Selasa, 17 Juli 2012

Wall Street Journal : Rupiah Terus Terpuruk

http://bolehasyik.blogspot.comWall Street Journal : Rupiah Terus Terpuruk, Sebabkan Kekhawatiran Investor
Jakarta, Seruu.com - Kemerosotan rupiah menjadi salah satu pertanda bahwa investor mulai cemas akan berakhirnya booming ekonomi Indonesia. Rupiah terpuruk lebih dari 3% terhadap dolar AS dalam enam bulan terakhir. Ini dua kali lebih parah dari penurunan dolar Singapura dan ringgit Malaysia. Di Asia, hanya rupee India yang kinerjanya lebih buruh. Bursa saham dan obligasi juga turut terseret ke bawah.

Keraguan investor ini bertolak belakang dengan situasi awal tahun, ketika Indonesia baru saja mencatat pertumbuhan ekonomi tahunan yang paling kuat dalam 15 tahun terakhir. Saat itu, beberapa badan rating juga telah menaikkan peringkat kredit Indonesia menjadi investment grade.

Tapi kini investor khawatir bahwa ekonomi Indonesia mungkin melambat. Kebijakan pemerintah yang meragukan membuat sebagian investor memilih pergi. Bank Indonesia (BI) telah menerapkan beberapa pembatasan modal yang membuat banyak investor menganggap mereka tak akan bisa menarik modal dengan mudah dari Indonesia saat terjadi krisis.

"Dari anak emas menjadi buangan. Tak ada yang mau menyentuh [pasar Indonesia]," kata Michael Mata dari ING Global Bond Fund, yang mundur dari bursa obligasi rupiah akhir tahun lalu dan kini sudah tidak bermain di negara ini. Ketika pertumbuhan Asia secara keseluruhan melambat, "saat ini lingkungan di Indonesia secara umum memang tidak baik," tambahnya seperti dilansir dari Wall Street Journal, Selasa (17/7/2012).

Walaupun bursa saham naik 2% dalam enam bulan terakhir, kinerjanya masih jauh di bawah lonjakan 12% di bursa Filipina dan peningkatan indeks acuan Thailand yang mencapai 13%.

Dengan kelas menengah yang terus tumbuh, situasi politik yang kian stabil, serta sumber daya alam melimpah, Indonesia telah menjadi salah satu emerging market yang paling diminati. Tahun lalu, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,5%. Untuk kuartal pertama tahun ini, jumlah investasi asing langsung mencatat rekor tertinggi.

Secara keseluruhan, ekonomi Indonesia juga mampu bertahan menghadapi krisis global, umumnya berkat aktivitas ekspor yang tidak terlalu mengandalkan Eropa dan negara maju lain. Pasar konsumen yang mencapai 240 juta orang membantu membuat Indonesia relatif kebal dari krisis finansial global tahun 2008. Beberapa pengamat masih yakin Indonesia akan bernasib lebih baik dari tetangga-tetangga Asia jika krisis global memburuk.

Moody's Investors Service hari Senin kemarin mempertahankan peringkat investment grade Indonesia berdasarkan pertumbuhan yang kuat, utang negara yang lebih rendah, serta "rekam jejak manajemen fiskal yang berhati-hati." Namun, kegagalan memangkas angka subsidi "merupakan risiko terhadap neraca fiskal dan perdagangan," tegas Moody's.

Tapi beberapa investor merasa cemas akan respons pemerintah terhadap tanda-tanda perlambatan ekonomi. BI belum lama ini mencoba menyokong rupiah dengan berupaya meredam ketersediaan dolar. Saat BI menjual dolar, kata para trader, BI menjualnya ke sekelompok kecil pembeli dalam jumlah yang lebih sedikit.

Pekan lalu BI menyatakan akan mendongkrak ketersediaan dolar, tapi investor masih berhati-hati bermain di rupiah ataupun saham dan obligasi Indonesia.

Edwin Gutierrez, manajer portofolio Aberdeen Asset Management (London), menyebut pergerakan BI itu sebagai "sikap yang tidak ramah terhadap pasar." Ia menambahkan bahwa reksa dananya telah mengurangi paparan Indonesia dan beralih ke bursa tetangga seperti Malaysia dan Vietnam, bahkan Pakistan.

Namun beberapa investor menganggap langkah-langkah pemerintah itu tak membuat mereka menarik investasi dari Indonesia. "Mungkin sikap itu membuat orang khawatir," kata Jan Dehn, manajer portofolio Ashmore Investment Management (London). "Tapi tidak membuat Indonesia menjadi mimpi buruk."
http://www.seruu.com/utama/ekonomi-d...tiran-investor

-----------------

[imagetag]

Kalau menurut teori siklus ekonomi, perekonomian suatu negara yang menganut sistem pasar, memang tak selamanya selalu 'booming', karena ada masanya mengalami kpenurunan kegiatan ekonomi (reccession) dan 'depressi' ekonomi. Eropa dan AS emngalami peristiwa buruk itu, mendekati depressi ekonomi. Kita di Indonesia hanya soal waktu saja!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar