Senin, 11 Juni 2012

Pemikiran Ekonomi Islam Pada Periode Kontemporer Madzhab Mainstream




BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Selama 14 abad sejarah Islam, terdapat studi yang berkesinambungan tentang berbagai isu ekonomi dalam pandangan syariah. Sebagian besar pembahasan isu-isu tersebut terkubur dalam berbagai literature hukum Islam yang tentu saja tidak memberikan perhatian khusus terhadap analisis ekonomi. Sekalipun demikian, terdapat beberapa catatan para cendekiawan muslim yang telah membahas berbagai isu ekonomi tertentu secara panjang, bahkan di antaranya memperlihatkan suatu wawasan analisis ekonomi yang sangat menarik.
Diantara pembahasan para cendikiawan adalah beberapa madzhab tentang perekonomian islam pada era kontemporer, yaitu madzhab Iqtishaduna, madzhab Mainstream, madzhab pemikiran alternatif.

  1. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja pola pemikiran ekonomi islam pada periode kontemporer?
2.      Bagaiman pola pemikiran tokoh madzhab Mainstream?



BAB II
PEMBAHASAN

  1. POLA PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PADA PERIODE KONTEMPORER
Dalam perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat dengan ekonomi perbankan secara islami, maka ekonomi islam mempunyai tantangan besar dalam menghadapinya. Diantaranya adalah: pertama, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan keuangannya. Kedua, bagaimana sistem ekonomi islam dapat meningkatkan dan menjamin kelangsungan hidup serta kesejahteraan umat, dapat menghapus kemiskinan dan pengangguran, serta dapat memajukan ekonomi dalam negeri. Ketiga, mengenai perangkat peraturan: hukum dan kebijakan baik dalam skala nasional dan internasional.[1]
Ekonomi islam tidak bisa begitu saja terlepas dari ekonomi konvensional. Paradigma ekonomi konvensional akan tetap berfungsi dalam membentuk paradigma ekonomi islam dan pelaksanaannya. Terdapat beberapa pandangan/madzhab yang populer dalam era kontemporer ini, diantaranya adalah madzhab iqtishaduna yang dipelopori oleh Baqr as-Sadr. Madzhab ini memandang bahwa ilmu ekonomi tidak akan pernah sejalan dengan hukum islam karena keduanya berangkat dari folosofi yang bertolak belakang. Disamping itu teori-teori yang dikembangkan oleh ekonomi konvesional akan ditolak dan tidak dipergunakan sama sekali, sebagai gantinya madzhab ini menyusun teori-teori baru tentang ekonomi yang sumbernya langsung dari al-Quran dan as-Sunnah.
Selanjutnya terdapat satu madzhab yang bertolak belakang dengan madzhab baqir, yaitu madzhab Mainstream. Madzhab ini tidak meninggalkan teori konvesional secara sekaligus, karena madzhab ini punya pandangan bahwa semua permasalahan ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan  pandangan konvesional. Letak perbedaanya hanya terdapat di cara menyelesaikan masalah ekonomi tersebut.
Berikutnya terdapat madzhab Alternatif, yang berpandangan bahwa analitis kritis tidak hanya dilakukan di sistem ekonomi sosialisme dam kapitalisme saja, bahkan harus dilakukan di ekonomi islam itu sendiri. Madzhab ini juga mengkritik madzhab-madzhab lainnya, madzhab Baqr dianggap berusaha menemukan teori baru yang sebenarnya telah ditemukan orang lain. Madzhab Mainstream dianggap sebagai jiplakan dari ekonomi neo-klasik hanya saja di madzhab ini menghilangkan unsur riba dan memasukkan variabel zakat serta niat.[2]
 Dalam hakikatnya nilai-nilai dasar ekonomi syariah dengan background tauhid harus meliputi: kepemilikan (ownership), keseimbangan (equilibrium), dan keadilan (justice). Ketiga nilai dasar tersebut dapat diperincikan sebagai berikut:[3]
1.                   Kepemilikan (ownership)
·         Pemilikan terletak pada kemanfaatanya dan bukan mengusai secara mutlak terhadap sumber-sunber ekonomi
·         Pemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia, jika orang itu mati maka harus didistribusikan kepada ahlu warisnya menurut ketentuan islam. Sebagaimana firman Allah :
كتب عليكم اذا حضر احدكم الموت ان ترك خيرا صلى الوصية للوالدين و الاقربين بالمعروفج حقا على المتقين.
Diwajibkan atas kamu, jika seseorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara adil dan baik, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.[4]
·      Pemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber ekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau hajat hidup orang banyak. Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau dikuasai negara.
  1. Keseimbangan (equilibrium), yang pengaruhnya terlihat pada berbagai aspek tingkah laku ekonomi muslim, misalnya kesederhanaan (moderation), berhemat (parsimory), dan menjauhi keborosan (extravagance).
  2. Keadilan (justice). Keadilan dalam masalah ekonomi:
a)      Keadilan berarti kebebasan yang bersyarat akhlak islam.
b)      Keadilan harus ditetapkan disemua fase kegiatan ekonomi. Artinya keadilan dalam produksi dan konsumsi.
.
  1. POLA PEMIKIRAN TOKOH MADZHAB MAINSTREAM
Ekonomi islam mempunyai dua sifat dasar yaitu, Rabbani dan  Insani. Disebut Rabbani karena ekonomi islam sarat dengan tujuan dan nilai-nilai Ilahiyyah sedang disebut Insani karena sistem ekonomi islam dilaksanakan dan ditujukan untuk kemaslahatan manusia. Atas dasar hal ini maka muncullah konsep-konsep. Antara lain:

1.         Konsep tauhid
Konsep ini menjelaskan tentang keesaan Allah, yakni bagaimana hubungan manusia dengan Allah serta hubungan dengan sesamanya dan alam sekitar. Sebagaiamana firman Allah:
و ما خلقت الجن و الانسان الا ليعبدون.
Dan tidaklah aku jadikan jin dan manusia itu melainkan untuk menyembah dan beribadah kepaaku.
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa hidup manusia penuh dengan pengabdian kepada Allah SWT, bukan hanya pada ibadah khusus seperti sholat, zakat, dan haji, bahkan mencakup seluruh aktivitas manusia termasuk aktivitas dibidang ekonomi.

2.         Konsep Rububiyyah
Peraturan yang ditetapkan Allah bertujuan untuk memelihara dan menjaga kehidupan manusia ke arah kesempurnaan dan kemakmuran. Oleh karena itu manusia dituntut untuk mencari dan menjaga rezeki yang diberikan Allah.

3.         Konsep Khalifah
Manusia sebagai kholifah di muka bumi adalah sebuah qodrat dari Allah SWT. Hal ini merupakan rumusan untuk membina konsep ekonomi islam, dan sekaligus sebagai falsafah ekonomi islam. Manusia yang telah diberi amanah sebagai kholifah haruslah merealisasika kesejahteraan yang seharusnya menjadi tujuan ekonomi islam.

4.         Konsep Tazkiyah
Konsep ini adalah konsep yang membentuk kesucian jiwa dan ketinggian akhlaq, sebagaimana misi dari dakwah nabi Muhammad adalah untuk menyempurnakan akhlaq.[5] Rasulullah bersabda:
انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
Sesungguhnya hanyalah  aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.
Dari keempat konsep tersebut seorang tokoh madzhab mainstream yang bernama Dr. Monzer Kahf, ketua Economist Group Association of Muslim Social Scientist, USA, dan salah seorang ekonom di Islamic Reserch dan Training Institute Islamic Devolepment Bank (IRTI-IDB), mempunyai pandangan bahwa ekonomi adalah sebagai bagian tertentu dari agama. Beliau juga adalah orang yang pertama mengaktualisasi analisis penggunaan beberapa institusi islam (misal zakat) terhadap agregat ekonomi, seperti simpanan, investasi, konsumsi, dan pendapatan.[6]
Beliau mempunyai asumsi dasar yakni tetntang islamic man. Baginya, semua oarang yang berkeinginan untuk menerima paradigma islam maka dia dapat disebut sebagai Islamic Man. Jadi orang islam tidak harus muslim. Apabila seseorang terbiasa menerima tiga pilar ekonomi islam maka pemikiran dan segala apa yang diputuskan akan berbeda dengan orang yang menjalankan ekonomi konvesional. Adapun tiga pilar tersebut adalah:
·           Segala sesuatu adalah mutlak milik Allah, dan umat manusia sebagai kholifah-Nya (memiliki hak / bertanggungjawab)
·           Tuhan itu satu, hanya hukum Allah yang dapat diperlakukan
·           Kerja adalah kebijakan, dan kemalasan adalah sifat buruk; oleh karena itu diperlukan sikap memperbaiki diri sendiri.[7]

Teori konsumsi dalam ekonomi islam juga mengenal rasionalisme. Rasionalisme adalah salah satu istilah yang paling bebas digunakan dalam ekonomi, karena segala sesuatu dapat dirasionalisasikan sekali kita mengacunya kepada beberapa perangkat aksioma yang relevan. Rasionalisme dalam islam dinyatakan sebagai alternative yang konsisten dengan nilai-nilai Islam.
Seorang dapat dianggap rasional menurut islam apabila dia melakukan hal-hal berikut:
a.              Menghindarkan diri dari sikap israf (berlebih-lebihan melampauhi batas)
b.             Mengutamakan akhirat dari pada dunia
c.              Konsisten dalam prioritas pemenuhan keperluan
d.             Memperhatikan etika dan norma

Adapun konsep asas rasionalisme islam menurut Monzer Kahf adalah konsep kesuksesan, jangka waktu perilaku konsumen, konsep kekayaan, konsep barang, etika konsumen. Dan kelima konsep terebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Ø   Konsep kesuksesan
Dalam dunia islam tidak pernah mengungkiri orang menjadi sukses dalam perekonomian. Namun kesuksesan tersebut tidak hanya kesuksesan duniawi saja akan tetapi juga kesuksesan kelak hari kiamat yaitu mencapai ridlo ilahi. Kesuksesan dalam kehidupan muslim diukur dengan moral agama Islam.
Ø   Jangka waktu perilaku konsumen
Kehidupan manusia di dunia hanyalah sementara dan ada kehidupan yang lebih kekal yakni kehidupan akhirat. Maka dalam mencapai kepuasan harus ada keseimbangan antara dunia dan akhirat. Oleh karena itu, keuntungan di dunia sanggup dikorbankan demi kepuasan di akhirat.
Ø   Konsep kekayaan
Dalam islam kekayaan adalah amanah dari Allah SWT untuk mencapai kesuksesan dan kepuasan di hari kiamat kelak, kebalikannya konvesional memandang kekayaan sebagai hak individu dan merupakan pengukur tahap pencapaian mereka di dunia.


Ø   Konsep barang
Dalam Al-Quran barang dibagi menjadi dua: at-thoyyibah (baik, bersih, dan suci serta berfaedah) dan al-rizq (rezeki, anugrah, dan hadiah dari Allah) yang semuanya mengandung halal dan haram. Sedang dalam pandangan ekonomi islam barang di bagi menjadi tiga: dloruriyyat (barang primer), hajiyyat (barang sekunder), dan tahsiniyyat (barang tersier). Dalam penggunaan barang-barang tersebut harus memperhatikan maqoshid al-syar’ah (tujuan-tujuan syariah).
Ø   Etika konsumen
Agama islam tidak melarang manusia untuk menggunakan barang dalam mencapai kepuasan selagi manusia itu tidak mengkonsumsi barang yang haram dan yang merusak dirinya. Tetapi islam melarang menggunakan barang dengan niat isrof (pembadziran) dan tabdzir (spending in the wrong way) misal, suap dan berjudi.[8]
Monzer kahf juga mengembangkan pemikirannya di bidang konsumsi islam dengan memperkenalkan Final Spending (FS) sebagai variable standar dalam melihat kepuasan maksimum yang diperoleh konsumen muslim. Salah satunya dimulai dengan melihat adanya asumsi bahwa secara khusus institusi zakat diasumsikan sebagai sebuah bagian dari struktur sosio-ekonomi. Kahf berasumsi bahwa zakat merupakan keharusan bagi muzakki. Oleh karena itu, meskipun zakat sebagai spending yang memberikan keuntungan, namun karena sifat dari zakat yang tetap, maka diasumsikan di luar Final spending. Rumus Final Spending bagi individu menurut analisa Kahf adalah:
FS = (Y-S) + (S-SZ)
FS = (Y-SY) + (SY-ZSY) atau
Fs = Y (I-ZS)
Keterangan : FS = Final Spending
                      s = Presentasi Y yang ditabung
                      Y = Pendapatan
                      S = Total tabungan
                      Z = Presentasi zakat
          Semakin tinggi s maka semakin kecil FS.[9]











BAB III
KESIMPULAN

Dalam era kontemporer ada tiga madzhab dalam ekonomi islam. diantaranya adalah iqtishaduna yang berpendapat ilmu ekonomi tidak akan pernah bisa sejalan dengan islam. Keduanya tidak pernah dapat disatukan karena berangkat dari filosofi yang saling kontradiktif, mainstream yang berpendapat bahwa masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Hanya saja letak perbedaannya terletak pada cara menyelesaikan masalah tersebut, alternatif yang berpendapat analitis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga tehadap ekonomi islam itu sendiri.
Dr. Monzer Kahf mempunyai pandangan bahwa ekonomi adalah sebagai bagian tertentu dari agama. Beliau juga adalah orang yang pertama mengaktualisasi analisis penggunaan beberapa institusi islam (misal zakat) terhadap agregat ekonomi, seperti simpanan, investasi, konsumsi, dan pendapatan.







DAFTAR PUSTAKA

Hulwati, Ekonomi Islam, Jakarta: Ciputat Press Group, 2009
Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, Bandung: Alfabeta, 2010
Nor Chamidi, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Departemen Agama RI, Al-quran dan terjemahnya, Bandung: CV Penebit Jumanatul ‘Ali, 2007
www.google.com Konsep Asas Rasionalisme Islam Menurut Mozer Kahf


[1]  Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, ( Bandung: Alfabeta, 2010 ), hlm. viii
[3]  Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, ( Bandung: Alfabeta, 2010 ), hlm.21
[4] Departemen Agama RI, Al-quran dan terjemahnya, (Bandung: CV Penebit Jumanatul ‘Ali, 2007), hlm. 27
[5] Hulwati, Ekonomi Islam, ( Jakarta: Ciputat Press Group, 2009), hlm.1-3
[6]  www.google.com Konsep Asas Rasionalisme Islam Menurut Mozer Kahf
[7]  Nor Chamidi, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 386
[8]  Ibid, hlm.389-390
[9]  www.google.com Konsep Asas Rasionalisme Islam Menurut Mozer Kahf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar