Hari Suwandi, korban lumpur yang berjalan kaki dari Sidoarjo ke Jakarta mengadukan nasib ke DPR. Hari Suwandi mengaku bahwa PT Minarak Lapindo sudah melunaskan membayarkan uang ganti rugi kepada istrinya, yang tercatat memiliki tanah dan bangunan di daerah peta terdampak.
"Kalau istri saya sudah lunas, tapi diangsur. Kalau orangtua saya kurang Rp89 juta lagi," kata Hari Suwandi usai diterima Fraksi PDI Perjuangan di gedung DPR, Jakarta, Selasa 10 Juli 2012.
Hari mengakui, saat pembayaran untuk isrtinya atas nama Srigati, perusahaan membayarkan secara dua tahap. Tahap pertama pada bulan Januari sebesar Rp31 juta. Kemudian tahap kedua, sisanya yang sebesar 80 persen dibayarkan Rp125 juta.
"Tetapi yang 80 persen itu bukan dibayar tunai, tapi diangsur 4-5 kali," kata Hari. Pembayaran tahap dua yang dilakukan secara mengangsur inilah yang menjadi keberatan Hari. Lalu, dirinya menghadap pimpinan Lapindo agar sisanya Rp60 juta bisa dibayarkan tunai. Hari mengakui bahwa pembayaran ganti rugi untuk lahan milik istrinya itu sudah lunas dibayarkan.
Hari mendengar kabar dirinya mendapat dana ganti rugi sebesar Rp250 juta. Hari membantah itu. Menurut dia, dana Rp250 juta itu bukan milik dirinya, melainkan orangtuanya.
"Rp250 juta yang masuk ke rekening saya itu adalah milik aset orangtua saya. Itupun bukan ditransfer secara langsung Rp250 juta. Itu ada uang muka Rp78 juta, lalu diangsur per bulan sampai totalnya Rp250 juta," jelas dia. Khusus untuk ganti rugi kepada orangtuanya, Hari mengaku masih ada kekurangan Rp89 juta.
Lalu, bila semua sudah dibayarkan oleh perusahaan, apa tujuan Hari berjalan kaki dari Sidoarjo ke Jakarta untuk bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Aburizal Bakrie? Hari menginginkan agar pemerintah menekan perusahaan untuk menyelesaikan masalah ini sampai tuntas. "Karena masalah ini sudah 6 tahun yang seharusnya diselesaikan pada 2008," pinta Hari.
Tujuan lain Hari berjalan kaki adalah ingin memperjuangkan nasib 4 ribu berkas milik warga yang menurutnya belum diselesaikan perusahaan. "Kurang lebih ada 13 ribu berkas, dan yang sudah diselesaikan itu ada 9 ribu berkas. Yang belum 4 ribu berkas, nilainya Rp971 miliar. Itu yang harus ditanggung Lapindo," kata dia.
Menanggapi hal ini, juru bicara penanganan lumpur Sidoarjo dari PT Minarak Lapindo, Asip Hasani mengatakan bahwa perusahaan sudah melunaskan pembayaran kepada istri Hari Suwandi, Srigati. Srigati merupakan seorang janda pemilik lahan yang dinikahi Hari Suwandi pada 2007, saat peristiwa lumpur sudah terjadi.
"Ibu Srigati ini memiliki aset berupa luas tanah 75,34 meter persegi, luas bangunan 54 meter persegi. Sehingga total nilai pembelian tanah aset mereka berdasarkan perhitungan Rp156,3 juta," jelas Asip kepada VIVAnews, Selasa 10 Juli 2012. Pembayaran pertama lunas pada 1 Oktober 2007 melalui Bank Mandiri sebesar 20 persen. Sisanya, 80 persen sebesar Rp125 juta dilunaskan terakhir pada 9 November 2009 melalui BRI.
"Kami jelas tidak ada niatan untuk mengulur-ulur waktu. Perusahaan mengalami pasang dan surut. Kami juga perlu menjadwal ulang. Yang pasti, komitmen pimpinan kami menyebut bahwa pembayaran warga akan tuntas pada akhir 2012 ini. Masalahnya, kami perlu melakukan jadwal ulang, terutama untuk yang sisanya 80 persen," jelas Asip.
Sedangkan untuk klaim Hari Suwandi yang menyebut masih ada 4 ribu berkas lagi senilai Rp971 miliar yang belum diselesaikan, Asip masih akan memeriksanya lagi. "Saya akan lihat posisi terkini soal jumlah berkas dulu," kata dia.
Source: viva
Tidak ada komentar:
Posting Komentar