Selasa, 31 Juli 2012

Jualnya Dekat Kuburan, Namanya Es Pocong, Begini Rasanya

Pernah makan pocong? Atau mencicipi kolor ijo? Minggu (29/7/2012) sore, sejumlah orang berkerumun. Mereka antre minta pocong, pesan iblis untuk dibawa pulang, atau menunggu kuntilanak diantarkan.

Tenang dulu. Ini tak ada hubungannya dengan praktik ilmu hitam, pesugihan di gunung atau gua-gua yang kental nuansa mistis. Pemandangan tersebut tampak di pinggir Jalan Raya Margonda, Depok, tepatnya di depan Warung Es Pocong.



Ya, `pocong' dan teman-temannya itu bukan makhluk halus seperti dalam film. Mereka ini nama-nama menu makanan di Warung Es Pocong. "Namanya (pocong) menyesuaikan dengan tema tempatnya," kata Reki Elrison (28), yang diberi tanggungjawab sang pemilik untuk mengelola warung itu, saat ditemui di Warung Es Pocong, Depok, Minggu (29/7/2012). Memang, warung ini terletak di kawasan Kober, yang dalam Bahasa Betawi berarti kuburan.

Warung Es Pocong berkonsep `seram.' Dindingnya dicat merah dan hitam. Merah di bagian atas hingga setengah tembok, sisanya dipulas warna hitam.

Di sekeliling tembok dipasang topeng-topeng Panthom. Gerobak di dalam warung itu tak kalah seram, kedua tiang gerobak ditempeli dengan pocong mini. Bohlamnya berwarna kuning, tak terlampau terang, menciptakan efek remang-remang mengerikan.

Es pocong adalah bubur sumsum dicampur dengan potongan pisang tanduk, diberi es batu, dan di atasnya disiram sirup Tjampolay. Warna sirup tempo dulu itu membuat es pocong berwarna merah muda saat diaduk.

Bubur sumsum yang lembut dan gurih mulus melewati lidah. Di antara lembutnya adonan bubur terselip potongan-potongan kecil pisang tanduk yang butuh sedikit sekali gerakan mengunyah, membuat tekstur lembut bubur sumsum makin menonjol. Potongan pisang turut menyumbang rasa manis alami dari fruktosa (kandungan gula dalam buah-buahan dan sayuran).

Sirup Tjampolay menyempurnakan rasa bubur. Rasa manis itu bertambah kuat di lidah seiring menyatunya bubur, pisang, dan sirup. Sedari awal, wangi Tjampolay yang khas saja sudah menggoda.
Sedangkan es batu jadi penyatu yang ciamik. Sensasi dingin membuat unsur-unsur dalam segelas Es Pocong itu jadi lebih menyegarkan dan menggelitik lidah, membuat Es Pocong jadi minuman primadona. Sehari bisa terjual hingga 300 gelas. Begitu kata pengelola warung yang berdiri pada medio 2006 ini.

Es Pocong punya pasangan sepadan, Mendoan Iblis namanya. Iblis ini benar-benar pandai memikat pengunjung. "Sehari bisa habis kira-kira 60 ikat tempe. Satu ikatnya ada delapan tempe," kata Reki. Jadi, dalam sehari warung ini bisa menjual sekitar 480 buah mendoan.

"Aku suka mendoan biasa dengan cabai rawit super banyak. Tiap kali Papaku ke Depok, Papa selalu ngajak ke Es Pocong karena Papa juga suka tempe mendoan di sana," kata Anneila Firza (20), mahasiswi Universitas Indonesia asal Pekan Baru. Mendoan Iblis ini memang disajikan dengan cabai rawit, sambal kecap, bahkan mayonaise pun jadi.

Para `hantu' ini dijual murah. Mendoan Iblis bisa didapat dengan Rp2.500,00 dan Rp6.000,00 buat segelas Es Pocong. Tak hanya dua menu itu. Warung Es Pocong masih punya beraneka menu unik lain.
Menu di warung itu didominasi ragam minuman soda, seperti Kolor Ijo (sirup melon dicampur susu dan soda), Sundel Bolong (sirup stroberi dicampur susu dan soda), atau Kuntilanak (sirup apel dicampur susu dan soda).

Semuanya dibandrol dengan harga Rp6.000,00. Ada juga Jenglot (olahan dari kentang), Mie Ronggeng, dan Roti Mohawk (aneka macam roti bakar). Seporsi makanan ini dihargai antara Rp8.000,00-
Rp10.000,00.

Warung Es Pocong dibuka setiap hari. Saat hari biasa, ia buka dari pukul 08.00-22.00 WIB. Sedangkan saat Bulan Ramadan seperti sekarang, Warung Es Pocong hanya buka setengah hari, pukul 16.00-22.00 WIB.

Menjelang maghrib, Warung Es Pocong makin dipadati pembeli. Mereka mengular, antre membeli Mendoan Iblis atau aneka minuman di sana.

Lokasi warung yang dekat dengan beberapa kampus membuat warung itu didominasi pengunjung mahasiswa. "Tapi kalau akhir pekan banyaknya keluarga," Reki menambahkan.

Warung Es Pocong bermula dari ide Rahmat. Ia kemudian mengajak saudaranya, Hakim dan Haris untuk membuat usaha. Maka, jadilah sebuah tempat makan berkonsep horror. Resep mendoan dari istri Rahmat jadi hidangan awal kala itu.

Kini, Warung Es Pocong terus berkembang. Dua puluh karyawannya bekerja dengan sistem shift. Dalam sehari omzet Warung Es Pocong bisa melebihi dua juta rupiah dan sekitar satu juta rupiah selama Bulan Ramadan.

"Tidak ada cabang asli dari sini, tapi ada franchise-nya," kata Reki. Selain di Kober, Jalan Margonda Raya, Depok, Warung Pocong bisa kita temukan di Lenteng Agung, Tangerang, Solo, hingga Medan.

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar