Sejumlah kalangan mendesak agar pemerintah memastikan kebijakan pengurangan subsidi bahan bakar minyak yang semakin membengkak. Langkah pemerintah mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi tidak menyelesaikan akar masalah besarnya subsidi (Kompas, 2011).
Mengapa Perlu Beralih ke Bahan Bakar Gas
Pemerintah akan menggalakkan konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas pada kendaraan roda empat. Langkah ini sebagai upaya pemerintah menekan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi agar tak meleset kuota Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012. Lembaga kajian energi ReforMiner Institute menyatakan, konversi merupakan langkah yang tepat karena bisa mnghemat subsidi bahan bakar.
Hasil kajian ReforMiner, seperti dikutip VIVAnews.com dari laman resminya, bahan bakar gas tak cuma bisa menghemat subsidi, tetapi bisa menekan harga hingga lebih murah dari Premium yang ada saat ini. Hanya saja, setiap kendaraan butuh alat pengkonversi dari BBM ke BBG (converter kits). Hitung-hitungan ReforMiner, bila dalam satu tahun konsumsi Premium bersubsidi 23,19 juta KL dengan harga keekonomian Premium Rp 6.500 per liter, maka pemerintah membutuhkan biaya Rp 150,73 triliun. Sementara, bila menggunakan bahan bakar gas pengganti Premium, pemerintah hanya membutuhkan Rp 83,48 triliun dengan asumsi harga gas Rp 3.600 per liter setara Premium (LSP). "Nilai penghematan bisa mencapai Rp 67,25 triliun per tahun," tulis laporan ReforMiner. Bahkan bila menggunakan asumsi harga BBG tanpa pajak, Rp 2.652 per LSP, pemerintah bisa menghemat lebih banyak lagi, Rp 91,32 triliun. Ini karena biaya pembuatannya hanya Rp 59,41 triliun.
Demikian juga dengan Solar, bila dikonversi, pemerintah bisa menghemat Rp 51,51 triliun (BBG tanpa pajak) dan Rp 37,94 triliun (BBG berpajak). Ini dengan menggunakan asumsi volume konsumsi Solar bersubsidi 13,08 juta KL, harga keekonomian Solar Rp 6.500 per liter, biaya pengadaan Solar Rp 85,02 triliun, dan biaya pembuatan BBG Rp 33,51 triliun (tak berpajak) dan Rp 47,08 triliun (dngan pajak). Mengapa BBG lebih murah? ReforMiner menyatakan, pngembangan BBG di Indonesia akan lebih efisien dibandingkan dengan pembuatan bahan bakar minyak yang saat ini masih banyak diimpor. Indonesia diuntungkan oleh banyaknya cadangan gas, sehingga biaya penyediaan BBG jauh lebih murah dibandingkan dengan BBM. Selain itu, yang lebih penting adalah isu energi ramah lingkungan. Dengan biaya pengembangan yang relatif murah, ReforMiner yakin, harga jual BBG lebih murah dari Premium. Pengamat energi yang juga Direktur Center for Petroleum and Energy Economics Studies, Kurtubi, mengatakan jika ingin menurunkan beban subsidi bahan bakar, pemerintah seharusnya belajar dari kebijakan sebelumnya saat menerapkan konversi energi.
Menurut Kurtubi, sebelum konversi elpiji dilakukan pada 2007, subsidi minyak tanah merupakan yang terbesar dibandingkan dengan Premium maupun Solar. Kenyataannya, melalui konversi, konsumsi minyak tanah anjlok, dan dengan sendirinya subsidi juga berkurang drastis. Pemerintah sebenarnya bisa melakukan konversi Premium dan Solar dengan BBG. Sebab, penggunaan BBG sudah teruji pada Bus Transjakarta, Bajaj, dan sejumlah taksi. "Bajaj saja bisa, masa mobil pribadi tidak bisa?" katanya, beberapa waktu lalu. Menurut Kurtubi, biaya konversi BBG tidak seberapa bila dibadingkan dengan subsidi BBM yang harus dikeluarkan pemerintah tiap tahun.
Tahap awal, pemerintah bisa mewajibkan seluruh mobil pelat merah dan angkutan umum di Jakarta dan sekitarnya untuk beralih pada BBG. Caranya, pemerintah mempercepat pembangunan tangki apung LNG (LNG receiving terminal) di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Setelah selesai, pemerintah memasang pipa dari Tanjung Priok ke pool taksi, bus, dan Bajaj. "Pembangunan pipa gas biayanya tidak jauh beda dengan pipa air," katanya. Selain membangun pipa, pemerintah juga harus memberikan alat pengkonversi BBG yang dipasang pada tiap kendaraan. "Ini mirip pemberian kompor dan tabung elpiji ke masyarakat. " Setelah kendaraan pelat merah dan pelat kuning, pemerintah tinggal mewajibkan kendaraan pelat hitam. Sambil menunggu mewajibkan kendaraan pribadi, pemerintah bisa memfasilitasi pembangunan stasiun pengisian BBG. "Setiap SPBU yang masih memiliki tanah kosong wajib membangun SPBBG," katanya. "Bila sudah berjalan, konsumsi Premium dan Solar akan jauh menurun, seperti konsumsi minyak tanah. Subsidi pun akan jauh berkurang."
Biaya Konversi BBG masih Mahal
Konversi bahan bakar minyak (BBM) menjadi berbahan bakar gas (BBG) untukmobil yang dicanangkan pemerintah dinilai kurang berjalan efektif. Biaya pemasangan alat di mobil yang dibutuhkan masih tergolong tinggi.
Untuk paket pemasangan, biaya yang diperlukan sekitar Rp 11 Juta -Rp 14 juta. Waktu pengerjaannya sendiri dibutuhkan dua sampai tiga hari.
"Jika melihat sisi keamanan, sebenarnya bisa dibilang tidak berbahaya. Karena sekarang mayoritas masyarakat ketika memasak sudah memakai bahan bakar gas/elpiji. Jadi sebenarnya tidak membahayakan," terang Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjadjono Partowidagdo, saat melakukan uji coba mobil berbahan bakar gas di PT Altogas Indonesia, Tangerang Selatan, Kamis (12/1).
Untuk pengadaan bahan baku, terang Widjadjono, nantinya secara periodik akan diproduksi di dalam negeri. Namun, untuk saat ini masih didatangkan dari Italia. Pemasangan tabung bersifat swadaya, artinya belum ada dorongan dari pemerintah untuk mewajibkan memakai BBG.
"Saat ini kita hanya memberikan sosialisasi. Semoga timbul kesadaran dari pemilik mobil sendiri untuk mengkonversi kendaraannya," ujarnya.
Jarak tempuh yang dihasilkan per tabung tergantung dari kapasitas mesin kendaraan normal. Namun, kendaraan yang bisa melakukan konversi masih sebatas kendaraan dengan sistem injeksi.
Secara fisik, tabung gas memiliki kapasitas 38 liter, tebal 9 mm dan dengan panjang 36 cm. Akselerasi yang dihasilkan dinilai sedikit lebih baik jika dibandingkan memakai BBM.
"Yang datang kebanyakan kendaraan yang tidak dapat memakai premium dan harus memakai pertamax. Karena pertamax mahal, makanya mereka beralih ke gas," terang Rudi, salah satu mekanik di PT Altogas Indonesia.
UGM Kembangkan Prototipe Konverter Kit
Bulan April 2012 mendatang, pemerintah mulai membatasi penggunaan BBM premium bersubsidi untuk kendaraan pribadi. Sementara, kendaraan umum diarahkan menggunakan bahan bakar gas (BBG). Untuk mendorong masyarakat pengguna mobil pribadi beralih dri pengunaan bahan bakar premium ke Bahan Bakar Gas (BBG), Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta saat ini sedang mengembangkan proyek prototipe konverter gas untuk mobil. Selain mengembangkan prototipe konventer gas, UGM juga mengembangkan beberapa jenis prototipe lainnya seperti konventer hidrogen, mesin diesel, dan konventer sejenis untuk kendaraan sepeda motor.
Pengembangan prototipe tersebut, menurut Ketua Tim Penelitian Gas UGM, Jayan Sentanuhady diharapkan bisa menjembatani rencana kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM mulai April 2012 berupa pelarangan mobil pribadi menggunakan bahan bakar jenis premium. “Kami sudah memulai penelitian dan pengembangan konventer ini sejak tahun 2009,” kata Jayan Sentanuhady, Selasa, 10 Januari 2012. Ditambahkan Jayan, untuk melakukan uji material, saat ini pihaknya sudah memasang konventer yang mengubah gas ke bensin (premium) pada sebuah mobil yang dijadikan penelitian. Sebuah tabung gas bertekanan 200 bar diletakkan di jok belakang mobil dan selanjutnya disalurkan ke bagian mesin mobil. Melalui konventer tersebut yang diletakkan di jok belakang mobil. ”Cara kerjanya cukup sederhana. Prinsipnya tenaga gas bisa diubah menjadi tenaga bensin sewaktu mobil berjalan,” kata Jayan yang juga dosen Fakultas Mesin dan Industri UGM tersebut.
Selain bisa sebagai antisipasi pengalihan bahan bakar, pengunaan konventer tersebut bisa lebih ramah lingkungan karena emisi gas buangnya lebih bersih dari pada premium. “Namun memang untuk tabung gas selama ini masih terbatas memperolehnya dan baru tersedia di beberapa tempat seperti Jakarta, Palembang, Surabaya. Namun ke depan pengunaan konventer akan sangat sesuai apalagi diperkirakan 50 tahun lagi memasuki era pengunaan bahan bakar hidrogen,” kata Jayan. Selain ramah lingkungan, secara ekonomis pengunaan gas akan lebih menghemat 40-45 persen dibanding pengunaan premium. Satu liter gas menurut Jayan pengunaannya setara dengan satu liter premium dan harga gas Rp 3.100 atau lebih murah dari premium yang mencapai Rp 4.500 perliter. Saat ini menurut Jayan pihaknya terus melakukan standarisasi konverter kit dan perawatan serta melakukan uji ketahanan mesin. “Kalau sudah teruji, semoga kalangan industri segera bisa menindaklanjuti sehingga masyarakat luas bisa memanfaatkanya,” pungkasnya.
Anggaran Converter Kit Rp3 Triliun
Anggaran penyediaan alat konversi (converter kit) mencapai Rp 3 triliun. Anggaran tersebut sudah masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012.
"Ada Rp 3 triliun di APBN kita," ujar Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Jumat (13/1). Anggaran tersebut akan digunakan untuk penyediaan 250 ribu converter kit bagi kendaraan umum.
Menurut Hatta, pemerintah akan meminta PT Dirgantara Indonesia (DI) untuk memproduksi converter kit. Namun untuk memenuhi kebutuhan secara cepat, pemerintah juga akan mengimpor sebagian converter kit.
"Apalagi ke depan perlu jutaan," tuturnya.
Produksi converter kit yang dilakukan PT DI juga untuk mengembangkan produk nasional. Buatan PT DI itu telah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) dan diakui secara internasional.
Untuk impor, pemerintah sedang melihat berbagai opsi. Ada sejumlah negara seperti Italia dan Argentina sebagai beberapa negara yang terkenal memproduksi converter kit.
Hybrid yang ditawarkan Kanzen ini adalah penggunaan bahan bakar gas dan Premium dalam satu motor. Teknologi hybrid ini pastinya berbeda dengan teknologi hybrid yang digunakan pada mobil. Tabung gas yang dipakai sementara menggunakan tabung industri rumah tangga dengan kapasitas 3kg. Ditempatkan tepat di bawah jok pengendara. Tentunya kondisi ini mengorbankan penempatan tangki bensin dan bagasi barang.
Selain gas, Kanzen tetap menggunakan Premium untuk membantu proses pembakaran dalam mesin. Yaitu pada saat start awal, mesin bensin akan bekerja duluan. Lalu ketika suhu pada mesin sudah mencapai 50 derajat celcius, pengendara sudah bisa menekan switch control untuk pindah menggunakan bahan bakar gas.
Proses Kerja Bahan Bakar Gas
Proses kerja bahan bakar bensin pada motor Kanzen Hybrid ini sama seperti proses kerja motor dengan sistem karburator lainnya. Namun Kanzen juga mengembangkan teknologi yang bernama Evapurator. Yakni teknologi untuk menurunkan kadar tekanan yang dihasilkan oleh gas tadi. Karena tekanan gas LPG yang keluar dari tabung tidak serta-merta bisa langsung diolah dan dikonsumsi dalam karburator .
Nah dalam evapurator yang digunakan itu, terdapat beberapa bagian untuk menurunkan kadar tekanan gas cair tadi menjadi lebih kecil. Namun yang paling penting adalah proses pencampuran udara dengan gas cair yang akan dialirkan menuju karburator.
“Kami belum bisa memberikan keterangan lengkap untuk disiarkan melalui media tentang teknologi ini. Karena memang masih dalam proses pengembangan. Yang jelas setelah keluar dari evapurator tadi, tekanannya sudah berubah menjadi 0.5 bar dan masih melalui alat ini sebelum dialirkan ke karburator,” ungkap Chris Andri Tjahyono selaku product engineer KMI.
Switcher Manual
Tidak seperti teknologi mobil hybrid yang mampu melakukan switch sumber tenaga secara otomatis, pada motor Kanzen Hybrid ini proses switch dilakukan secara manual. Switcher-nya sendiri terdapat tepat di bawah setang kemudi sebelah kanan yang menempel pada dada belakang motor. Mungkin masih akan merepotkan pengendara untuk melakukan hal tadi, namun ini masih prototipe yang masih memungkinkan untuk berubah.
Sistem Safety
Masalah yang selalu menghantui banyak orang saat melihat tabung gas tersebut berada tepat dibawah jok sang pengendara, adalah faktor keamanan. Apalagi tabung tersebut tepat berada diatas mesin, dan ini akan sangat rentan dengan kondisi panas yang dihasilkan oleh mesin. “Justru sebaliknya, bahan bakar gas yang terdapat di sini justru tidak akan bisa dikonsumsi jika kondisinya dingin. Karena gas cair tersebut akan beku. Belum lagi saat BBG sedang digunakan, kondisi tabung justru cenderung dingin. Nah kondisi panas dari mesin inilah yang akan menjaga suhu tabung tetap stabil agar gas cair tidak menjadi beku,” jelas Chris.
“Berhubungan dengan masalah safety untuk motor prototipe ketiga, kami sudah membuatkan frame penyanggah dan pengunci khusus agar tabung tetap aman. Dan untuk membuktikan hal ini kami melakukan tes jatuh pada motor tersebut. Dan hasilnya kondisi tabung tidak mengalami hal apapun,” imbuh Nono Sumarno selaku Product Design KMI.
Selain frame dan kondisi suhu tabung, selang yang digunakan untuk mengalirkan gas tersebut juga tidak bisa menggunakan selang tabung gas industri rumah tangga. Karena tipe selang tersebut tidak bisa bertahan lama, bahkan cenderung membengkak dan getas hingga akhirnya pecah dan membuat gas habis percuma. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan selang standar otomotif dengan kode ECE 110.
Karena motor tersebut masih merupakan prototipe dari motor hybrid yang akan dikeluarkan oleh KMI, tentunya desain body tidak akan seperti yang terlihat sekarang. Karena KMI masih konsentrasi dengan pengembangan teknologi hybrid pada motor mereka.
source:
http://www.mediaindonesia.com/read/2012/01/01/291199/4/2/Anggaran_Converter_Kit_Rp3_Triliun
http://nasional.vivanews.com/news/read/278925-ugm-kembangkan-prototipe-konverter-kit
http://www.mediaindonesia.com/read/2012/01/12/290944/4/2/-Biaya-Konversi-BBG-masih-Mahal
http://bisnis.vivanews.com/news/read/278358-mengapa-perlu-beralih-ke-bahan-bakar-gas
http://forum.otomotifnet.com/otoweb/include/print.php?ar_id=2991
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=12533137
Mengapa Perlu Beralih ke Bahan Bakar Gas
Pemerintah akan menggalakkan konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas pada kendaraan roda empat. Langkah ini sebagai upaya pemerintah menekan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi agar tak meleset kuota Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012. Lembaga kajian energi ReforMiner Institute menyatakan, konversi merupakan langkah yang tepat karena bisa mnghemat subsidi bahan bakar.
Hasil kajian ReforMiner, seperti dikutip VIVAnews.com dari laman resminya, bahan bakar gas tak cuma bisa menghemat subsidi, tetapi bisa menekan harga hingga lebih murah dari Premium yang ada saat ini. Hanya saja, setiap kendaraan butuh alat pengkonversi dari BBM ke BBG (converter kits). Hitung-hitungan ReforMiner, bila dalam satu tahun konsumsi Premium bersubsidi 23,19 juta KL dengan harga keekonomian Premium Rp 6.500 per liter, maka pemerintah membutuhkan biaya Rp 150,73 triliun. Sementara, bila menggunakan bahan bakar gas pengganti Premium, pemerintah hanya membutuhkan Rp 83,48 triliun dengan asumsi harga gas Rp 3.600 per liter setara Premium (LSP). "Nilai penghematan bisa mencapai Rp 67,25 triliun per tahun," tulis laporan ReforMiner. Bahkan bila menggunakan asumsi harga BBG tanpa pajak, Rp 2.652 per LSP, pemerintah bisa menghemat lebih banyak lagi, Rp 91,32 triliun. Ini karena biaya pembuatannya hanya Rp 59,41 triliun.
Demikian juga dengan Solar, bila dikonversi, pemerintah bisa menghemat Rp 51,51 triliun (BBG tanpa pajak) dan Rp 37,94 triliun (BBG berpajak). Ini dengan menggunakan asumsi volume konsumsi Solar bersubsidi 13,08 juta KL, harga keekonomian Solar Rp 6.500 per liter, biaya pengadaan Solar Rp 85,02 triliun, dan biaya pembuatan BBG Rp 33,51 triliun (tak berpajak) dan Rp 47,08 triliun (dngan pajak). Mengapa BBG lebih murah? ReforMiner menyatakan, pngembangan BBG di Indonesia akan lebih efisien dibandingkan dengan pembuatan bahan bakar minyak yang saat ini masih banyak diimpor. Indonesia diuntungkan oleh banyaknya cadangan gas, sehingga biaya penyediaan BBG jauh lebih murah dibandingkan dengan BBM. Selain itu, yang lebih penting adalah isu energi ramah lingkungan. Dengan biaya pengembangan yang relatif murah, ReforMiner yakin, harga jual BBG lebih murah dari Premium. Pengamat energi yang juga Direktur Center for Petroleum and Energy Economics Studies, Kurtubi, mengatakan jika ingin menurunkan beban subsidi bahan bakar, pemerintah seharusnya belajar dari kebijakan sebelumnya saat menerapkan konversi energi.
Contoh Converter Kit |
Menurut Kurtubi, sebelum konversi elpiji dilakukan pada 2007, subsidi minyak tanah merupakan yang terbesar dibandingkan dengan Premium maupun Solar. Kenyataannya, melalui konversi, konsumsi minyak tanah anjlok, dan dengan sendirinya subsidi juga berkurang drastis. Pemerintah sebenarnya bisa melakukan konversi Premium dan Solar dengan BBG. Sebab, penggunaan BBG sudah teruji pada Bus Transjakarta, Bajaj, dan sejumlah taksi. "Bajaj saja bisa, masa mobil pribadi tidak bisa?" katanya, beberapa waktu lalu. Menurut Kurtubi, biaya konversi BBG tidak seberapa bila dibadingkan dengan subsidi BBM yang harus dikeluarkan pemerintah tiap tahun.
Tahap awal, pemerintah bisa mewajibkan seluruh mobil pelat merah dan angkutan umum di Jakarta dan sekitarnya untuk beralih pada BBG. Caranya, pemerintah mempercepat pembangunan tangki apung LNG (LNG receiving terminal) di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Setelah selesai, pemerintah memasang pipa dari Tanjung Priok ke pool taksi, bus, dan Bajaj. "Pembangunan pipa gas biayanya tidak jauh beda dengan pipa air," katanya. Selain membangun pipa, pemerintah juga harus memberikan alat pengkonversi BBG yang dipasang pada tiap kendaraan. "Ini mirip pemberian kompor dan tabung elpiji ke masyarakat. " Setelah kendaraan pelat merah dan pelat kuning, pemerintah tinggal mewajibkan kendaraan pelat hitam. Sambil menunggu mewajibkan kendaraan pribadi, pemerintah bisa memfasilitasi pembangunan stasiun pengisian BBG. "Setiap SPBU yang masih memiliki tanah kosong wajib membangun SPBBG," katanya. "Bila sudah berjalan, konsumsi Premium dan Solar akan jauh menurun, seperti konsumsi minyak tanah. Subsidi pun akan jauh berkurang."
Biaya Konversi BBG masih Mahal
Konversi bahan bakar minyak (BBM) menjadi berbahan bakar gas (BBG) untukmobil yang dicanangkan pemerintah dinilai kurang berjalan efektif. Biaya pemasangan alat di mobil yang dibutuhkan masih tergolong tinggi.
Untuk paket pemasangan, biaya yang diperlukan sekitar Rp 11 Juta -Rp 14 juta. Waktu pengerjaannya sendiri dibutuhkan dua sampai tiga hari.
"Jika melihat sisi keamanan, sebenarnya bisa dibilang tidak berbahaya. Karena sekarang mayoritas masyarakat ketika memasak sudah memakai bahan bakar gas/elpiji. Jadi sebenarnya tidak membahayakan," terang Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjadjono Partowidagdo, saat melakukan uji coba mobil berbahan bakar gas di PT Altogas Indonesia, Tangerang Selatan, Kamis (12/1).
Untuk pengadaan bahan baku, terang Widjadjono, nantinya secara periodik akan diproduksi di dalam negeri. Namun, untuk saat ini masih didatangkan dari Italia. Pemasangan tabung bersifat swadaya, artinya belum ada dorongan dari pemerintah untuk mewajibkan memakai BBG.
"Saat ini kita hanya memberikan sosialisasi. Semoga timbul kesadaran dari pemilik mobil sendiri untuk mengkonversi kendaraannya," ujarnya.
Jarak tempuh yang dihasilkan per tabung tergantung dari kapasitas mesin kendaraan normal. Namun, kendaraan yang bisa melakukan konversi masih sebatas kendaraan dengan sistem injeksi.
Secara fisik, tabung gas memiliki kapasitas 38 liter, tebal 9 mm dan dengan panjang 36 cm. Akselerasi yang dihasilkan dinilai sedikit lebih baik jika dibandingkan memakai BBM.
"Yang datang kebanyakan kendaraan yang tidak dapat memakai premium dan harus memakai pertamax. Karena pertamax mahal, makanya mereka beralih ke gas," terang Rudi, salah satu mekanik di PT Altogas Indonesia.
UGM Kembangkan Prototipe Konverter Kit
Ilustrasi Sistem Kerja |
Bulan April 2012 mendatang, pemerintah mulai membatasi penggunaan BBM premium bersubsidi untuk kendaraan pribadi. Sementara, kendaraan umum diarahkan menggunakan bahan bakar gas (BBG). Untuk mendorong masyarakat pengguna mobil pribadi beralih dri pengunaan bahan bakar premium ke Bahan Bakar Gas (BBG), Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta saat ini sedang mengembangkan proyek prototipe konverter gas untuk mobil. Selain mengembangkan prototipe konventer gas, UGM juga mengembangkan beberapa jenis prototipe lainnya seperti konventer hidrogen, mesin diesel, dan konventer sejenis untuk kendaraan sepeda motor.
Pengembangan prototipe tersebut, menurut Ketua Tim Penelitian Gas UGM, Jayan Sentanuhady diharapkan bisa menjembatani rencana kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM mulai April 2012 berupa pelarangan mobil pribadi menggunakan bahan bakar jenis premium. “Kami sudah memulai penelitian dan pengembangan konventer ini sejak tahun 2009,” kata Jayan Sentanuhady, Selasa, 10 Januari 2012. Ditambahkan Jayan, untuk melakukan uji material, saat ini pihaknya sudah memasang konventer yang mengubah gas ke bensin (premium) pada sebuah mobil yang dijadikan penelitian. Sebuah tabung gas bertekanan 200 bar diletakkan di jok belakang mobil dan selanjutnya disalurkan ke bagian mesin mobil. Melalui konventer tersebut yang diletakkan di jok belakang mobil. ”Cara kerjanya cukup sederhana. Prinsipnya tenaga gas bisa diubah menjadi tenaga bensin sewaktu mobil berjalan,” kata Jayan yang juga dosen Fakultas Mesin dan Industri UGM tersebut.
Selain bisa sebagai antisipasi pengalihan bahan bakar, pengunaan konventer tersebut bisa lebih ramah lingkungan karena emisi gas buangnya lebih bersih dari pada premium. “Namun memang untuk tabung gas selama ini masih terbatas memperolehnya dan baru tersedia di beberapa tempat seperti Jakarta, Palembang, Surabaya. Namun ke depan pengunaan konventer akan sangat sesuai apalagi diperkirakan 50 tahun lagi memasuki era pengunaan bahan bakar hidrogen,” kata Jayan. Selain ramah lingkungan, secara ekonomis pengunaan gas akan lebih menghemat 40-45 persen dibanding pengunaan premium. Satu liter gas menurut Jayan pengunaannya setara dengan satu liter premium dan harga gas Rp 3.100 atau lebih murah dari premium yang mencapai Rp 4.500 perliter. Saat ini menurut Jayan pihaknya terus melakukan standarisasi konverter kit dan perawatan serta melakukan uji ketahanan mesin. “Kalau sudah teruji, semoga kalangan industri segera bisa menindaklanjuti sehingga masyarakat luas bisa memanfaatkanya,” pungkasnya.
Gambar Mobil Berbahan Bakar Gas yang dikembangkan UGM |
Gambar angkot yg dipasang converter kit |
Anggaran Converter Kit Rp3 Triliun
Anggaran penyediaan alat konversi (converter kit) mencapai Rp 3 triliun. Anggaran tersebut sudah masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012.
"Ada Rp 3 triliun di APBN kita," ujar Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Jumat (13/1). Anggaran tersebut akan digunakan untuk penyediaan 250 ribu converter kit bagi kendaraan umum.
Menurut Hatta, pemerintah akan meminta PT Dirgantara Indonesia (DI) untuk memproduksi converter kit. Namun untuk memenuhi kebutuhan secara cepat, pemerintah juga akan mengimpor sebagian converter kit.
"Apalagi ke depan perlu jutaan," tuturnya.
Produksi converter kit yang dilakukan PT DI juga untuk mengembangkan produk nasional. Buatan PT DI itu telah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) dan diakui secara internasional.
Untuk impor, pemerintah sedang melihat berbagai opsi. Ada sejumlah negara seperti Italia dan Argentina sebagai beberapa negara yang terkenal memproduksi converter kit.
Hybrid yang ditawarkan Kanzen ini adalah penggunaan bahan bakar gas dan Premium dalam satu motor. Teknologi hybrid ini pastinya berbeda dengan teknologi hybrid yang digunakan pada mobil. Tabung gas yang dipakai sementara menggunakan tabung industri rumah tangga dengan kapasitas 3kg. Ditempatkan tepat di bawah jok pengendara. Tentunya kondisi ini mengorbankan penempatan tangki bensin dan bagasi barang.
Selain gas, Kanzen tetap menggunakan Premium untuk membantu proses pembakaran dalam mesin. Yaitu pada saat start awal, mesin bensin akan bekerja duluan. Lalu ketika suhu pada mesin sudah mencapai 50 derajat celcius, pengendara sudah bisa menekan switch control untuk pindah menggunakan bahan bakar gas.
Proses Kerja Bahan Bakar Gas
Proses kerja bahan bakar bensin pada motor Kanzen Hybrid ini sama seperti proses kerja motor dengan sistem karburator lainnya. Namun Kanzen juga mengembangkan teknologi yang bernama Evapurator. Yakni teknologi untuk menurunkan kadar tekanan yang dihasilkan oleh gas tadi. Karena tekanan gas LPG yang keluar dari tabung tidak serta-merta bisa langsung diolah dan dikonsumsi dalam karburator .
Nah dalam evapurator yang digunakan itu, terdapat beberapa bagian untuk menurunkan kadar tekanan gas cair tadi menjadi lebih kecil. Namun yang paling penting adalah proses pencampuran udara dengan gas cair yang akan dialirkan menuju karburator.
“Kami belum bisa memberikan keterangan lengkap untuk disiarkan melalui media tentang teknologi ini. Karena memang masih dalam proses pengembangan. Yang jelas setelah keluar dari evapurator tadi, tekanannya sudah berubah menjadi 0.5 bar dan masih melalui alat ini sebelum dialirkan ke karburator,” ungkap Chris Andri Tjahyono selaku product engineer KMI.
Switcher Manual
Tidak seperti teknologi mobil hybrid yang mampu melakukan switch sumber tenaga secara otomatis, pada motor Kanzen Hybrid ini proses switch dilakukan secara manual. Switcher-nya sendiri terdapat tepat di bawah setang kemudi sebelah kanan yang menempel pada dada belakang motor. Mungkin masih akan merepotkan pengendara untuk melakukan hal tadi, namun ini masih prototipe yang masih memungkinkan untuk berubah.
Sistem Safety
Masalah yang selalu menghantui banyak orang saat melihat tabung gas tersebut berada tepat dibawah jok sang pengendara, adalah faktor keamanan. Apalagi tabung tersebut tepat berada diatas mesin, dan ini akan sangat rentan dengan kondisi panas yang dihasilkan oleh mesin. “Justru sebaliknya, bahan bakar gas yang terdapat di sini justru tidak akan bisa dikonsumsi jika kondisinya dingin. Karena gas cair tersebut akan beku. Belum lagi saat BBG sedang digunakan, kondisi tabung justru cenderung dingin. Nah kondisi panas dari mesin inilah yang akan menjaga suhu tabung tetap stabil agar gas cair tidak menjadi beku,” jelas Chris.
“Berhubungan dengan masalah safety untuk motor prototipe ketiga, kami sudah membuatkan frame penyanggah dan pengunci khusus agar tabung tetap aman. Dan untuk membuktikan hal ini kami melakukan tes jatuh pada motor tersebut. Dan hasilnya kondisi tabung tidak mengalami hal apapun,” imbuh Nono Sumarno selaku Product Design KMI.
Selain frame dan kondisi suhu tabung, selang yang digunakan untuk mengalirkan gas tersebut juga tidak bisa menggunakan selang tabung gas industri rumah tangga. Karena tipe selang tersebut tidak bisa bertahan lama, bahkan cenderung membengkak dan getas hingga akhirnya pecah dan membuat gas habis percuma. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan selang standar otomotif dengan kode ECE 110.
Karena motor tersebut masih merupakan prototipe dari motor hybrid yang akan dikeluarkan oleh KMI, tentunya desain body tidak akan seperti yang terlihat sekarang. Karena KMI masih konsentrasi dengan pengembangan teknologi hybrid pada motor mereka.
source:
http://www.mediaindonesia.com/read/2012/01/01/291199/4/2/Anggaran_Converter_Kit_Rp3_Triliun
http://nasional.vivanews.com/news/read/278925-ugm-kembangkan-prototipe-konverter-kit
http://www.mediaindonesia.com/read/2012/01/12/290944/4/2/-Biaya-Konversi-BBG-masih-Mahal
http://bisnis.vivanews.com/news/read/278358-mengapa-perlu-beralih-ke-bahan-bakar-gas
http://forum.otomotifnet.com/otoweb/include/print.php?ar_id=2991
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=12533137
Tidak ada komentar:
Posting Komentar