Jumat, 10 Agustus 2012

Ketika Gajah Mengerdil dan Kadal Meraksasa


Mengapa manusia kerdil Homo floresiensis hingga kini hanya ditemukan di Flores? Mengapa pula gajah purba paling kerdil di Indonesia, Stegodon sondaari, juga ditemukan di Flores? Pengerdilan selalu menjadi tema menarik di Flores yang hingga kini belum semuanya terjawab dengan memuaskan.

Tak hanya pengerdilan, ada juga kasus fauna yang justru meraksasa. Mengapa kadal raksasa Varanus komodoensis ditemukan di Flores dan pulau-pulau di sekitarnya dan bahkan hingga kini masih lestari? Tak hanya biawak, tikus Papagomys sp pun di Flores menjadi raksasa.

Fachroel Azis, ahli paleontologi yang pernah memimpin ekskavasi di cekungan Soa, memaparkan pendapatnya soal teori umum biogeografi pulau. Katanya, jika mamalia tinggal di pulau terisolasi, dia akan mengecil. Jika reptil, dia akan membesar.

”Di pulau terisolasi, sumber makanan terbatas. Jadi, kalau dia besar, kan, cepat habis makanannya,” kata Azis. Karena itu, stegodon yang ditemukan di pulau-pulau terisolasi akan lebih kecil dibandingkan dengan stegodon yang ditemukan di Jawa.

Reptil seperti komodo justru jadi besar di pulau karena hampir tak ada predator tandingan. Bahkan, di Flores, gajah purba stegodon adalah mangsa dari komodo.

Di Flores ada stegodon yang kecil (Stegodon sondaari) ada juga yang besar (Stegodon florensis). Namun, jika yang besar itu dibandingkan dengan yang di Jawa (Stegodon trigonocephalus), jelas masih lebih kecil.

Stegodon florensis yang di Liang Bua, sama-sama satu spesies di Flores pun, lebih kecil dari yang di cekungan Soa. ”Itu karena terisolasi lebih lama karena itu diberi nama Stegodon florensis insularis,” tutur Azis.

Geolog dan paleontolog yang mendalami stegodon dari Universitas Wollongong Australia, Gert D van den Bergh, yang saat ini sedang aktif meneliti di cekungan Soa, mengungkapkan, gajah di Flores dulu kerdil sebagai adaptasi kondisi pulau. Di Pulau kecil tak perlu badan besar karena tak ada pemangsa seperti harimau.

”Tak ada gunanya memiliki badan besar di pulau,” kata Gert. Badan besar seperti gajah Afrika mereka bisa keliling 200-300 kilometer untuk mencari makanan. Kalau di pulau, seperti di Flores, jalan 100 kilometer sudah dari ujung ke ujung.

Sifat dari sebuah pulau yang terisolasi adalah miskinnya biodiversitas. Jumlah spesies yang ditemukan di cekungan Soa pun terbatas karena sejak lama Flores adalah sebuah pulau yang terisolasi dari dataran besar. Tidak ada jembatan darat sehingga banyak hewan yang tidak bisa sampai ke Flores.

”Kalau gajah, dia cocok untuk menyeberangi laut karena badan besar sehingga puasa tiga hari tidak akan mati,” papar Gert. Gajah juga tak bisa tenggelam karena tengkoraknya banyak memiliki kantong udara serta memiliki snorkel sehingga bernapas lebih mudah.

Jadi, dalam satu juta tahun, kata Gert, sekali-kali ada gajah yang menyeberang, mungkin karena tsunami. Skenario tsunami ini kuat dugaannya karena banyak satwa endemik lain di Flores yang bukan perenang ulung, seperti komodo, yang ternyata ada di Flores. Sejak zaman es, Flores memang tak pernah tersambung dengan daratan Asia atau Australia.

Uniknya, ketika gajah punah, komodo hingga kini masih lestari walaupun lokasinya makin terbatas. Hingga kini, spesies biawak raksasa ini seolah menolak teori umum biogeografi bahwa di pulau terisolasi, spesies akan mengalami kepunahan yang lebih cepat.

Nyatanya, komodo di Flores justru menemukan rumahnya dan menjadi komodo yang endemik di Flores. Sebaliknya, di tempatnya di daratan yang lebih luas, komodo sudah tak lagi ditemukan secara endemik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar