Al-Mawardy, ”Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam Syafi’iy tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham”.[13]


B.  Perkembangan Wakaf Tunai di Indonesia
Pada abad ke 20 mulailah muncul berbagai ide untuk mengimplementasikan berbagai ide-ide besar Islam dalam bidang ekonomi, berbagai lembaga keuangan lahir seperti bank, asuransi, pasar modal, institusi zakat, institusi wakaf, lembaga tabungan haji dll. Lembaga-lembaga keuangan Islam sudah menjadi istilah yang familiar baik di dunia Islam maupun non Islam. Dalam tahapan inilah lahir ide-ide ulama dan praktisi untuk menjadikan wakaf uang salah satu basis dalam membangun perkonomian umat. Negara-negara Islam di Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara sendiri memulainya dengan berabagai cara untuk mengelola dana wakaf tunai.
Wakaf tunai atau wakaf uang, dalam kajian ilmu perwakafan, termasuk jenis wakaf berupa benda bergerak. Wakaf jenis ini terbilang baru karena sebelumnya, wakaf di Indonesia hanya berupa tanah dan bangunan. Dalam Islam, wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial ekonomi yang cukup penting. Menurut sejarah Islam klasik, wakaf telah memainkan peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin, baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan kepentingan umum, kegiatan keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan serta peradaban Islam secara umum.
Wakaf tunai bagi umat Islam Indonesia memang relatife baru. Hal ini bisa dilihat dari peraturan yang melandasinya. Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) baru memberikan fatwanya pada tanggal 28 Shafar 1423 H / 11 Mei 2002 M, yang ditandatangani oleh KH. Ma’ruf Amin sebagai ketua Komisi Fatwa dan Drs. Hasanudin, M.Ag. sebagai sekretaris komisi. Fatwa MUI tersebut merupakan upaya MUI dalam memberikan pengertian dan pemahaman umat Islam bahwa wakaf uang dapat menjadi alternative untuk berwakaf. Lebih-lebih uang merupakan variable penting dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Sedangkan undang-undang wakaf disahkan pada tanggal 27 oktober 2004 oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono.[14]
Meski terlambat dibanding sejumlah negara lain, kesadaran untuk berwakaf secara lebih produktif telah muncul pada sebagian masyarakat Indonesia. Berbagai seminar, workshop dan pelatihan diselenggarakan untuk merumuskan cara terbaik menghimpun dan memanfaatkan dana wakaf yang berpotensi dihimpun dalam jumlah besar. Wakaf produktif bias juga dilakukan dengan memanfaatkan ribuan hektar tanah wakaf yang tersebar diseluruh Tanah Air untuk kegiatan-kegiatan ekonomi bernilai tinggi.[15]
Dukungan penerapan wakaf tunai telah diberikan majlis ulama’ Indonesia dengan mengeluarkan fatwa pada tanggal 11 Mei 2002. Dalam beberapa poin fatwa tersebut menyatakan:[16]
1.    Wakaf uang (cash wakaf/ waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang
2.    Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3.    Waqaf uang hukumnya jawaz (boleh).
4.    Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.
5.    Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan.
Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) wakaf yang telah disusun, dinyatakan barang wakaf bisa berbentuk benda tidak bergerak atau benda bergerak. Benda tidak bergerak seperti tanah hak milik dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Sementara benda bergerak meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektul, hak sewa dan benda bergerak lain sesuai ketentuan syariat.
Ibarat memperkenalkan barang baru, kelebihan wakaf mesti disosialisasikan secara luas. Karena selama ini masyarakat terkungkung oleh pemahaman lama bahwa wakaf adalah berbentuk barang tidak bergerak yang pada umumnya berupa tanah dan bengunan yang didirikan untuk keperluan pendidikan dan masjid. Selain itu, tidak sedikit pula tanah wakaf yang hanya dikelola menjadi tanah perkuburan. Dengan bentuk pengelolaan seperti ini tidaklah mengherankan jika wakaf tidak mampu memberikan banyak konstribusi untuk perbaikan ekonomi umat.
Susahnya mengubah pemahaman masyarakat terhadap wakaf tergambar dari ungkapan Ketua Badan Amil Zakat Sulawesi Selatan, Prof. Dr. Halide. Menurutnya meskipun telah ada beberapa pelatihan dan ceramah tentang wakaf tunai, belum ada ketertarikan masyarakat di Sulawesi Selatan untuk melakukannya.[17]
Wakaf uang penting sekali dikembangkan di negara-negara yang kondisi perekonomiannya kurang baik sebagaimana negara Indonesia, karena berdasarkan pengalaman di berbagai negara hasil investasi wakaf uang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial yang terjadi di negara yang bersangkuatan. Oleh karena itu dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 16 ayat (1) disebutkan bahwa harta benda wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak.[18]
Dalam Pasal 28 Undang-Undang tentang Wakaf disebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri. Saat ini Menteri Agama telah menunjuk 5 (lima) bank syariah, sebagai lembaga yang dapat mengembangkan dana wakaf uang, yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank BNI Syariah dan Bank DKI Syariah. Masyarakat luas yang ingin melakukan investasi akhirat untuk mendapatkan pahala yang terus mengalir, dapat mewakafkan dananya ke Badan Waqaf Indoensia atau Waqaf Fund Management melalui bank-bank syariah yang telah ditunjuk.[19]
Dimasukkannya wakaf tunai dalam perundangan-undangan Republik Indonesia melalui Undang-Undang No 41 tahun 2004, merupakan angin segar dan peluang baru bagi umat Islam Indonesia untuk mengelola dan mengembangkan suatu potensi dana umat yang cukup besar dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi kaum muslimin dan melepaskan umat Islam dari kemiskinan. Bahkan dimungkin, wakaf tunai bisa menjadi jalan alternatif untuk melepas ketergantungan bangsa ini dari lembaga-lembaga kreditor multilateral sekaligus menstimulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim, eksistensi instrumen syariah ini memiliki prospek yang baik dan cerah serta akan sangat acceptable sehingga wakaf tunai diperkirakan akan memberikan kontribusi besar bagi percepatan pembangunan di Indonesia.
Positifisasi wakaf tunai melalui UU No. 41 tahun 2004 merupakan sarana rekayasa sosial (social engineering), untuk melakukan perubahan-perubahan pemikiran, sikap dan perilaku umat Islam agar senafas dengan semangat UU tersebut. Dengan pengundangan itu juga tidak ada gunanya lagi memperbanyak wacana khilafiyah tentang boleh tidaknya wakaf tunai. Menurut dasar pertimbangan Fatwa MUI tentang wakaf tunai disebutkan bahwa wakaf uang memiliki fleksibilitas dan kemaslahatan besar yang tidak dimiliki oleh benda lain.[20]
Oleh karena itu, dengan disahkannya UU No. 41 tahun 2004 diproyeksikan sebagai sarana rekayasa sosial (social engineering), melakukan perubahan-perubahan pemikiran, sikap dan perilaku umat Islam agar senafas dengan semangat UU tersebut. Salah satu regulasi baru dalam Undang-Undang Wakaf tersebut adalah Wakaf Tunai.
Selain itu diharapkan dengan lahirnya UU No. 41 tahun 2004 ini, Indonesia bisa menjadikan dana wakaf tunai sebagai sarana pengembangan ekonomi. Karena berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Departemen Agama (2003), perolehan wakaf tunai di Timur Tengah mencapai 20%. Sementara di Indonesia belum berjalan sama sekali. Menurut Ridwan El-Sayed, wakaf dalam bentuk uang tunai dan dalam bentuk penyertaan saham telah dikenal pada zaman Bani Mamluk dan Turki Usmani dan saat ini telah diterima luas di Turki modern , Mesir, India, Pakistan, Iran, Singapura dan banyak negara lainnya.[21]
Jadi model wakaf tunai adalah sangat tepat memberikan jawaban yang menjanjikan dalam mewujudkan kesejahteraan sosial dan membantu mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Ia sanagat potensial untuk menjadi sumber pendanaan abadi guna melepaskan bangsa dari jerat hutang dan ketergantungan luar negeri sebagaimana disoroti oleh Dr. Mushtafa Edwin Nasution dan menjadi keprihatinan kalangan pengamat sosial lainnya.[22]
1.    Kendala Pengembangan Wakaf Tunai
Beberapa kendala yang menjadikan wakaf tunai sulit berkembang di tanah air adalah sebagai berikut:[23]
a.    Masyarakat masih memahami bahwa wakaf berhubungan dengan harta-harta yang memiliki nilai tinggi seperti tanah, rumah dan lain sebagainya.
b.    Wakaf tunai relatif baru di Indonesia, sehingga dampak langsung dari kelebihan wakaf tunai bagi kesejahteraan masyarakat belum terasa.
c.    Lembaga wakaf tunai masih dipahami sebagai lembaga zakat, dan lembaga zakat bisa dijadikan pengganti keberadaan lembaga wakaf tunai. Hal ini yang menjadikan keberadaan lembaga wakaf tunai terasa tidak begitu urgen.
d.   Tidak ada konsekuensi hukum yang mengikat kepada individu untuk mewakafkan sebagian hartanya.
2.    Strategi Pengembangan Wakaf Tunai
Adapun usaha yang perlu dilakukan untuk mengurangi kendala-kendala di atas:[24]
a.    Sosialisasi keberadaan wakaf tunai kepada masyarakat, bahwa masyarakat tidak perlu menunggu sampai jumlah tertentu hartanya guna membeli sejumlah harta untuk diwakafkan. Wakaf bisa dilakukan dengan cash, walaupun ia tidak memiliki harta, seperti tanah, rumah dan sebagainya.
b.    Mendirikan lembaga wakaf tunai dapat dimulai dari lingkungan terkecil seperti, takmir masjid, pesantren dan sebagainya. Pendirian lembaga wakaf tunai tidak harus menunggu kelompok/institusi, selama individu/sekelompok individu mampu mendirikannya maka tidak ada halangan untuk mendirikan lembaga wakaf tunai.
c.    Perlu koordinasi dengan lembaga zakat untuk menjalin kerjasama dan meningkatkan kinerja antara kedua lembaga tersebut, dengan tujuan untuk menyejahterakan masyarakat.

C.  Lembaga-Lembaga Pengelola Wakaf Tunai di Indonesia
Untuk mengelola dan mengembangkan wakaf tunai dengan baik, dibutuhkan SDM yang amanah, profesional, berwawasan ekonomi, tekun dan penuh komitmen yang kuat. Oleh karena, lembaga wakaf tunai adalah lembaga yang baru dalam gerakan wakaf di Indonesia, maka dibutuhkan sosialisasi yang terus menerus oleh para akademisi, ulama, praktisi ekonomi syariah, baik melalui seminar, training, ceramah maupun tulisan di media massa.
Penerapan wakaf tunai di Indonesia mesih terhalang berbagai kendala. Di antaranya belum ada undang-undang yang mengatur pengoperasian lembaga wakaf tunai. Masalah lain, pemahaman masyarakat yang masih belum memadai tentang pentingnya lembaga wakaf dan potensinya dalam pengembangan ekonomi umat.
Meski demikian, beberapa lembaga telah mencoba menerapkan wakaf tunai, lembaga-lembaga tersebut antara lain:[25]
1.    Badan Wakaf Sumatera Utara
Badan wakaf sumatera utara didirikan secara bersama-sama oleh Forum Kajian Ekonomi dan Perbankan Islam (FKEBI), Asosiasi Bank Syariah Indonesia Sumut dan Dewan Perdagangan Islam Sumut. FKEBI adalah sebuah lembaga nonstruktural Institute Agama Islam Negeri Sumut yang juga melibatkan lembaga dan perorangan dari luar IAIN, seperti dari fakultas-fakultas ekonomi yang ada di Sumut. Sedangkan dewan perdagangan sumatera utara adalah tempat berhimpunnya usahawan sektor riil sumut, ketiga lembaga itu ditetapka sebagai pendiri. Organisasi ini juga dilengkapi dewan syariah yang diisi tokoh ulama yang punya kepedulian terhadap ekonomi Islam.
Menteri agama Said Agil Munawar dan gubernur Sumatera Utara T. Rizal Nurdin menyaksikan langsung deklarasi badan wakaf ini pada 16 maret 2003. Dana wakaf dari badan wakaf sumatera utara ini kemudian diinvestasikan dalam bentuk sertifikat wakaf disemua bank-banksyariah yang ada di Sumut. Dalam program kerja badan wakaf sumut disebutkan, hasil investasi dana ini digunakan untuk memberdayakan ekonomi riil seperti pembelian perlengkapan usaha kecil yang berpotensi untuk maju, mengembangkan pendidikan dengan pemberian beasiswa pada semua jenjang pendidikan, memajukan program kesehatan dan kegiatan sosial lainnya.
2.    Baitul Maal Muamalat
Penerimaan dana wakaf berdasar literatur sejarah dilakukan oleh institusi Baitul Maal. Baitul Maal merupakan institusi dominan dalam sebuah pemerintahan Islam.[26] Salah satu yang berkembang di Indonesia adalah Baitul Maal muamalat, yang mengurusi masalah pengelolaan dana wakaf tunai.
Pelaksanaan wakaf tunai di baitul Maal muamalat bertujuan untuk pemberdayaan, empowerment yang komprehensif dan memberikan kontribusi maksimal pada pergerakan ekonomi masyarakat. Pola-pola pengelolaan dana ini terintegrasi antara investasi cash wakaf pada sektor keuangan mikro, hasilnya baru disampaikan kepada para mauquh alaih (penerima manfaat wakaf).
Lembaga ini memang belum bisa menghimpun banyak dana wakaf. Sebanyak 30% dana wakaf yang terkumpul dilembaga ini ditempatkan pada deposito bank syariah. Sementara 70% - nya disalurkan sebagai modal kerja pengusaha kecil, yang menjadi executing tujuh BPRS dan BMT yang tersebar di Jabotabek, yogya dan lampung. BMT dan BPRS ini wajib menjaga keamanan proyek ini sehingga dana wakaf tidak berkurang. Hasil investasi ini baru disampaikan kepada para mauquf alaih.
Para wakif yang berwakaf di baitulmaal muamalat umumnya telah menunjukkan mauquf alaih yang berhak menerima manfaat wakaf. Hasil investasi langsung disalurkan kerekening mereka yang ada di bank Muamalat.
3.    Dompet Dhuafa Republika
Bagi Dompet Dhuafa Republika, pengumpulan wakaf tunai sudah dimulai sejak dua tahun yang lalu dengan menerbitkan wakf tunai bagi masyarakat umum. Dana yang terkumpul dalam dompet dhuafa republika ini kemudian diinvestasikan dalam beberapa usaha dalam sector riil yang dikelola secara langsung maupun tidak langsung oleh Dompet Dhuafa Republika.
Peternakan domba sehat skala menengah dan sebuah supermarket merupakan salah satu contoh sector riil yang telah dijelajahi oleh Dompet Dhuafa Republika untuk menginvestasikan dana yang dipercayakan masyarakat. Selain yang dikelola secara langsung, dana wakaf yang terhimpun dalam Dompet Dhuafa Republika juga diinvestasikan kebeberapa UKM milik masyarakat seperti peternakan itik.
D.  Pengelolaan Dana Wakaf Tunai di Indonesia
Berbicara tentang pengelolaan dana wakaf tunai (uang) di era modern, tentunya tidak dapat dilepaskan dari peran Prof. Dr.M.A. Mannan dari Bangladesh yang telah mempopulerkan istilah sertifikat wakaf tunai (Cash Waqf Certificate) yaitu dengan mendirikan SIBL (Social Investment Bank Limited) yang berfungsi sebagai badan yang menggalang dana dari orang-orang kaya untuk dikelola dan keuntungan pengelolaan disalurkan kepada rakyat miskin yang membutuhkan.
Wakaf tunai yang digagas oleh Mannan merupakan suatu produk baru dalam sejarah perekonomian Islam. Instrument financial yang dikenal dalam perekonomian Islam saat ini berkisar pada murabahah untuk membiayai sector perdagangan dan murabahah atau musyarakah untuk membiayai investasi di bidang industri dan pertanian.[27] Menurut M.A. Mannan, wakaf uang dapat berperan sebagai suplemen bagi pendanaan berbagai macam proyek investasi sosial yang dikelola oleh bank-bank Islam, sehingga dapat berubah menjadi bank wakaf.
Adapun sasaran pemanfaatan dana hasil pengelolaan wakaf uang yang dikelola oleh (Social Invesment Banking Limited) SIBL yang dipimpin Prof. Mannan antara lain adalah untuk peningkatan standar hidup orang miskin, rehabilitasi orang cacat, peningkatan standar hidup penduduk hunian kumuh, membantu pendidikan anak yatim piatu, beasiswa, akademi dan universitas, mendanai riset, mendirikan rumah sakit, menyelesaikan masalah-masalah sosial non-muslim, dan membantu proyek-proyek untuk penciptaan lapangan kerja yang penting untuk  menghapus kemiskinan sesuai dengan syariat Islam.
Di Indonesia sendiri salah satu model yang dapat dikembangkan dalam mobilisasi wakaf tunai adalah model Dana Abadi, yaitu dana yang dihimpun dari berbagai sumber dengan berbagai cara yang sah dan halal, kemudian dana yang terhimpun dengan volume besar, diinvestasikan dengan tingkat keamanan yang tinggi melalui lembaga penjamin syariah. Keamanan investasi ini paling tidak mencakup dua aspek. Aspek pertama, yaitu keamanan nilai pokok dana abadi sehingga tidak terjadi penyusutan (jaminan keutuhan). Aspek kedua, yaitu investasi dana abadi tersebut harus produktif, yang mampu mendatangkan hasil atau pendapatan (incoming generating allocation) karena dari pendapatan inilah pembiayaan kegiatan organisasi akan dilakukan dan sekaligus menjadi sumber utama untuk pembiayaan.
Model dana abadi tersebut sangat layak dijadikan model untuk pengembangan wakaf tunai. Beberapa alasan dapat dikemukakan antara lain:[28]
1.    Dapat membantu menjaga keutuhan asset tunai dari wakaf, sehingga dapat mengurangi perpetuitas (penyusutan) yang melekat pada wakaf tunai.
2.    Dapat menjadi sumber pendanaan pada unit-unit usaha yang bersifat komersial maupun sosial, sehingga dapat mendorong aktivitas usaha secara lebih luas. Secara khusus, ketersediaan dana dari sumber ini dapat mengisi ruang kosong yang terjangkau oleh sistem pembiayaan perbankan yang ada.
3.    Cakupan target wakaf lebih luas, terutama dari aspek mobilisasi maupun alokasi dana wakaf.
Dalam penerapannya, wakaf tunai yang mengacu pada model dana abadi dapat menerbitkan sertifikat wakaf tunai dengan nominal yang berbeda-beda disesuaikan dengan kemampuan target atau sasaran yang dituju. Disinilah letak keunggulan wakaf tunai, yaitu dapat menjangkau segmen masyarakat yang beragam.
Sertifikat wakaf tunai merupakan semacam dana abadi yang diberikan oleh individu maupun lembaga muslim yang mana keuntungan dari pengelolaan dana tersebut akan digunakan untuk pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Secara teknis, sertifikat wakaf tunai ini dapat dikelola oleh suatu badan investasi sosial tersendiri. Seperti halnya Social Investment Bank Limited (SIBL).
Beberapa pedoman operasional sertifikat wakaf tunai yang dipraktekkan Social Investment Bank Limited (SIBL) antara lain:[29]
1.        Wakaf  tunai harus dipandang sebagai sumbangan (endowment) yang sesuai dengan syariah, bank akan mengelola wakaf atas nama wakif.
2.        Wakaf dapat diberikan berulang kali dan rekening yang dibuka sesuai dengan nama yang diberikan wakif.
3.        Wakif diberi kebebasan untuk memilih sasaran wakaf baik sasaran yang sudah teridentifikasi oleh SIBL atau sasaran lainnya yang sesuai dengan syariah. Adapun sasaran wakaf yang sudah berhasil diidentifikasi oleh SIBL secara umum antara lain: Rehabilitasi Keluarga (Family Rehabilitation), Pendidikan Dan Kebudayaan (Education And Culture), Kesehatan dan Sanitasi (Health And Sanitation) dan Pelayanan Sosial (Social Utility Service).
4.        Dana wakaf tunai akan mendapat keuntungan pada tingkat yang paling tinggi yang ditawarkan oleh bank dari waktu kewaktu.
5.        Dana wakaf akan tetap dan hanya dana yang berasal dari keuntungan yang akan dibagikan pada sasaran yang telah dipilih wakif. Keuntungan yang belum sempat dibagikan otomatis akan digabungkan dengan dana wakaf yang sudah ada yang akan mendapatkan keuntungan yang lebih berkembang sepanjanng waktu.
6.        Wakif juga dapat meminta bank untuk menyalurkan seluruh keuntunagn yang diperoleh kepada sasaran yang telah ditentukan oleh wakif.
7.        Wakif mempunyai kesempatan memberikan wakaf tunai sepanjang waktu. Walaupun tidak, wakif akan memeberikan wakaf sebesar yang dia inginkan dan akan mulai dengan nilai minimum wakaf sebesar Tk 1000. Wakaf berikutnya akan sebesar Tk 1000 pula atau kelipatannya.
8.        Wakif mempunyai hak untuk memberikan perintah pada bank untuk mengambil dana wakaf dari rekening lainnya di SIBL secara rutin.
9.        Wakaf tunai harus diterima dalam bentuk endowment receipth voucher tertentu dan satu sertifikat untuk seluruh nilai harus diterbitkan ketika wakaf tersebut diberikan.
10.    Prinsip dan ketentuan mengenai Rekening Wakaf Tunai berdasarkan amandemen dan akan dievaluasi dari waktu ke waktu.
E.  Kontribusi Hasil Pengelolaan Dana Wakaf Tunai di Indonesia dalam Bidang Ekonomi
Di lihat dari tujuan dan kontribusi yang dapat diberikan oleh institusi wakaf tunai, maka keberadaan wakaf tunai di Indonesia menjadi sangat krusial. Sejumlah bencana yang terjadi, mengakibatkan terjadinya defisit APBN, sehingga diperlukan kemandirian masyarakat dalam pengadaan public goods. Meski demikian, bukan sesuatu yang mudah untuk dapat menyelesaikan sejumlah masalah dalam perekonomian nasional, khususnya dengan menggunakan dana wakaf tuani. Tetapi butuh keseriusan, komitmen dan juga kerja keras untuk dapat menyelesaikannya.     
Sebagai salah satu institusi keagamaan yang erat hubungannya dengan sosial ekonomi, wakaf tunai tidak hanya berfungsi ibadah tapi juga berfungsi sosial. Ia merupakan salah satu manifestasi iman dan rasa solidaritas  antara sesama manusia. Oleh karenanya, wakaf tunai adalah salah satu usaha untuk mewujudkan dan memelihara hubungan vertikal dengan Allah dan hubungan horizontal dengan sesama manusia. Dalam fungsinya sebagai ibadah ia diharapkan akan menjadi bekal bagi kehidupan si wakif. Ia adalah suatu bentuk amal yang pahalanya akan terus menerus mengalir selama harta wakaf dimanfaatkan. Dalam fungsi sosial, wakaf tunai merupakan aset yang amat bernilai dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Diantara peranan wakaf tunai dalam bidang ekonomi adalah sebagai berikut:[30]
1.    Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
Diantara bahan dasar utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan adalah adanya tingkat tabungan dan investasi. Wakaf uang yang digunakan untuk investasi  bisnis akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu dengan mentranformasikan tabungan masyarakat menjadi modal investasi. Jika potensi dana wakaf dapat dihimpun dan dikembangkan secara profesional dan tanggung jawab, maka tidak diragukan lagi potensi tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
2.    Pemerataan Pertumbuhan Ekonomi.
Sebagai salah satu institusi keagamaan yang erat hubungan dengan sosial ekonomi yang tidak melihat lintas waktu, wakaf uang ternyata tidak hanya sekedar mentransfortasikan tabungan masyarakat menjadi modal investasi, tapi manfaat wakaf uang  dapat juga menjadi salah satu sarana meratakan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Apabila dana wakaf yang cukup besar tersebut dapat dikelola dan didayagunakan dengan optimal akan menumbuhkan pemerataan pertumbuhan ekonomi di kalangan masyarakat kelas bawah. Dapat kita bayangkan berapa banyak orang yang hidup dibawah garis kemiskinan dapat terangkat status sosialnya dan merasakan manfaat dana tersebut. Sekian ribu anak yatim bisa disantuni, sekian puluh lembaga pendidikan dasar dapat dibangun, sekian balai kesehatan bisa didirikan, sekian petani dan pengusaha kecil bisa dimodali.
3.    Stabilitas Politik dan Ekonomi
Apa urgensi wakaf uang terhadap stabilitas politik dan ekonomi ?  Investasi dana wakaf melalui sektor riil akan dapat mengarahkan pada keseimbangan antara uang wakaf yang terhimpun dan sektor riil yang membutuhkan dana untuk menghasilkan barang. Jika diinvestasikan melalui perbankan dengan sistem bagi hasil, maka gejolak ekonomi akibat fluktuasi tingkat bunga yang berlebihan dapat diantisipasi. Kemudian hasil dari pengelolaan dana wakaf juga dapat menjaga stabilitas politik jika terjadi instabilitas akibat ketidakmampuan pemerintah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang merata.
Dengan pertumbuhan itu, taraf kehidupan masyarakat meningkat, pendapatan ekonomi masyarakat yang lebih tinggi, tersedianya lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan sarana pendidikan yang baik dan lain-lain. Bagi pemerintah juga mengurangi beban dan menambah defisa negara.
Selain  itu, pengembangan wakaf tunai di Indonesia memiliki nilai ekonomi yang strategis. Dengan dikembangkannya wakaf tunai, maka akan didapat sejumlah keunggulan, di antaranya adalah sebagai berikut:[31]
Pertama, wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi orang kaya atau tuan tanah terlebih dahulu, sehingga dengan program wakaf tunai akan memudahkan si pemberi wakaf atau wakif untuk melakukan ibadah wakaf.
Kedua, melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian.
Ketiga, dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam yang cash flow-nya kembang-kempis dan menggaji civitas akademika ala kadarnya.
Keempat, pada gilirannya, insya Allah, umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama semakin terbatas.
Kelima, dana wakaf tunai bisa memberdayakan usaha kecil yang masih dominan di negeri ini (99,9% pengusaha di Indonesia adalah usaha kecil). Dana yang terkumpul dapat disalurkan kepada para pengusaha tersebut dan bagi hasilnya digunakan untuk kepentingan sosial, dsb.[32]
Keenam, dana waqaf tunai dapat membantu perkembangan bank-bank syariah, khususnya BPR Syariah. Keunggulan dana waqaf, selain bersifat abadi atau jangka panjang, dana waqaf adalah dana termurah yang seharusnya menjadi incaran bank-bank syariah.
Dengan adanya lembaga yang concern dalam mengelola wakaf tunai, maka diharapkan kontribusi dalam mengatasi problem kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangsa akan lebih signifikan. Apalagi sebagaimana yang telah dihitung oleh seorang ekonom, Mustafa E. Nasution, Ph.D, potensi wakaf tunai umat Islam di Indonesia saat ini bisa mencapai 3 triliun rupiah setiap tahunnya. Bahkan bisa jauh bisa lebih besar.
Hal ini, dikarenakan, lingkup sasaran pemberi wakaf tunai (wakif) bisa menjadi sangat luas dibanding dengan wakaf biasa. Sertifikat Wakaf Tunai dapat dibuat dalam berbagai macam pecahan yang disesuaikan dengan segmen muslim yang dituju yang kira-kira memiliki kesadaran beramal tinggi. Misalkan Rp 10.000,-, Rp 25.000,- 50.000,-, Rp 100.000,- Rp 500.000,- Rp 1.000.000,- Rp 2.000.000.[33]



BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Wakaf tunai merupakan salah satu inovasi masyarakat muslim yang perlu disosialisakan kepada umat Islam secara menyeluruh. Pemanfaatan harta wakaf kalau bisa dimaksimalkan akan memberikan kontribusi yang tinggi kepada masyarakat seperti apa yang di praktikkan oleh Turki modern , Mesir, India, Pakistan, Iran, Singapura dan banyak negara lainnya.
Pengembangan wakaf tunai memiliki nilai ekonomi yang strategis. Dengan dikembangkannya wakaf tunai, maka akan didapat sejumlah keunggulan, di antaranya adalah sebagai berikut: Pertama, wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi orang kaya atau tuan tanah terlebih dahulu, sehingga dengan program wakaf tunai akan memudahkan si pemberi wakaf atau wakif untuk melakukan ibadah wakaf. Kedua, melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian. Ketiga, dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam yang cash flow-nya kembang-kempis dan menggaji civitas akademika ala kadarnya.
Keempat, pada gilirannya, insya Allah, umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama semakin terbatas. Kelima, dana wakaf tunai bisa memberdayakan usaha kecil yang masih dominan di negeri ini. Dana yang terkumpul dapat disalurkan kepada para pengusaha tersebut dan bagi hasilnya digunakan untuk kepentingan sosial, dsb. Keenam, dana wakaf tunai dapat membantu perkembangan bank-bank syariah, khususnya BPR Syariah. Keunggulan dana waqaf, selain bersifat abadi atau jangka panjang, dana wakaf adalah dana termurah yang seharusnya menjadi incaran bank-bank syariah. Dengan adanya lembaga yang concern dalam mengelola wakaf tunai, maka diharapkan kontribusi dalam mengatasi problem kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangsa akan lebih signifikan


B.  Saran
Masyarakat Indonesia baik pemerintah maupun swasta hendaknya lebih serius mengelola potensi wakaf tunai. Pengelolaan wakaf tunai harus lebih maksimal, sehinga potensi wakaf tunai dapat digarap secara optimal.
1.    Sosialisasi wakaf tunai perlu dilakukan terus menerus, dengan demikian masyarakat Indonesia secara meluas dapat memahami arti dan tujuan wakaf tunai tersebut, sehingga ketika diaplikasikan ia tidak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dan komentar-komentar yang negatif.
2.    Perlu ada undang-undang yang lebih terperinci untuk mengatur harta wakaf, agar jangan sampai harta wakaf disalah gunakan atau terlaksana diluar ketentuan syariah yang akhirnya merugikan kepentingan orang banyak.
3.    Penggunaan harta wakaf mesti memegang prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Rasulullah dan para ahli perundangan Islam. Dimana nilai nominalnya tidak boleh dikurangkan, sebab itu mesti jelas tujuan dan arah harta wakaf dan investasinya juga diletakkan pada tempat-tempat yang tidak mempunyai resiko atau yang beresiko rendah.
4.    Para pemimpin Indonesia diharapkan mempunyai visi yang sama dalam mengembangkan perekonomian yang berbasis syariah. Artinya masing-masing tidak boleh jalan sendiri-sendiri karena dikuatirkan bisa terjadi salah dalam menerapkan mengakibatkan rusaknya kesucian Islam dan minimal kebersaman ini akan mendatangkan rahmat untuk bersama.
5.    Harus ada koordinasi dengan lembaga zakat atau yang lainnya untuk menjalin kerjasama dan meningkatkan kinerja antara kedua lembaga tersebut, dengan tujuan untuk menyejahterakan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Depag RI. 2002. al-Quran dan Terjemahannya. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdullah. 2004. Hukum Wakaf. Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN.
Departemen Agama RI, 2006. Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Departemen Agama RI. 2006. Proses Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Departemen Agama RI. 2006. Strategi Pengaembangan Wakaf Tunai di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Departemen Agama RI, 2007. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaannya. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Djunaidi, Ahmad dan Thobieb al-Asyhar. 2006. Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya Progresif Untuk Kesejahteraan Umat. Jakarta: Mitra Abadi Press.
Sabiq, Sayyid. 2007. Fiqih Sunnah. Jakarta: Pena Pundit Aksara.
Sholahuddin, M. 2006. Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Sudarsono, Heri. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakrta: EKOHISIA.
Agustianto. Wakaf Tunai Dalam Hukum Positif Dan Prospek Pemberdayaan Ekonomi Syari’ah dalam  http://aacislamiceconomy.blogspot.com/2010/01/ wakaf-tunai-dalam-hukum-positif-dan.html (22 maret 2010)
Agustianto. Wakaf Tunai dan Pemberdayaan Ekonomi Umat dalam http://agustianto.niriah.com/2008/04/04/wakaf-tunai-dan-pemberdayaan-ekonomi-umat/ (22 maret 2010)
Dadang Maryadi, Makalah Lemaga Perekonomian Umat dalam http://zanikhan. multiply.com/journal/item/624/Wakaf_Tunai (23 maret 2010)
{Pknlnltraklitcom), Wakaf Uang dan Peningkatan Kesejahteraan Umat, dalam http://bataviase.co.id/detailberita-10531634.html (
Zhanikan, Wakaf Tunai dan Pemberdayaan Ekonomi Umat, dalam http://images. zanikhan.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SGxK4QoKCtcAAFalX0c1/LISEK.DOC?nmid=103873750  (22 maret 2010)
Ditjen Bimbingan Masyarakat Kementrian Agama RI. Wakaf Tunai, dalam http:// www.bimasislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=182:wakaf-tunai&catid=49:artikel&Itemid=92 (25 Maret 2010)
Kompilasi Hukum Islam. Media Centre


[1] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakrta: EKOHISIA, 2008), 281.
[2] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundit Aksara, 2007), 423.
[3] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga, 281.
[4] Kompilasi Hukum Islam, Media Centre, 188
[5] al-Qur’an, 3: 92
[6] Depag RI, al-Quran dan Terjemahannya (Semarang :PT. Karya Toha Putra, 2002), 804

[7] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga, 287.
[8] Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi. Hukum Wakaf, (Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN, 2004), 129
[9] Dadang Maryadi, “Makalah Lemaga Perekonomian Umat”, dalam http://zanikhan.multiply.com/ journal/ item/624/Wakaf_Tunai (23 Maret 2010)
[10] Departemen Agama RI, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2006), 11
[11] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga, 286
[12] Ibid., 287.
[13]Zhanikan, “Wakaf Tunai dan Pemberdayaan Ekonomi Umat”, dalam http://images.zanikhan.multiply. multiplycontent.com/attachment/0/SGxK4QoKCtcAAFalX0c1/LISEK.DOC?nmid=103873750  (22 Maret 2010)
[14] Departemen Agama RI, Strategi Pengembangan, 8
[15] M. Sholahuddin, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2006), 197
[16] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga, 286-285
[17] M. Sholahuddin, Lembaga Ekonomi, 198
[18] Departemen Agama RI, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaannya, (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2007), 11
[19] Agustianto. “Wakaf Tunai Dalam Hukum Positif dan Prospek Pemberdayaan Ekonomi Syari’ah”, dalam  http://aacislamiceconomy.blogspot.com/2010/01/wakaf-tunai-dalam-hukum-positif-dan.html (22 Maret 2010)
[20] Ibid.,
[21] Pknlnltraklitcom, “Wakaf Uang dan Peningkatan Kesejahteraan Umat”, dalam http://bataviase. co.id/detailberita-10531634.html  (23 Maret 2010)
[22] Departemen Agama RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2006), 114.
[23] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga, 291.
[24] Ibid., 291.
[25] M. Sholahuddin, Lembaga Ekonomi, 200.
[26],Ahmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar. Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya Progresif Untuk Kesejahteraan Umat, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006),  94
[27] Departemen Agama RI, Proses Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2006), 1
[28] Departemen Agama RI, Strategi Pengembangan, 10
[29] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga, 288
[30]Ditjen Bimbingan Masyarakat Kementrian Agama RI, “Wakaf Tunai”, dalam http://www. bimasislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=182:wakaf-tunai&catid=49:artikel&Itemid=92 (25 Maret 2010)
[31] Departemen Agama RI, Proses Lahirnya, hal. 6
[32] Agustianto. Wakaf Tunai dan Pemberdayaan Ekonomi Umat”. dalam http://agustianto.niriah.com/ 2008/04/04/wakaf-tunai-dan-pemberdayaan-ekonomi-umat/ (22 Maret 2010)
[33] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar