Senin, 11 Juni 2012

ANALISIS TENTANG PENDAPATAN NASIONAL


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dalam sejarah Indonesia sejak orde baru hingga sekarang, sering kali pemerintah berperan sebagai motor utama, jika tidak dikatakan sebagai satu-satunya penggerak perekonomian nasional. Mungkin bukti paling nyata yang menunjukkan besarnya peran pemerintah di dalam perekonomian Indonesia selama ini adalah keberadaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

B.     RUMUSAN MASALAH
ü  Sebutkan konsep-konsep pendapatan nasional?
ü  Jelaskan empat macam sudut tinjauan dari struktur ekonomi Indonesia?
ü  Jelaskan keseimbangan pendapatan nasional?
ü  Gambarkan pajak dan pendapatan nasional?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    KONSEP-KONSEP PENDAPATAN NASIONAL

Istilah “pendapatan nasional” dapat berarti sempit dan berarti luas. Dalam arti sempit “pendapatan nasional” dapat merujuk ke Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross National Product (GNP); Produk Nasional Neto (PNN) atau Net Nasional Product (NNP); atau merujuk kepada Pendapatan Nasional(PN)  alias Nasional income (NI) tadi. Keempat konsep “Pendapatan Nasional” ini (PDB, PNB, PNN, PN) berbeda satu sama lain. Istilah “pendapatan nasional” dalam arti luas, sehingga ia dapat merujuk ke salah satu dari konsep-konsep tadi. Kecuali di sebutkan spesifik, kita akan menggunakan istilah “pendapatan nasional” untuk menyatakan secara umum prestasi ekonomi suatu bangsa atau negara[1].
  
B.     STRUKTUR EKONOMI INDONESIA
Struktur ekonomi sebuah negara dapat di lihat dari berbagai sudut tinjauan. Dalam hal ini, struktur ekonomi dapat dilihat setidak-tidaknya berdasarkan empat macam sudut tinjauan yaitu:
1.         Tinjauan makro-sektoral
2.         Tinjauan keuangan
3.         Tinjauan penyelenggaraan kenegaraan
4.         Tinjauan birokrasi pengambilan keputusan
Dua yang disebut pertama merupakan tinjauan ekonomi murni, sedangkan dua yang di sebut kemudian merupakan tinjauan politik.[2]
Berdasarkan tinjauan makro-sektoral sebuah perekonomian dapat berstruktur, misalnya: agraris (agricultural), industrial (industrial), atau niaga (commercial); tergantung sektor produksi apa/nama yang menjadi tulang punggung perekonomian yang bersangkutan. Berdasarkan tinjauan keuangan ( spesial), suatu perekonomian dapat di nyatakan berstruktur kekotaan/moderen.
Orang dapat pula melihatnya dengan tinjauan penyelenggaraan kenegaraan, menjadi perekonomian yang berstruktur etatis, egaliter, atau borjuis. Predikat struktur ini tergantung pada siapa atau kalangan mana yang menjadi pemeran utama dalam perekonomian yang bersangkutan; apakah pemerintah/negara, ataukah rakyat kebanyakan, ataukah kalangan pemodal + usahawan (kapitalis). Bisa pula struktur ekonomi dilihat berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya. Dengan sudut tinjauan ini, dapat dibedakan antara struktur ekonomi yang sentralistis dan yang desentralistis.[3]  
  
C.     KESEIMBANGAN PENDAPATAN NASIONAL
Menurut kaum klasik, pendapatan nasional akan selalu dalam keadaan full employment di mana keinginan masyarakat untuk menabung sama dengan keinginan perusahaan untuk melakukan investasi (dalam arti ex ante). Dalam kenyataannya (ex post) tabungan selalu sama dengan investasi. Namun ex post tabungan sama dengan investasi bukanlah merupakan syarat adanya keseimbangan dalam pendapatan nasional  yang selalu dalam keadaan full employment. Keynes membantah keadaan ini dan menyatakan bahwa pendapatan nasional yang seimbang dapat terjadi pada keadaan kurang dari full employment.[4]
Perbedaan pendapat ini secara sederhana dapat di jelaskan dengan contoh sebagai berikut. Misalnya, sektor perusahaan menghasilkan output sebesar  Rp  1.000  juta (Y) dalam keadaan full employment dan mengharapkan dapat menjual R p 800 juta kepada sektor rumah tangga © dan ingin menggunakan sisanya yang sebesar Rp 200 juta untuk investasi (persediaan termaksud dalam pengertian investasi). Mereka akan tetap menghasilkan sejumlah itu sepanjang keinginan untuk menjual terealisir. Jika konsumen (rumah tangga) merencanakan membeli sebesar Rp  800 juta (dengan demikian keinginan untuk menabung sebesar Rp 200 juta) maka apa yang di inginkan oleh sektopr perusahaan persis sama dengan yang di inginkan oleh konsumen. Tetapi, apa bila konsumen memutuskan hanya akan membelanjakan sebesar Rp 700 juta (berarti keinginan menabung sebesar Rp 300 juta) maka keinginan kedua pihak tidak sama.
Menurut Keynes, apabila sektor mengalami tambahan persediaan yang tidak di inginkankan,  pengusaha akan memperkecil/mengurangi produksi. Output akan turun selama keinginan menabung lebih besar dari pada keinginan untuk investasi (dus,ada persediaan yang tidak diinginkan). Proses turunnya output itu akan terus berlangsung ssmpai keinginan menabung sama dengan keinginan investasi,dalam mana pendapatan nasional keseimbangan yang baru lebih rendah dari semula. Berapa besarnya penurunan pendapatan nasional sebagai akibat keinginan menabung lebih besar daripada keinginan investasi? Untuk menjelaskan hal ini Keynes menciptakan fungsi konsumsi (dilihat dari segi lain juga merupakan fungsi tabungan). [5]


D.    PAJAK DAN PENDAPATAN NASIONAL[6]

BAB III
KESIMPULAN


Dari data yang kami dapat, bahwa struktur ekonomi dapat dilihat setidak-tidaknya berdasarkan empat macam sudut tinjauan yaitu:
1.         Tinjauan makro-sektoral
2.         Tinjauan keuangan
3.         Tinjauan penyelenggaraan kenegaraan
4.         Tinjauan birokrasi pengambilan keputusan


DAFTAR PUSTAKA

Dumairy, Perekonomian Indonesia, Jakarta: Gelora Aksara Pratama,1996

Nopirin, Ekonomi Moneter, Yogyakarta: Bpfe,1992

Tulus T.H. Tambunan, perekonomian Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011




[1] Dumairy, Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Gelora Aksara Pratama,1996) hlm 37
[2] Dumairy, Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Gelora Aksara Pratama,1996) hlm 46
[3] Ibid , hlm 46
[4] Nopirin, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: BPFE, 1992), hlm 79
[5] Nopirin, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: BPFE, 1992), hlm 80

[6] Nopirin, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: BPFE, 1992), hlm 81

Tidak ada komentar:

Posting Komentar