Serba Serbu: Bukan hanya Muhammadiyah yang menetapkan awal Ramadan 1433 H pada Jumat besok, 20 Juli 2012. Front Pembela Islam (FPI) juga punya pendapat sama dengan Muhammadiyah mengenai penetapan awal Ramadan.
Hanya saja perbedaannya pada metodologi. Jika Muhammadiyah berpegang pada metode hisab, sementara FPI menggunakan metode hisab dan tabel Sulam an Nayirain. Ini metode yang dikenal dengan perhitungan jarak bulan dan matahari dan juga metode tradisional yang sangat sederhana.
"Kami pakai metode sulam. Saksi yang berada di Cakung menyampaikan laporan hasil rukyat, 1 Ramadan, Jumat. Melihat sekitar jam 17.53 WIB. Lama pengelihatan empat menit. FPI tetap hargai perbedaan. Kami dari FPI awal Ramadan hari Jumat," kata salah seorang utusan FPI dalam sidang Isbath di Kemenag, Kamis 19 Juli 2012.
FPI menilai metode yang dipakai pemerintah untuk tentukan awal Ramadan adalah metode ephemeris. Menurutnya akar masalah dari perbedaan penetapan awal Ramadan terletak pada perbedaan metode. Selama metode itu masih digunakan akan terus terjadi perbedaan.
"Dengan metode itu selalu di bawah dua derajat tidak akan mungkin melihat hilal," ujarnya.
Ketua Lajnah Falakiyah PBNU, A Ghazalie Masroen, justru mempertanyakan keabsahan hilal yang dilihat FPI. Padahal 120 tempat, termasuk dua tempat di Jakarta melaporkan tidak berhasil melihat hilal.
"Tadi di Cakung laporkan ada yang lihat hilal jam 17.53. Waktu itu belum saatnya Maghrib di DKI. Kedua cuaca mendung, ketiga hakim yang menyumpah harus dipertanyakan," kata Ghazali Masroen
Menurutnya Kemenag perlu mengadakan tinjauan kritis terhadap temuan hilal oleh FPI di Cakung. Setahun lalu lanjutnya, Lajnah Falakiyah PBNU menolak hasil laporan Cakung.
"Apakah layak Cakung itu digunakan untuk rukyat di lantai 3. Lah kita dari dua tempat di DKI salah satunya berlantai 13 itu tidak bisa melihat hilal. Bagaimana bisa yang lantai 3 melihat hilal," ujarnya. "Sekarang perlu diragukan, ayo kalau perlu kita uji sekarang." (ren)
Source: viva
Tidak ada komentar:
Posting Komentar