KOTA sebesar Jakarta memang butuh transportasi publik yang nyaman. Saat ini, lalu lintas jalan yang super macet, terutama pada jam-jam sibuk, kian membuat stress para pengguna jalan.
Pergerakan dari warga sekitar Jakarta, seperti dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, kian menambah stagnannya lalu lintas jalan. Ribuan, bahkan lebih kendaraan wara-wiri di jalan-jalan Jakarta.
Sebuah penelitian pernah menyebutkan, kerugian akibat kemacetan lalu lintas jalan menyentuh angka Rp 28 triliun per tahun. Belum lagi dampak polusi dan kecelakaan lalu lintas jalan. Setiap hari, rata-rata tiga orang meninggal akibat kecelakaan di jalan.
Karena itu, sudah tak bisa dibantah lagi, Jakarta butuh transportasi massal umum yang aman, nyaman, selamat, tepat waktu, dan terjangkau. Saat ini, penggunaan angkutan umum untuk pergerakan warga Jakarta tak lebih dari 15%. Sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi, yakni sepeda motor dan mobil. Sebuah cerminan kota yang kurang sehat.
Jakarta butuh transportasi publik yang nyaman. Sebenarnya sejumlah konsep sudah dipaparkan. Bahkan, salah satunya sudah direalisasikan sejak tahun 2004, yakni busway yang dinaungi Transjakarta. Sayangnya, sudah memasuki usia delapan tahun baru memiliki armada tak lebih dari 700 unit. Amat minim jika dibandingkan jumlah pergerakan warga Jakarta yang tak kurang dari 20 juta pergerakan per hari.
Hingga pada suatu ketika, Jumat (13/7/2012), ada dua berita di harian ekonomi Investor Daily yang menarik perhatian saya, yakni soal niat pemerintah membangun kereta layang dan jalan tol layang di Jakarta. Kedua proyek itu sedikitnya menyedot investasi Rp 14,8 triliun. Wow!
Harian itu menyebutkan, PT Hutama Karya akan menginisasi rencana pembangunan kereta layang sepanjang 26 kilometer (km) yang membentang dari Bekasi hingga Tomang dengan nilai investasi sekitar Rp 10 triliun.
Direktur Utama Hutama Karya Tri Widjajanto mengungkapkan, proyek kereta layang setinggi 15 meter diusulkan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kemacetan di Jakarta yang semakin padat dan sempitnya lahan.
Tahap pertama, kereta tersebut akan dibangun mulai dari Bekasi ke Cawang sepanjang 13 kilometer, Cawang ke Semanggi sepanjang 8 kilometer, dan dari Semanggi ke Tomang sepanjang 5 kilometer.
Jika lancar, pada 2013, proyek ini mulai proses pra feasibility study dengan melakukan desain, dan survei untuk mendapatkan hasil secara lengkap dari proyek tersebut. Sementara itu, konstruksinya diharapkan dapat dimulai dua tahun, atau 2014 sampai 2016.
Kereta layang di rute Bekasi-Tomang tentu suatu terobosan penting. Jumlah penumpang yang bakal diangkut tentu tak akan sedikit. Apalagi jika benar tarifnya Rp 9.000 untuk sekali jalan. Pasti bakal menyedot minat para urban. Ketimbang bermacet ria memakai sepeda motor atau mobil pribadi, penggunaan angkutan umum yang nyaman bisa menjadi sebuah solusi.
Pergerakan dari warga sekitar Jakarta, seperti dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, kian menambah stagnannya lalu lintas jalan. Ribuan, bahkan lebih kendaraan wara-wiri di jalan-jalan Jakarta.
Sebuah penelitian pernah menyebutkan, kerugian akibat kemacetan lalu lintas jalan menyentuh angka Rp 28 triliun per tahun. Belum lagi dampak polusi dan kecelakaan lalu lintas jalan. Setiap hari, rata-rata tiga orang meninggal akibat kecelakaan di jalan.
Karena itu, sudah tak bisa dibantah lagi, Jakarta butuh transportasi massal umum yang aman, nyaman, selamat, tepat waktu, dan terjangkau. Saat ini, penggunaan angkutan umum untuk pergerakan warga Jakarta tak lebih dari 15%. Sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi, yakni sepeda motor dan mobil. Sebuah cerminan kota yang kurang sehat.
Jakarta butuh transportasi publik yang nyaman. Sebenarnya sejumlah konsep sudah dipaparkan. Bahkan, salah satunya sudah direalisasikan sejak tahun 2004, yakni busway yang dinaungi Transjakarta. Sayangnya, sudah memasuki usia delapan tahun baru memiliki armada tak lebih dari 700 unit. Amat minim jika dibandingkan jumlah pergerakan warga Jakarta yang tak kurang dari 20 juta pergerakan per hari.
Hingga pada suatu ketika, Jumat (13/7/2012), ada dua berita di harian ekonomi Investor Daily yang menarik perhatian saya, yakni soal niat pemerintah membangun kereta layang dan jalan tol layang di Jakarta. Kedua proyek itu sedikitnya menyedot investasi Rp 14,8 triliun. Wow!
Harian itu menyebutkan, PT Hutama Karya akan menginisasi rencana pembangunan kereta layang sepanjang 26 kilometer (km) yang membentang dari Bekasi hingga Tomang dengan nilai investasi sekitar Rp 10 triliun.
Direktur Utama Hutama Karya Tri Widjajanto mengungkapkan, proyek kereta layang setinggi 15 meter diusulkan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kemacetan di Jakarta yang semakin padat dan sempitnya lahan.
Tahap pertama, kereta tersebut akan dibangun mulai dari Bekasi ke Cawang sepanjang 13 kilometer, Cawang ke Semanggi sepanjang 8 kilometer, dan dari Semanggi ke Tomang sepanjang 5 kilometer.
Jika lancar, pada 2013, proyek ini mulai proses pra feasibility study dengan melakukan desain, dan survei untuk mendapatkan hasil secara lengkap dari proyek tersebut. Sementara itu, konstruksinya diharapkan dapat dimulai dua tahun, atau 2014 sampai 2016.
Kereta layang di rute Bekasi-Tomang tentu suatu terobosan penting. Jumlah penumpang yang bakal diangkut tentu tak akan sedikit. Apalagi jika benar tarifnya Rp 9.000 untuk sekali jalan. Pasti bakal menyedot minat para urban. Ketimbang bermacet ria memakai sepeda motor atau mobil pribadi, penggunaan angkutan umum yang nyaman bisa menjadi sebuah solusi.
Semoga saja proyek yang terdengarnya indah itu bukan isapan jempol semata. Semoga proyek itu bisa terealisasi dan berujung pada peningkatan kenyamanan berlalu lintas jalan. Memangkas fatalitas kecelakaan lalu lintas jalan.
Oh ya, disisi lain, Kementerian Pekerjaan Umum akan membentuk tim untuk melakukan kajian dan studi kelayakan pembangunan jalan tol layang (elevated) dari Cibubur hingga Slipi, Jakarta.
PT Jasa Marga memperkirakan pembangunan jalan tol layang Cibubur-Slipi menelan investasi Rp 4,8 triliun.
Bagi saya, kedua proyek itu memiliki makna berbeda. Mungkin sama-sama punya tujuan untuk mengurai kemacetan lalu lintas jalan. Namun, pembangunan transportasi public dengan mengusung kereta layang, lebih ciamik dibandingkan sekadar membangun jalan tol. Kereta yang bisa mengangkut banyak penumpang tentu bisa memindahkan para pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum. Artinya, beban jalan di Jakarta bakal berkurang.
Kita tahu, saat ini sedikitnya ada 12 juta kendaraan yang tercatat di Jakarta. Tentu hal itu tak akan mampu diakomodasi seluruhnya oleh jumlah jalan yang ada. Ujungnya, ya terjadi kemacetan.(edo rusyanto)
Oh ya, disisi lain, Kementerian Pekerjaan Umum akan membentuk tim untuk melakukan kajian dan studi kelayakan pembangunan jalan tol layang (elevated) dari Cibubur hingga Slipi, Jakarta.
PT Jasa Marga memperkirakan pembangunan jalan tol layang Cibubur-Slipi menelan investasi Rp 4,8 triliun.
Bagi saya, kedua proyek itu memiliki makna berbeda. Mungkin sama-sama punya tujuan untuk mengurai kemacetan lalu lintas jalan. Namun, pembangunan transportasi public dengan mengusung kereta layang, lebih ciamik dibandingkan sekadar membangun jalan tol. Kereta yang bisa mengangkut banyak penumpang tentu bisa memindahkan para pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum. Artinya, beban jalan di Jakarta bakal berkurang.
Kita tahu, saat ini sedikitnya ada 12 juta kendaraan yang tercatat di Jakarta. Tentu hal itu tak akan mampu diakomodasi seluruhnya oleh jumlah jalan yang ada. Ujungnya, ya terjadi kemacetan.(edo rusyanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar