Upaya membungkam aktivis pembela HAM di sejumlah negara di dunia, termasuk Munir, diyakini tidak akan bisa mengakhiri upaya mereka menyuarakan demokrasi, kebebasan dan penegakan HAM di dunia. Pembunuhan terhadap Munir bahkan telah dijadikan sebagai senjata ampuh bagi para pembela HAM di Indonesia untuk tetap melawan berbagai pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara.
Demikian salah satu kesimpulan hari pertama Platform Dublin ke-6, yang digelar Rabu pagi waktu setempat, 14 September 2011.
Pada sesi pertama, pertemuan yang dihadiri pembela HAM dari 91 negara di dunia ini mendengarkan kesaksian beberapa pembela HAM yang tengah menjadi target pembunuhan di negaranya masing-masing. Mereka antara lain Haitham Al Maleh dari Syria, Igor Kalyapin dari Rusia, Ahmad Gharbela Mesir, serta aktivis dari Bahrain, Kolumbia dan Australia.
Usman Hamid dari Indonesia, dalam pengantar sesi diskusi membeberkan penanganan kasus Munir yang sampai saat ini belum tuntas. "Pembunuhan terhadap aktivis Munir, bukan berarti akhir dari segalanya. Kematian Munir justru dijadikan sebagai senjata ampuh dalam melawan segala tirani kekuasaan di Indonesia," kata Usman Hamid Ketua Dewan Kontras Indonesia, yang juga Ketua Delegasi Indonesia dalam Forum Platform Dublin yang ke-6 di Dublin, Irlandia.
Kasus Munir memang menjadi salah satu agenda pokok delegasi Indonesia yang mengikuti Platform Dublin ke-6, Pertemuan Pembela HAM se-Dunia ini. Forum ini dilaksanakan selama 3 hari, 14-16 September di Dublin Castle, Irlandia.
Forum yang merupakan pertemuan terbesar bagi para aktivis HAM sedunia ini dilaksanakan oleh Front Line Defenders, sebuah lembaga yang secara khusus memberikan perlindungan HAM bagi para aktivis HAM di Dunia. Front Line berpusat di Dublin, dan berdiri sejak 22 Februari 2001.
Pertemuan serupa pernah digelar Januari 2002, September 2003, Oktober 2005, November 2007 dan Februari 2010.
Pada Pertemuan keenam ini, delegasi Indonesia secara khusus menjadikan kasus Munir sebagai isu utama dalam mencari solusi hukum atas penangan kasus hukum Munir dan pembelajaran berharga bagi pembela HAM di dunia . Munir dijadikan simbol perlawanan bagi aktivis HAM di Indonesia.
"Kasus munir dalam banyak hal memang tidak tuntas. Apalagi pemerintah Indonesia menyatakan kasus Munir sudah dinyatakan selesai. Tapi itu bukan berarti akhir dari segalanya," papar Usman yang juga menjadi panelis bersama pembela HAM dari Guatemala dan Gambia.
Dari Indonesia, peserta yang diundang terdiri dari empat orang yaitu Ketua Dewan Federasi Kontras merangkap Ketua Delegasi, Usman Hamid; Ketua Komisi Intra Pemerintah Asean untuk Hak Asasi Manusia, Rafendi Djamin; Thresje Gaspersz dari Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum Papua; dan Koordinator Relawan Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi, Upi Asmaradhana.
Forum ini dihadiri oleh perwakilan pemerntah Irlandia, PBB, Amnesty Internasional, serta lembaga-lembaga pemantau HAM dunia lainnya.
Hari ini Forum akan mendengarkan pidato Shirin Ebadi, perempuan pembela HAM dari Iran yang meraih hadiah Nobel Perdamaian
sumber : http://dunia.vivanews.com/news/read/247382-usman-hamid-bicara-munir-di-dublin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar