Jumat, 22 Juni 2012

LEMBAGA PEMBIAYAAN LEASING



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setiap manusia yang ada di dunia ini pasti harus bisa mempertahankan dirinya masing-masing. Banyak cara yang ditempuh manusia untuk mempertahankan hidupnya. Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk mempertahankan hidupnya adalah dengan menjalankan bisnis. Bisnis bisa diartikan sebagai organisasi yang menyediakan barang atau jasa dengan maksud mendapatkan laba (keuntungan). Seiring dengan perkembangan zaman, dunia bisnis pun menjadi semakin marak. Dengan berkembangnya dunia bisnis ini, kebutuhan dana menjadi hal yang tak dapat dielakkan lagi baik oleh kalangan usahawan perseorangan maupun usahawan yang tergabung dalam suatu badan hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di dalam meningkatkan mutu produknya, sehingga dapat dicapai suatu keuntungan yang memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, saat ini semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain di dalam mengembangkan usahanya. Lembaga pembiayaan tersebut merupakan lembaga keuangan non bank. Yang membedakan lembaga pembiayaan dengan bank adalah bank mengambil dana secara lansung dari masyarakat sedangkan lembaga pembiayaan tidak mengambil dana secara langsung dari masyarakat. Salah satu lembaga pembiayaan yang berkembang pesat saat ini adalah sewa guna usaha atau biasa disebut juga dengan Leasing.
Saat ini, leasing merupakan salah satu cara perusahaan memperoleh asset atau kepemilikan tanpa harus melalui proses yang berkepanjangan. Semuanya telah diatur oleh perusahaan leasing yang disediakan oleh berbagai perusahaan. Leasing juga merupakan salah satu langkah penghindaran resiko tinggi yang saat ini sudah disadari oleh para usahawan yang ada. Bila dilihat dari propspek kebutuhan pembangunan, usaha leasing jelas dapat berkembang pesat dan memainkan peranan aktif sebagai lembaga keuangan baru, yang khusus bergerak dalam penyediaan barang modal, sebagai alternative sumber pembiayaan suatu perusahaan bisnis dan mempunyai harapan untuk memenuhi kebutuhan pasarnya yang luas.
Potensi bisnis leasing di Indonesia sudah lama diamati oleh para penanam modal. Sebelum tahun 1980, jumlah perusahaan leasing yang beroperasi 5 buah. Kemudian melalui kampanye penggalangan usaha di bidang leasing oleh pemerintah, animo investor terus meningkat. Tahun 1988 di Jakarta saja sudah tercatat 83 buah perusahaan leasing yang sudah menjalankan operasinya, bahkan sudah dibentuk Asosiasi Leasing Indonesia (ALI). Beberapa perusahaan besar juga bergabung dalam Asosiasi Leasing Indonesia, seperti Adira Finance dan Adira Kredit.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis dapat merumuskan beberapa rumusan masalah, sebagai berikut :
1.      Pengertian Leasing.
2.      Macam-macam Leasing.
3.      Keuntungan Menggunakan Leasing.  




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Leasing (sewa-guna-usaha) adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.[1]
Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal untuk operasional dengan mudah dan cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan kredit kepada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan yang modalnya kurang atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing akan dapat membantu perusahaan dalam menjalankan roda kegiatannya. Setelah jangka leasing selesai, perusahaan dapat membeli barang modal yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan sebagian barang modal tertentu dalam suatu proses produksi secara tibatiba,  tetapi tidak mempunyai dana tunai yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing untuk mengatasinya. Dengan melakukan leasing akan lebih menghemat biaya dalam hal pengeluaran dana dibanding dengan membeli secara tunai.
Di Indonesia leasing baru dikenal melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan No.KEP-122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974, dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang perizinan usaha leasing. Sejalan dengan perkembangan waktu dan perekonomian Indonesia permasalahan yang melibatkan leasing semakin banyak dan kompleks. Mulai dari jenis leasing yang paling sederhana sampai yang rumit.
Kata leasing sebenarnya berasal dari kata to lease yang bearti menyewakan. Leasing sebagai suatu jenis kegiatan dapat dikatakan masih baru atau muda dalam kegiatan yang dilakukan di Indonesia, yaitu baru dipakai pada tahun 1974. Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa perusahaan leasing yang statusnya sebagai suatu lembaga keuangan non bank.[2]
Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.[3]
Sedangkan menurut Hermansyah, leasing adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara finance lease, maupun operating lease,untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.[4]
Equipment Leasing Association di London memberikan definisi leasing sebagai berikut: “Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa sesuatu atas barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu”.

Secara umum leasing artinya Equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ada beberapa hal menarik jika kita mencermati konsentrasi dan perkembangan perusahaan leasing. Pada era 1989, misalnya, industri ini di Indonesia cenderung berupaya memperbesar asset. perburuan asset tersebut diantaranya disebabkan tantangan perekonomian menuntut mereka tampil lebih besar, sehat dan kuat. Perusahaan yang tidak beranjak dari skala semula, tampak terguncang-guncang dana akhirnya tutup sama sekali.[5]
Sedangkan yang dimaksud sewa guna usaha (leasing) syariah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah.[6]
Munculnya lembaga leasing merupakan alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini mereka cenderung menggunakan dana rupiah tunai untuk kegiatan operasional perusahaan. Melalui leasing mereka bisa memperoleh dana untuk membiayai pembelian barang-barang modal dengan jangka waktu pengembalian antara tiga tahun hingga lima tahun atau lebih. Disamping hal tersebut di atas para pengusaha juga memperoleh keuntungan-keuntungan lainnya seperti kemudahan dalam pengurusan, dan adanya hak opsi.
Meskipun leasing telah cukup dikenal di Indonesia, namun para pengusaha harus jeli terlebih dahulu mengenal kelebihan dan kerugian menggunakan leasing dibandingkan lembaga pembiayaan yang lain, sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru di kemudia hari. Selain itu bagi pihak pemodal yang biasanya ditangani oleh perusahaan multifinance juga harus memperhatikan permasalhan yang mungkin akan timbul apabila terjadi permasalahan selama masa leasing berlaku, terutama terkait dengan masalah yang banyak dialami ialah cicilan sewa lesse yang macet baik sengaja atau tidak disengaja oleh lessee, sehingga diperlukan tindakan pengamanan aset objek leasing yang pada akhirnya berguna untuk meminimalisir kerugian yang akan dialami lessor.[7]
Banyak orang yang menyamakan antara leasing ini dengan ijarah. Hal ini terjadi karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada hal ihwal sewa menyewa. Menyamakan ijarah dengan leasing tidak sepenuhnya salah, tapi tidak sepenuhnya benar pula. Karena pada dasarnya, walaupun terdapat kesamaan antara ijarah dengan leasing, tapi ada beberapa karakteristik yang membedakannya.
Tabel persamaan dan perbedaan antara Ijarah dan Leasing :[8] 
NO
IJARAH
LEASING
1
Objek : Manfaat barang dan jasa
Objek : Manfaat barang saja
2
Metode pembayaran :
a.       Pembayaran tergantung pada kinerja objek yang di sewa
b.      Pembayaran tidak tergantung pada kinerja objek yang di sewa
Metode pembayaran : Tidak tergantung pada kinerja objek yang di sewa
3
Perpindahan Kepemilikan :
a.       Ijarah : tidak ada perpindahan kepemilikan
b.      IMBT : adanya janji untuk menjual atau menghibahkan pada akhir periode
Perpindahan Kepemilikan :
a.       Operating lease : tidak ada perpindahan kepemilikan
b.      Financial lease : hak opsi untuk membeli atau tidak membeli pada akhir periode
4
Lease Purchase/Sewa Beli : bentuk leasing seperti ini haram karena akadnya gharar
Lease Purchase/Sewa Beli : Oke
5
Menjual dan sewa kembali : Oke
Menjual dan sewa kembali : Oke

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka pada prinsipnya pengertian leasing terdiri dari beberapa elemen di bawah ini:[9]
1.      Pembiayaan perusahaan
2.      Penyediaan barang-barang modal
3.      Jangka waktu tertentu
4.      Pembayaran secara berkala
5.      Adanya hak pilih (option right)
6.      Adanya nilai sisa yang disepakati bersama
7.      Adanya pihak lessor
8.      Adanya pihak lessee
Dalam setiap transaksi leasing terdapat paling tidak 5 pihak yang berkepentingan, yaitu :[10]  
1.      Lessee : Perusahaan atau pihak yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak perusahaan leasing.
2.      Lessor : Pemilik dari aktiva yang akan di lease, atau pihak yang menyewakan barang dan dapat terdiri dari beberapa perusahaan. Lessor merupakan perusahaan yang menyediakan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal.
3.      Supplier : Perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembiayaan secara tunai oleh lessor.
4.      Bank : Secara tidak langsung bank terlibat dalam kontrak tersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor.
5.      Asuransi : Merupakan perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian antara lessor dengan lessee.

B.     Macam-macam Leasing
Secara garis besar leasing dibagi dua jenis:[11]
1.      Financial Lease
Ciri utama pada financial lease ini ialah pada akhir kontrak lessee mempunyai hak pilih (hak opsi) untuk membeli barang modal sesuai dengan nilai sisa yang disepakati, atau mengembalikannya kepada lessor, atau memperpanjang masa kontrak sesuai syarat-syarat yang telah disetujui bersama
Perusahaan leasing pada jenis ini berlaku sebagai suatu lembaga keuangan. Lessee yang akan membutuhkan suatu barang modal menentukan sendiri jenis serta spesifikasi dari barang yang dibutuhkan. Lessee juga mengadakan negoisasi langsung dengan supplier mengenai harga, syarat-syarat perawatan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pengoperasian barang tersebut.
Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa pengguanaan barang tersebut lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang berupa rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.
2.      Operating Lease
Pada operating lease, lessor membeli barang dan kemudian menyewakan kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Dalam praktik lessee membayar rental yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor.
Di dalam menentukan besarnya pembayaran lease, lessor tidak memperhitungkan biaya-biaya tersebut karena setelah masa lease berakhir diharapkan harga barang tersebut masih cukup tinggi. Di sini jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee.

Beberapa jenis bentuk variatif leasing, yaitu :[12]
1.      Sales type lease (Lease Penjualan)
Lease penjualan biasanya dilakukan oleh perusahaan industri yang menjual lease barang hasil produksinya. Dalam kontrak penjualan lease diakui dua macam pendapatan yaitu pendapatan penjualan barang dan pendapatan fee atas jasa pembelanjaan selama jangka waktu lease.
2.      Leverage Lease
Pada leasing ini dilibatkan pihak ketiga yang disebut credit provider. Lessor tidak membiayai objek leasing hingga sebesar 100% dari harga barang melainkan hanya antara 20% hingga 40%. Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan dibiayai oleh credit provider.
3.      Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lessee terletak pada dua negara yang berbeda.
Barang-barang atau peralatan yang ditransaksikan dalam cross border lease meliputi nilai jutaan dollar Amerika Serikat. Seperti Pesawat terbang bermesin jet dari Pabrikan Boeing dan Airbus.

C.    Bentuk Perjanjian Leasing
Dalam perjanjinan leasing paling tidak memuat :[13]
a)      Jenis transaksi leasing.
b)      Nama dan alamat masing-masing pihak.
c)      Nama, jenis, tipe dan lokasi penggunaan barang modal.
d)     Harga perolehan, nilai pembiayaan leasing, angsuran pokok pembiayaan, imbalan jasa leasing, nilai sisa, simpanan jaminan dan ketentuan asuransi barang modal yang dilease.
e)      Masa leasing. Ketentuan mengenai pengakhiran leasing yang dipercepat, penetapan kerugian yang harus ditanggung lease dalam hal barang modal yang dileasse dengan hak opsi hilang, rusak, atau tidak berfungsi karena sebab apapun. Tanggung jawab para pihak atas barang modal yang dileasekan.
D.    Keuntungan Menggunakan Leasing
Pembiayaan melalui leasing merupakan pembiayaan yang sangat sederhana dalam prosedur dan pelaksanaannya dan oleh karena itu leasing yang digunakan sebagai pembayaran alternatif tampak lebih menarik. Sebagai suatu alternatif sumber pembiayaan modal bagi perusahaan-perusahaan, maka leasing didukung oleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut:[14]
1.      Fleksibel, artinya struktur kontrak dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan yaitu besarnya pembayaran atau periode lease dapat diatur sedemikian rupa sesuai dengan kondisi perusahaan.
2.      Tidak diperlukan jaminan, karena hak kepemilikan sah atas aktiva yang di lease serta pengaturan pembayaran lease sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan oleh aktiva yang dilease sudah merupakan jaminan bagi lease itu sendiri.
3.      Capital saving, yaitu tidak menyediakan dana yang besar, maksimum hanya menyediakan down payment yang jumlahnya dalam kebiasaan lease tidak terlalu besar, jadi dalam hal ini bisa dikatakan menjadi suatu penghematan modal bagi lessee, yaitu lessee dapat menggunakan modal yang tersedia untuk keperluan lain. Karena leasing umumnya membiayai 100% barang modal yang dibutuhkan.
4.      Cepat dalam pelayanan, artinya secara prosedur leasing lebih sederhana dan relatif lebih cepat dalam realisasi pembiayaan bila dibandingkan dengan kredit investasi bank, jadi tanpa prosedur yang rumit dan hal itu memberikan kemudahan bagi para pengusaha untuk memperoleh mesin-mesin dan peralatan yang mutakhir untuk memungkinkan dibukanya suatu bidang usaha produksi yang baru atau untuk memodernisasi perusahaan.
5.      Pembayaran angsuran lease diperlakukan sebagai biaya operasional, artinya pembayaran lease langsung dihitung sebagai biaya dalam penentuan laba rugi perusahaan, jadi pembayarannya dihitung dari pendapatan sebelum pajak, bukan dari laba yang terkena pajak.
6.      Sebagai pelindung terhadap inflasi, artinya terhindar dari resiko penurunan nilai uang yang disebabkan oleh inflasi, yaitu lessee sampai kapan pun tetap membayar dengan satuan moneter yang lalu terhadap sisa kewajibannya.
7.      Adanya hak opsi bagi lessee pada akhir masa lease.
8.      Adanya kepastian hukum, artinya suatu perjanjian leasing tidak dapat dibatalkan dalam keadaan keuangan umum yang sangat sulit, sehingga dalam keadaan keuangan atau moneter yang sesulit apapun perjanjian leasing tetap berlaku.
9.      Terkadang leasing merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan aktiva bagi suatu perusahaan, terutama perusahaan ekonomi lemah, untuk dapat memodernisasi pabriknya.

E.     Mekanisme Leasing Syariah
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:[15]
1.      Lessee bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
2.      Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai dokumen lengkap.
3.      Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lessee (lama kontrak pembayaran sewa lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani.
4.      Pada saat yang sama, lessee dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dangan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama.
5.      Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut.
6.      Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lessee. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian purna jual.
7.      Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada suppplier.
8.      Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor.[16]
9.      Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
10.  Lessee membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease.

F.     Prinsip Operasional Usaha Leasing Syariah
Usaha leasing syariah dilakukan berdasarkan akad ijarah dan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
a.         Ijarah
Akad ijarah adalah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ijaerah) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.[17]  
Fitur dan Mekanisme
a.       Hak perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir), antara lain meliputi :
1.      Memperoleh pembayaran sewa dan/atau biaya lainnya dari penyewa (musta’jir), dan mengakhiri akad Ijarah dan menarik objek Ijarah apabila penyewa tidak mampu membayar sewa sebagaimana diperjanjikan.
2.      Kewajiban perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa antara lain meliputi :
menyediakan objek Ijarah yang disewakan;
1.      Menyediakan objek Ijarah yang disewakan;
2.      Menanggung biaya pemeliharaan objek Ijarah, dan
3.      Menjamin objek Ijarah yang disewakan tidak terdapat cacat dan dapat berfungsi dengan baik.
b.      Hak Penyewa (musta’jir), antara lain meliputi :[18]
1.      Menerima objek Ijarah dalam keadaan baik dan siap dioperasikan, dan
2.      Menggunakan objek Ijarah yang disewakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang diperjanjikan.
c.       Kewajiban penyewa (musta’jir), antara lain meliputi :
1.      Membayar sewa dan biaya-biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan,
2.      Mengembalikan objek Ijarah apabila tidak mampu membayar sewa,
3.      Menjaga dan menggunakan objek Ijarah sesuai yang diperjanjikan,
4.      Tidak menyewakan kembali dan/atau memindah tangankan objek Ijarah kepada pihak lain.
d.      Objek Ijarah adalah berupa barang modal yang memenuhi ketentuan, antara lain :
1.      Objek Ijarah merupakan  milik dan/atau dalam penguasaan perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa,
2.      Manfaat objek Ijarah harus dapat dinilai,
3.      Manfaat objek Ijarah harus dapat diserahkan penyewa,
4.      Pemanfaatan objek Ijarah harus bersifat tidak dilarang secara syari’ah (tidak diharamkan),
5.      Manfaat objek Ijarah harus dapat ditentukan dengan jelas, dan
6.      Spesifikasi objek Ijarah harus dinyatakan dengan jelas antara lain melalui identifikasi fisik, dan jangka waktu pemanfaatannya.
e.       Objek Ijarah antara lain :
1.      Alat-alat berat (heavy equipment),
2.      Alat-alat kantor (Office equipment),
3.      Alat-alat Foto (Photo equipment),
4.      Alat-alat medis (medical equipment),
5.      Alat-alat printer (printing equipment),
6.      Mesin-mesin (machineries),
7.      Alat-alat pengangkutan (vehicle),
8.      GGedung (building),
9.      Komputer, dan
10.  Peralatan telekomunikasi atau satelit.
f.       Persyaratan penetapan harga sewa (ujrah) atas objek Ijarah wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1.      Besarnya harga sewa (ujrah) atas objek Ijarah dan cara pembayaran ditetapkan menurut kesepakatan yang dibuat dalam akad secara tertulis, dan
2.      Alat pembayaran harga sewa objek Ijarah adalah berupa uang atau bentuk lain yang memiliki nilai yang sama yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.
g.      Dalam kontrak Ijarah paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut :
1.      Identitas perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir) dan penyewa (musta’jir),
2.      Spesifikasi objek Ijarah meliputi nama, jenis, jumlah, ukuran, tipe, dan lokasi penggunaan /penempatan objek Ijarah,
3.      Spesifikasi manfaat objek Ijarah,
4.      Harga perolehan, nilai pembiayaan, dan pembayaran sewa Ijarah,
5.      Jangka waktu sewa,
6.      Saat penyerahan objek Ijarah,
7.      Ketentuan mengenai pengakhiran transaksi yang belum jatuh tempo,
8.      Ketentuan mengenai biaya-biaya yang timbul selama masa sewa,
9.      Ketentuan mengenai biaya-biaya yang ditanggung oleh masing-masing pihak apabila terdapat kerusakan, kehilangan atau tidak berfungsinya objek Ijarh,
10.  Ketentuan mengenai pengalihan kepemilikan objek Ijarah oleh perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir) kepada pihak lain, dan
11.  Hak dan tanggung jawab masing-masing pihak.
h.      Dokumentasi dalam Ijarah oleh perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir) paling kurang meliputi :
1.      Surat persetujuan prinsip (offering later),
2.      Akad Ijarah,
3.      Perjanjian pengikatan jaminan atas pembiayaan sewa, dan
4.      Tanda terima barang,

b.         Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
Adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), disertai opsi pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa.[19]
Fitur dan Mekanisme
a.       Dalam pelaksanaan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik, perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa wajib membuat wa’ad yaitu janji pemindahan kepemilikan objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik pada akhir masa sewa. Wa’ad yang dibuat pemberi sewa bersifat tidak mengikat bagi penyewa dan apabila wa’ad dilaksanakan, maka pada akhir masa sewa wajib dibuat akad pemindahan kepemilikan.
b.      Hak perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa, antara lain adalah :
1.      Memperoleh pembayaran sewa dari penyewa,
2.      Menarik Objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik apabila penyewa tidak mampu membayar sewa sebagaimana diperjanjikan, dan
3.      Pada akhir masa sewa, mengalihkan objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik kepada penyewa lain yang mampu dalam hal penyewa sama sekali tidak mampu untuk memindahkan kepemilikan objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik atau memperpanjang masa sewa atau mencari calon penggantinya.
c.       Kewajiban perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa, antara lain adalah :
1.      Menyediakan objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik yang disewakan;
2.      Menanggung biaya pemeliharaan objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik, kecuali diperjanjikan lain, dan
3.      Menjamin objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik yang disewakan tidak terdapat cacat dan dapat berfungsi dengan baik.
d.      Hak penyewa, antara lain adalah :
1.       Menerima objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik dalam keadaan baik dan siap dioperasikan, dan
2.       Menggunakan objek Ijarah untahiyah Bit Tamlik yang disewakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang diperjanjikan.
3.       Pada akhir masa sewa, memindahkan kepemilikan objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik, atau memperpanjang sewa, atau mencari calon penggantinya dalam hal tidak mampu untuk memindahkan hak kepemilikan atas objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik atau memperpanjang masa sewa, dan
4.       Membayar sewa sesuai dengan yang diperjanjikan.
e.       Kewajiban penyewa, antara lain adalah :
1.      Membayar sewa sesuai dengan yang diperjanjikan,
2.      Menjaga dan menggunakan objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik sesuai dengan yang diperjanjikan,
3.      Tidak meyewakan kembali objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik kepada pihak lian, dan
4.      Melakukan pemeliharaan terhadap objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik.
f.       Objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik adalah berupa barang modal yang memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1.      Objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik merupakan  milik dan/atau dalam penguasaan perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa,
2.      Manfaat objek harus dapat dinilai dengan uang,
3.      Manfaat objek harus dapat diserahkan kepada penyewa,
4.      Pemanfaatan objek Ijarah Muntahiyh Bit Tamlik harus bersifat tidak dilarang secara syari’ah (tidak diharamkan),
5.      Manfaatnya harus dapat ditentukan dengan jelas, dan
6.      Spesifikasi objek Ijarah harus dinyatakan dengan jelas antara lain melalui identifikasi fisik, kelayakan, dan jangka waktu pemanfaatannya.
g.      Objek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik, antara lain adalah :
1.      Alat-alat berat (heavy equipment),
2.      Alat-alat kantor (Office equipment),
3.      Alat-alat Foto (Photo equipment),
4.      Alat-alat medis (medical equipment),
5.      Alat-alat printer (printing equipment),
6.      Mesin-mesin (machineries),
7.      Alat-alat pengangkutan (vehicle),
8.      Gedung (building),
9.      Komputer, dan
10.  Peralatan telekomunikasi atau satelit.
h.      Dokumentasi dalam Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik oleh perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa paling kurang meliputi :
1.      Surat permohonan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik,
2.      Surat persetujuan prinsip (offering later),
3.      Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik,
4.      Dokumen wa’ad,
5.      Perjanjian pengikatan jaminan atas pembayaran sewa,
6.      Perjanjian pemindahan kepemilikan.

Contoh Kasus :
Kami mengambil contoh di FIF Syari’ah Pos Ponorogo, transaksi yang digunakan adalah akad Murabahah. Ini mengandung 4 unsur pokok, antara lain :
1.      Adanya kesepakatan (suka rela) antara pihak perusahaan penjual dan pembeli,
2.      Bebas riba dan tidak ada unsur bunga,
3.      Dalam perhitungan transaksinya, harga jual yang diperuntukkan customer sama dengan harga beli semula ditambah dengan margin keuntungan,
4.      Denda yang dikenakan kepada customer yang tidak mematuhi aturan, maka denda tersebut harus dibayar nasabah ditambah dengan dana sosial sebesar Rp. 5000,- yang mana dana tersebut akan disalurkan dan dikelolah BAZIS untuk kegiatan sosial.
Perhitungan denda dengan rumus :
= (0,5 % x angsuran bulanan x hari keterlambatan) + Rp. 5000.


BAB III
KESIMPULAN

Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.

Macam-Macam Lasing
Secara garis besar leasing dibagi dua jenis :
1.      Financial Lease
2.      Operating Lease
Beberapa jenis bentuk variatif leasing, yaitu :
1.      Sales type lease (Lease Penjualan)
2.      Leverage Lease
3.      Cross Border Lease

Keuntungan Menggunakan Leasing
1.      Fleksibel. 
2.      Tidak diperlukan jaminan. 
3.      Capital saving. 
4.      Cepat dalam pelayanan. 
5.      Pembayaran angsuran lease diperlakukan sebagai biaya operasional. 
6.      Sebagai pelindung terhadap inflasi. 
7.      Adanya hak opsi bagi lessee pada akhir masa lease.
8.      Adanya kepastian hukum. 
9.      Terkadang leasing merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan aktiva bagi suatu perusahaan, terutama perusahaan ekonomi lemah, untuk dapat memodernisasi pabriknya.



DAFTAR PUSTAKA


Antonio, Muhammad Syafe’i, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2001.
Fuady, Munir. Hukum Tentang Pembiayaan. Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004.
Hermansyah, SH.,M.Hum. Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media group, 2005.
Muhammad, Abdul Kadir dan Rilda Murniati, Lembaga Keuangan dan pembiayaan. Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004.
Karim, Adiwarman A. Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), Jakarta : Rajawali pers, 2006.
Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2004.
Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 1999.
Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta : Kencana, 2009.
SKB Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan RI No. Kep-122/MKIV/2/1974; No. 32/M/SK/2/1974, tanggal 7 Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing pasal 1.


[1] Dahlan Forum, "Lesing (Sewa Guna Usaha)", dalam http://dahlanforum.wordpress.com/2009/04/24/leasing-sewa-guna-usaha-pengertian/ (13 Mei 2010).
[2] Putra, "Lembaga-Lembaga Pembiayaan Selain Bank", dalam     http://putracenter.wordpress.com/2009/02/08/lembaga-lembaga-pembiayaan-selain-bank/ (13 Mei 2010).
[3] SKB Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan RI No. Kep-122/MKIV/2/1974;No. 32/M/SK/2/1974, tanggal 7 Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing pasal 1.
[4] Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005), 12-13.
[5] ARC27, "Sejarah Leasing" dalam http://hukumperbankan.blogspot.com/2009/04/sejarah-leasing/.html (13 Mei 2010).
[6] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan syariah (Jakarta : Kencana, 2009), 347.
[7] Redaksi, "Mengenal Leasing Sebagai Pilihan pembiayaan Masa kini", dalam http://hukumpositif.com/?q=node/51 (13 Mei 2010). 
[8] Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta : Rajawali Pers, 2006), 140.
[9] Dahlan Forum, "Lesing (Sewa Guna Usaha)" dalam http://dahlanforum.wordpress.com/2009/04/24/leasing-sewa-guna-usaha-pengertian/ (13 Mei 2010).
[10] Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga keuangan (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), Edisi keempat, 297.
[11] Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati, Lembaga Keuangan dan pembiayaan (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004), 202-203.
[12] Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004), 18-21.
[13] Hakim, "Meknisme Leasing", dalam http://hakim20.wordpress.com/2008/04/04/mekanisme-leasing/ (13 Mei 2010).
[14] Dahlan Forum, "Lesing (Sewa Guna Usaha)", dalam http://dahlanforum.wordpress.com/2009/04/24/leasing-sewa-guna-usaha-pengertian/ (13 Mei 2010).
[15] Ibid.
[16] Docstoc, "Leasing", dalam http://www.docstoc.com/docs/12305459/leasing/ (12 April 2010).
[17] Muhammad Syafe'I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek (Jakarta : gema Insani, 2001), 177.
[18] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah (Jakarta : Kencana, 2009), 350.
[19] Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 1999), 71.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar