Sabtu, 07 Juli 2012

Beberapa aliran dalam islam

http://bolehasyik.blogspot.com/


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ilmu kalam bisa disebut dengan beberapa nama, antara lain:
1.      Ilmu usuludin
Ilmu ini membahas tentang pokok-pokok agama.
2.      Ilmu tauhid
Ilmu ini membahas tentang keesaan allah SWT.
Ilmu kalam juga mempunyai beberapa sumber yang selalu membimbing manusia dari zaman Rasulullah sampai sekarang, antara lain:
1.      Al-Quran
2.      Hadis
3.      Pemikiran Manusia
4.      Insting

B.     Rumusan Masalah
1.         Jelaskan aliran dalam ilmu kalam?
a.       Khawarij
b.      Murji’ah
c.       Jabariyah
d.      Qadariyah
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Aliran-aliran Dalam Ilmu Kalam
1.    Khawarij
a.       Asal usul nama Khawarij
            Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa arab(kharaja) yang berarti keluar. Nama ini diberikan kepada mereka karena mereka keluar dari barisan Ali[1].
            Adapun yang di maksud dengan khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang siffin pada tahun perang siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah[2].

b.      Kelompok-kelompok penting dalam al-Khawarij
1.      al-Muhakamiyah
Kelompok muhakamiyah adalah mereka yang tidak menaati ‘ali ibn thalib setelah terjadinya tahkim (arbitrasi). Mereka berkumpul di sebuah desa bernama harurah, dekat kota kufah. Kelompok ini di pimpin oleh ‘abdullah ibn jarir, yazid ibn abi ashim al-muharibi, harqus ibn zuhair al-bahali, yang di kenal dengan al- najdiah. Jumlah kelompok ini sekitar dua belas ribu orang yang taat melakukan shalat dan puasa.[3]



Rasulullah berbicara tentang kelompok ini dalam sabdanya:
تَحْقُرُ صَلاَةُ أَحَدِ كُمْ فِى جَنْبِ صَلضاتِهِمْ وَصَوْمُ أَحَدِ كُمْ فِى جَنْبِ صِيَامِهِمْ وَلَكِنْ لاَّ يُجَاوِزُ إِيْمَانُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ.

kamu akan meremehkan shalat salah seorang kamu dibanding shalat mereka, puasa salah seorang kamu di banding dengan puasa mereka, namun iman mereka tidak melewati tenggorokan mereka.”[4]

Mereka itulah yang sebenarnya yang merusak agama sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah dalam sabdanya:
سَيَخْرُجُ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا الرَجُلِ قُوْمٌ يَمْرُقُوْنَ مِنْ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَهْمُ مِنَ الرَمِيَّةِ.
akan keluar dari keturunan lelaki ini satu kelompok orang yang keluar dari agama seperti keluarganya anak panah dari busurnya.”[5]

2.      al-Azariqah
Al-Azariqah adalah kelompok pendukung abu rayid nafi ibn Al-Azraq (60 H) yang memberontak terhadap pemerintahan ‘Ali ibn Abi Thalib.
Ajaran bid’ah yang diajarkan oleh kelompok- kelompok Khawarij yaitu:
Mereka mengkafirkan ‘ali ibn abi thalib. Menurut mereka, allah telah menurunkan sebuah ayat yang berbicara tentang ‘ali ibn abi thalib ialah ayat:
z`ÏBur Ĩ$¨Y9$# `tB y7ç6Éf÷èム¼ã&è!öqs% Îû Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# ßÎgô±ãƒur ©!$# 4n?tã $tB Îû ¾ÏmÎ6ù=s% uqèdur $s!r& ÏQ$|ÁÏø9$# ÇËÉÍÈ  
dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras” (QS. Al-Baqarah 204).[6]

3.      an-Najadaat al-‘Aziriah
An-Najadaat adalah kelompok yang mengikuti pemikiran seseorang yang bernama Najdah ibn ‘Amir Al-Hanafi yang dikenal dengan nama ‘Ashim yang menetap di nyaman. Dalam perjalanannya menemui kelompok Azariqah di tengah jalan ia bertemu dengan Fudaik, ‘Athiah  ibn Al-Aswad Al-Hanafi yang tergabung dalam kelompok  yang membangkang terhadap Nafi ibn Azraq.
Kelompok Abu Fudaik dan ‘Athiah berbeda pendapat dan perbedaan ini diiringi dengan tudingan menyalakan pendapat kelompok yang lain, dan perselisihan ini hampir saja mengabarkan api peperangan antara kedua kelompok.[7]
Perselisihannya antara Nafi dan Najdah Berkisar tentang boleh atau tidak boleh melakukan taqiah, dan hukum mereka yang enggan ikut bertempur. Nafi berpendapat taqiah tidak diperbolehkan dengan alasan firman Allah:

… tiba-tiba dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh) seperti takutnya kepada Allah. …” (QS. An Nisa 77).[8]

4.      al-Baihasiah
Kelompok Baihasiah adalah kelompok yang mengikuti pendapat-pendapat Abu Baihas al-Haisham ibn jabir salah seorang dari suku Bani Saad Dhubai’ah. Di masa pemerintahan khalifah al-Walid,  dia selalu di cari-cari oleh al-Hajjaj namun dia berhasil melarikan diri dan bersembunyi di Madinah, namun dapat di tangkap oleh Utsman ibn Hayan al-Muzani.[9]
                                            
5.      al-‘Ajaridah
Kelompok al-‘Ajaridah adalah kelompok yang di pimpin oleh seorang yang bernama abd al-Karim ‘Araj yang isi ajarannya mirip dengan ajaran an-Najdiah.
Kelompok al-‘Ajaridah ini terbagi menjadi beberapa kelompok kecil. Setiap kelompok mempunyai ajaran tersendiri yang menjadi ciri khasnya.[10]
Pertama kelompok ash-Shalthiah yang mengikuti ajaran-ajaran yang di kembangkan Utsman ibn Abi Shalt atau Shalt ibn Abi ash-Shalt.
Kedua, kelompok al-Maimuniyyah yang mengikuti ajaran Maimun ibn Khalid. Maimun termaksud kelompok Khawarij al-‘Ajaridah, tetapi pendapatnya bahwa baik dan buruk itu berasal dari manusia berbeda dengan kelompok al-‘Ajaridah.
Ketiga, kelompok al-Hamziyyah yang berdasarkan ajaran Hamzah ibn adrak. Kelompok ini sependapat dengan Mai’muniyyah tentang qadar, namun mereka berbeda pendapat tentang anak muslim dengan musyrik.
Keempat, kelompok al-Khallafiyyah adalah kelompok yang mengikuti ajaran khallaf al-Khariji. Kelompok ini termaksud kelompok Khawarij yang ada di daerah Kirman dan Makran yang berbeda pendapat dengan al-Hamziyyah tentang qadha dan qadar.
Kelima, kelompok  al-Athrafiyyah adalah salah satu kelompok yang sependapat dengan kelompok al-Hamziyyah tentang qadha dan qadar.



                 
2.    Murji’ah

a.       Pengertian Murjiah
Nama Murjiah di ambil dari kata irja’ atau arja’a yang berarti penundaan, penangguhan dan pengharapan. Kata arja’a mengandung pula memberi harapan, yakni memberikan harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah.
Adapun secara istilah, murjiah adalah kelompok yang mengesampingkan atau memisahkan amal dari keimanan, sehingga menurut mereka suatu kemaksiatan itu tidak mengurangi keimanan seseorang. [11]
Kaum Murjiah berpendapat bahwa seorang muslim yang melakukan dosa besar status ke-islaman ditangguhkan, apakah masih termaksud muslim atau sudah menjadi kafir. Keputusannya di serahkan kepada allah di hari perhitungan di akhirat. Setelah Khalifah Ali terbunuh oleh kaum Khawarij, bani umayyah menduduki singgasana kekhalifahan dengan cara dan bertindak represif.
Antara syiah, khawarij, dan Bani Umayyah satu sama lain saling bermusuhan dan saling menumpahkan darah. Di tenggah kondisi yang demikian muncullah firqoh Murjiah yang bersikap netral tidak memihak ke salah satu pihak yang sedang terjadi.[12]
Menurut al-Asy’ari sendiri iman adalah pengakuan dalam hati tentang ke-Esaan Tuhan dan tentang kebenaran Rasul-Rasul serta segala apa yang mereka bawa.[13] Orang yang melakukan dosa besar, jika meninggalkan dunia tanpa taubat, nasibnya terletak ditangan Tuhan. Ada kemungkinan Tuhan akan mengampuni dosa-dosanya, tetapi ada pula kemungkinan Tuhan tidak akan mengampuni dosa-dosanya dan akan menyiksanya sesuai dengan dosa-dosanya yang dibuatnya dan kemudian baru ia dimasukkan kedalam surga, karena ia tidak mungkin akan kekal tinggal dalam neraka.
Faham yang sama diberikan olehal-Baghdadi ketika ia menerangkan bahwa ada tiga macam iman:
1.      Iman yang membuat orang keluar dari golongan kafir dan tidak kekal dalam neraka: yaitu mengakui Tuhan, Kitab, Rasul-rasul, kadar baik dan buruk, sifat-sifat Tuhan dan segala keyakinan-keyakinan lain yang diakui dalam syari’at.
2.      Iman yang mewajibkan adanya keadilan dan yang menyelapkan nama fasik dari seorang serta yang melepaskannya dari neraka, yaitu dengan mengerjakan segala yang wajib dan menjahui segala dosa besar.
3.      Iman yang membuat seseorang memperoleh prioritas untuk langsung masuk surge tanpa perhitungan, yaitu mengerjakan segala yang wajib serta yang sunnat dan menjahui segala dosa besar.[14]
Ringkasannya menurut uraian diatas orang yang berdosa besar bukanlah kafir, dan tidak kekal dalam neraka. Orang demikian adalah mukmin dan akhirnya akan masuk surga.       

b.      Ajaran pokok Murjiah
Ajaran pokok Murjiah pada dasarnya bersumber dari gagasan doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja di implementasikan dengan sikap politik netral atau momblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam.
Berkaitan dengan doktrin teologi Murjiah, W. Montgomery Watt menerimanya sebagai berikut:
1)      Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
2)      Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Al-khalifah Ar-Rasydin.
3)      Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
4)      Doktrin-doktrin dari Murjiah mempunyai pengajaran (madzhab) para skeptic dan empiris dari kalangan helenis.

c.       Sekte-Sekte Murjiah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murjiah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat (bahwa hanya dalam hal intensitas) di kalangan para pendukung Murjiah sendiri. Ash-Syahrastani, seperti dikutip oleh Watt, menyebutkan sekte-sekte Murjiah,[15] sebagai berikut:
1)      Murjiah-Khawarij
2)      Murjiah-Qodariyah
3)      Murjiah-Jabariyah
4)      Murjiah Murni
5)      Murjiah Sunni (tokoknya adalah Abu Hanifah)
                                              
3.    Jabariyah
1.      Pengertian dan Asal-Usul Jabariyah
Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti “memaksa”. Dalam istilah bahasa inggris faham ini disebut fatalism atau predestination. Kaum Jabariyah, berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya[16]. Dalam faham Jabariyah, manusia terikat pada kehendak mutlak tuhan, perbuatan manusia telah ditentukan oleh qadha dan qadar.
Faham Jabariyah muncul bersama dengan timbulnya faham Qadariyah, faham Jabariyah diperkenalkan pertama kali oleh Ja’d bin Dirham dan disebarkan oleh Jahmbin Shafwan dari Khurasan.
Para ahli sejarah pemikiran mengkaji kemunculan faham Jabariah melalui pendekatan geokultural banga arab. Di antara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin, ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang di kelilingi oleh gurun pasir memberikan pengaruh esar kedalam bangsa arab. Ketergantungan mereka pada alam yang ganas telah memunculkan sifat penyerahan.

2.      Para Pemuka Jabariyah dan Doktrin-Doktrinnya
Jabariyah dapat di kelompokan menjadi dua bagian,ekstrim dan moderat.Doktrin Jabariyah ekstrim berpendapat bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri,melainkan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.Pemuka Jabariyah ekstrim adalah Jahm bin Dirham.
Berbeda dengan Jabariyah ekstrim,Jabariyah moderat berpendapat bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia,baik perbuatan jahat maupun perbuatan  baik,tetapi manusia memiliki bagian di dalamnya.[17] Yang termasuk Pemuka Jabariyah moderat adalah an-Najjar dan ad-Dhirar.
 Ada beberapa pendapat dan ajaran tokoh Jabariyah murni adalah:
1.      Jahmn bin Safwan
Sebagai penganut paham Jabariyah murni, Ia berhasil menyebarkan ajarannya sampai ke Tirmidz di Balk. Pendapatnya yang berkaitan dengan teologi adalah:


a)      Sifat dan Dzat Allah
Allah adalah Dzat saja karena  bukan sesuatu (sya’i).Tujuan Jahm dengan pendiriannya itu adalah untk menjauhkan Tuhan dari segala penyerupaan dengan makhluk-makhluknya.
b)      Melihat Allah
Jahm bin Safwan menolak pendapat bahwa Allah kelak di hari kiamat dapat dilihat karena bersifat maujud, maka sesuatu yang tidak maujud tidak dapat dilihat berbeda dengan golongan ahli sunnah wal jamaah kelak di hari kiamat Allah dapat di lihat. Sebagaimana Al-Qur’an surat qiyamah ayat 22-23

22. Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri seri.
23.  Kepada Tuhannyalah mereka Melihat.

c)      Kehendak dan Kemerdekaan Manusia
Manusia pada dasarnya tidak memiliki kehendak dan oilihan dengan kata lain terpaksa, keterpaksaan ini dapat di kategorikan menjdi 2 macam:
a.       Manusia tidak memilki kehendak, pilihan dan kemampuan sama sekali
b.      Manusia masih memilki andil dalam pekerjaan yang ia lakukan, sehingga ia tidak terpaksa sepenuhnya. Manusia tidak seperti wayang yang hanya dapat digerakkan oleh dalang, tetapi manusia masih mempunyai bagian dalam mewujudkan perbuatannya. Tuhan bekerja sama dalam mewujudakan perbuatan manusia.

d)      Kehancuran surga dan neraka
Menurut Jahm manusia akan kekal, baik dalam surga maupaun dalam neraka. Surge dan neraka akan fana apabila semua calon penghuninya masuk kedalamnya. Penghuni surga menikmati kelezatan surge dan penghuni neraka merasakan kepedihan siksa. Karena itu tidak akan tergambar akan berakhir dan berbuah. Sebagaimana dijelaskan dalam  surat HUD ayat 107[18].
107. Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi[736], kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki.
108.  Adapun orang-orang yang berbahagia, Maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.

e)      Iman
Pendapat jahm berbeda dengan jumhur ulama’ yaitu: ketetapan hati di ucapkan dengan lisan, ucapan lisan menjadi syarat seseorang menjadi muslim atau kafir, berbeda dengan pendapat jahm bahwa orang tidak mendapt kafir hanya karena mengurtarakan dengan lisan asalkan sudah ma’rifah.



f)       Akal sebagai ukuran bagi baik dan buruk
Jahm berpendapat bahwa akal manusia mampu membedakan antara yang baik dan buruk meskipun tidak ada wahyu[19].

2.      Ja’ad bin Dirham
Adalah seorang maulana bani hakim yang tinggal di damaskus. Ia di besarkan dalam lingkunag orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Pada awalnya ia di percaya untuk mengajar di lingkungan bani umaiyah, tetapi etelah tampak pikirannya yang controversial, bani umayyah menolaknya. Kemudian ja’ad lari ke ku’fah dan disana ia bertemu dengan jahm, dan mentrasfer pikirannya kepada jahm untuk dikembangkan dan di sebar luaskan.
Doktrin pokok Ja’ad secara umum adalah sama dengan jahm yaitu:
a.       Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan mahluk
b.      Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.[20]
Tokoh paham Moderat yaitu:
a.       An-Najar
Pendapatnya adalah bahwa tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam menyajikan perbutan-perbuatan itu.
b.      Adh-Dhirar
Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan An-Najr yaitu manusia mempunyai bagian dalam pewujudan dari perbuatan dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya.[21]

3.      Dalil-dalil Jabariyah
Ayat-ayat yang membawa kepada faham Jabariyah yaitu:
Surat As-Shafat ayat 96
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ
96.  Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".

Surat Al-Hadid ayat 22
22Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

Surat Al-Anfal ayat 17
ö
17.  Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenan-gan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.



Surat Al-Insan ayat 30
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJÅ3ym ÇÌÉÈ
30.  Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.[22]


4.      Qadariyah
1.      Pengertian Qadariyah
Secara etimologi bahasa kata Qadariyah  berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun secara terminologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat  bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya. Ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.[23] Berdasarkan pengertian tersebut  dapat difahami bahwa faham  Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Dalam istilah Inggrisnya faham ini dikenal dengan nama free will dan free act.[24]
Seharusnya sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang buruk. Namun, sebutan  tersebut telah melekat pada kaum sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak. Menurut Ahmad Amin, sebutan ini diberikan kepada para pengikut faham qadar oleh lawan mereka dengan merujuk hadits yang menimbulkan kesan negatif bagi nama Qadariyah. Hadits itu berbunyi:
القدريه مجوس هده الامه
“Kaum Qadariyah merupakan majusi umat islam, dalam arti golongan tersesat.”

2.      Ajaran-Ajaran Qadariyah Menurut Tokohnya
a.       Ajaran Ma’bad Al-Juhani
            Menurut Ma’bad, perbuatan manusia diciptakan atas kehendaknya sendiri. Oleh karena itu ia bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukannya. Tuhan sama  sekali tidak ikut berperan serta dalam perbuatan mengetahuinya.
b.      Ajaran Ghailan al-Dimasqi adalah:
1)      Manusia menentukan perbuatannya dengan kemauannya dan mampu berbuat baik serta buruk tanpa campur tangan Tuhan. Iman adalah mengetahui dan mengakui Allah dan Rasul-Nya, sedangkan amal perbuatan tidak mempengaruhi iman.
2)      Al-Qur’an itu makhluk
3)      Allah tidak memiliki sifat
4)      Iman adalah hak semua orang bukan dominasi Quraisy, asal cakap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.[25]
Paham Takdir, menurut Qadariyah takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam Al-Qur’an adalah Sunnatullah. Secara alamiah manusia mempunyai takdir yang tidak dapat dirubah. Manusia dalam bentuk fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga, manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang beratus kilogram, dan lain-lain. Akan tetapi, manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif.
Menurut Ahmad Amin pokok-pokok ajaran Qadariyah adalah sebagai berikut:
1)      Orang yang berdosa besar itu bukan kafir dan bukan mukmin, tapi fasiq dan masuk neraka,
2)      Allah SWT tidak menciptakan amal dan perbuatan manusia. Manusia sendirilah dan jika amanya jelek akan masuk neraka. Oleh karena itulah maka Allah SWT berhak disebut adil,
3)      Akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak  baik, walaupun Allah tidak menurunkan agama.[26]

3.      Dalil-Dalil Pendukung Qadariyah
            Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan  kepada Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat Alquran yang digunakan sebagai pendukung faham Qadariyah. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut

v  Q.S Al-kahfi ayat29
È@è%ur ,ysø9$# `ÏB óOä3În/§ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù 4 ÇËÒÈ  
Artinya : “Dan katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin(beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa ingin kafir. Biarlah ia kafir”[27]




v  Q.S Fussilat ayat 41
4 (#qè=uHùå$# $tB ôMçGø¤Ï© ( ¼çm¯RÎ) $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÅÁt/ ÇÍÉÈ  
Artinya: ”Berbuatlah apa yang kamu kehendaki, Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”[28]

v  Q.S Ali Imron ayat 165
!$£Js9urr& Nä3÷Gu;»|¹r& ×pt7ŠÅÁB ôs% Läêö6|¹r& $pköŽn=÷VÏiB ÷Läêù=è% 4¯Tr& #x»yd ( ö@è% uqèd ô`ÏB ÏYÏã öNä3Å¡àÿRr& 3 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÊÏÎÈ  
Artinya: “Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.[29]

v  Q.S Al-Ra’ad ayat 11
©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/  ÇÊÊÈ  
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah  keadaan suatu kaum, hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”[30]

            Tuhan tidak akan mengubah keadaan mereka, selama mereka tidak mengubah sebab-sebab kemunduran mereka, artinya bahwa manusia berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan atas kehendak dan kekuasaannya sendiri. Manusia tidak dikendalikan seperti wayang yang digerakkan oleh dalang tetapi dapat memili  sendiri perbuatan yang mereka inginkan. Meskipun perbuatan itu mengarah kepada kejelekan yang menghasilkan kemadhorotan bagi dirinya sendiri.[31]

Q.S An Nisa ayat 111
`tBur ó=Å¡õ3tƒ $VJøOÎ) $yJ¯RÎ*sù ¼çmç7Å¡õ3tƒ 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR 4 tb%x.ur ª!$# $¸JŠÎ=tã $VJŠÅ3ym ÇÊÊÊÈ  
Artinya: “Barang siapa yang mengerjakan dosa, Maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemadhorotan) dirinya sendiri, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

            Meskipun demikian, faham Qadariyah pada massa penyebarannya  tak pernah berjalan mulus, berbagai tantangan selalu muncul begitu saja. Banyak kritikan yang ditujukan kepadanya, tetapi para pengikutnya tak cepat surut begitu saja. Sebab, menurut pengikutnya faham Qadariyah dianggap lebih rasional dibanding faham sebelumnya.


BAB III
KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa :
1.      Khawarij merupakan suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang siffin pada tahun  37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah. Adapun kelompok yang penting dalam al-Khawarij antara lain al-Muhakamiyah, al-Azariqah, an-Najadaat al-‘Aziriah, al-Baihasiah, al-‘Ajaridah.
2.      Murji’ah merupakan kelompok yang mengesampingkan atau memisahkan amal dari keimanan, sehingga menurut mereka suatu kemaksiatan itu tidak mengurangi keimanan seseorang. Dalam pemahamannya kaum Murjiah berpendapat bahwa seorang muslim yang melakukan dosa besar status ke-Islaman ditangguhkan, apakah masih termaksud muslim atau sudah menjadi kafir. Keputusannya di serahkan kepada allah di hari perhitungan di akhirat. Setelah Khalifah Ali terbunuh oleh kaum Khawarij, Bani Umayyah menduduki singgasana kekhalifahan dengan cara dan bertindak represif. Dan dalam ajaran pokok Murjiah pada dasarnya bersumber dari gagasan doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis.
3.      Jabariyah merupakan salah satu aliran kalam yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Dalam faham Jabariyah, manusia terikat pada kehendak mutlak tuhan, perbuatan manusia telah ditentukan oleh qadha dan qadar.
4.      Qadariyah merupakan suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat  bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya. Ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA


Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2001

Asywadie Syukur, Al-Milal Wa Al-Nilan, Surabaya: Bina Ilmu

Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta: UI-Press, 1986

Tim Penyusun MKD,Ilmu Kalam, Surabaya: IAIN SA Press, 2011

Zainal Arifin, Aqidah Akhlak, Klaten: Sina


[1] Tim Penyusun MKD,Ilmu Kalam, ( Surabaya: IAIN SA Press, 2011) 25
[2] Ibid,. 25-26
[3] Asywadie Syukur, Al-Milal Wa Al-Nilan, (Surabaya: Bina Ilmu) hlm 102-103
[4] Ibid., 103
[5] Ibid.,103
[6] Ibid., 106
[7] Ibid., 110
[8] Ibid., 110
[9]Ibid., 111
[10] Ibid., 114
[11] Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2001) 56
[12] Zainal Arifin, Aqidah Akhlak, (Klaten: Sinar Mandiri, 2009) 14
[13] Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI-Press, 1986) 28
[14] Ibid., 29
[15] Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2001)59-60
[16]Tim Penyusun MKD,Ilmu Kalam, ( Surabaya: IAIN SA Press, 2011) 57-56
[17]Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2001) 68
[18]Tim Penyusun MKD,Ilmu Kalam, ( Surabaya: IAIN SA Press, 2011)  61
[19] Ibid., 59-62
[20] Ibid., 63
[21] Ibid., 64-65
[22] Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 66
[23] Ibid., 70.
[24] Tim Penyusun MKD,Ilmu Kalam, ( Surabaya: IAIN SA Press, 2011), 67.
[25] Ibid., 70-71
[26] Ibid., 72
[27] Zainal Arifin, Aqidah Akhlak, (Klaten: Sinar Mandiri, 2009) 22
[28] Tim Penyusun MKD,Ilmu Kalam, ( Surabaya: IAIN SA Press, 2011), 73
[29] Zainal Arifin, Aqidah Akhlak, (Klaten: Sinar Mandiri, 2009) 23
[30] Ibid.,
[31] Ibid., 74

Tidak ada komentar:

Posting Komentar