Senin, 15 Oktober 2012

Teori Pembuktian


BAB I
PENDAHULUAN

Pembuktian merupakan titik sentral dalam hukum pidana islam. Adapun tujuan dari pembuktian adalah mencari dan menempatkan kebenaran materiilbukanlah kesalahan orang lain.
            Pembuktian ini dilakukan demi kepentingan hakim yang harus memutuskan perkara disertai dengan bukti yang konkret, dengan adanya pembuktian itu, maka hakim meskipun dia tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri kejadian sesungguhnya, dapat menggambarkan dalampikirannya apa yang sebeharnya terjadi, sehingga memperoleh keyakainan tentang hal tersebut.
            Dalam makalh ini akan dibahas tentang bagaimana menilai kekuatan pembuktian alat-alay nukti yang ada, dikenal sebagai teori pembuktian.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pembuktian
            Pembuktian adalah proses bagaimana alat-alat bukti dipergunakan, diajukan atau dipertahankan sesuai dengan hukum yang berlaku.
            System pembuktian adalah pengaturan tentang macam-macam alat bukti yang dipergunakan, penguraianalat-alat bukti dan bagaimana alat-alat itu dipergunakan dan dengan bagaimana hakim harus membentuk keyakinannya. [1]

B.     Macam-macam Teori
1)      Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Positif
Disebut teori pembuktian berdasarkan undang-undang secra positif. Yaknipembuktian yang didasarkan selalu kepada alat-alat pembuktian yang disebutkan dalam Al-qur’an dan hadits.
Dalam teori ini undang-undang menentukan alat buktiyang dipakai oleh hakim cara bagaiman hakimdapat mempergunakannya, asal alat-alat bukti itu telah di pakai secara yang ditentukan oleh undang-undang, maka hakim harus dan berwenang untuk menetapakan terbukti atau tidaknya suatu perkara yang diperiksanya. Walaupun barang kali hakim belum begitu yakin atas kebenaran putusannya itu.[2]
Misalnya dalam jarimah qishas alat-alay bukti yang harus dipenuhi adalah saksi, alat yang dipakai,cara melakukannya serta situasi dan kondisi.[3]
Sebaliknya bila tidakdipenuhi persyaratan tentang cara-cara mempergunakan alat-alat bukti sebagaimana dalam undang-undang maka teori tersebut batal.

2)      Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-undang Secara Negatif
Menurut teori ini hakim hanya boleh menjatuhkan pidana apabila sedikit-sedikitnya dua alat bukti yang telah ditentukan unadang-undang itu ada, ditamabah keyakinan hakim yang didapat dari adanya alat-alat bukti itu.
Teori inidisebut juga dengan negative wettelijk, istilah yang berarti: wettelijk, berdasarkan undang-undang sedangkan negative,maksudnya adalah bahwa suatu perkara terdapat cukupbukti sesuai dengan undang-undang, maka hakim belum boleh menjatuhkan hukuman sebelum memperoleh kayakinan tentang kesalahan terdakwa.[4]
     
3)      Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis
Menurut teori ini hakim dapat memutuskan seseoarng bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasr-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.
Teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas  menyebut alasan-alasan keyakinannya atau yang berdasarkan kayakinan hokum sampai batas tertentu, hal ini terpecah menjadi dua jurusan.
Pertama, yang disebut diatas, yaitu pembuktian berdasrkan keyakinan hakim atas alasan yang logis dan yang ke-dua, ialah teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negative.[5]
Persamaan antara keduanya ialah keduanya sama-sama berdasarkan atas keyakinan hakim, artinya terdakwa tidak mungkin di pidana tanpa adanya kayakinan hakim bahwa ia bersalah.

4)      Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu
Dalam teori ini didasari bahwa alatbukti berupa pengakuan terdakwa sendiripun tudak selalu membuktikan kebenaran. Pengakuan kadang-kadang tidak menjamin terdakawa benar-benar melakukan perbuatan yang didakwakan.
Bertolak pangkal pada pemikiran itulah, maka teori berdasarkan keyakinan hakim melulu didasarkan pada keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan.
Dengan system ini, pemidanaan digunakan tanpa didasarakan kepada alat bukti dalam undang-undang.[6]

BAB III
KESIMPULAN

Pembuktian adalah proses bagaimana alat-alat bukti dipergunakan, diajukan atau dipertahankan sesuai dengan hukum yang berlaku.
1.      Ada empat teori dalam hukum pidana islam
·         Teori pembuktian berdasarkan undang-undang positif Yaitu keputusan untuk mempidanakan seseorang  haruslah disertai alat-alat bukti yang terdapat pada al-qur’an dan hadits.
·         Teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negative Yaitu teori diman hakim dapat mempidanakan seseorang dengan minimal dua alat bukti atau lebih disertai dengan keyakinan tentang kesalahan terdakwa.
·         Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis Yaitu teori dimana hakim dapat mempidanakan seseorang hanya berdasarkan keyakinan yang berlandaskan peraturan-peraturan pembuktian tertentu.
·         Teori penbuktian berdasarkan keyakinan hokum melulu Yaitu teori dimana pembuktian keputusan untuk mempidanakan seseorang tidak didasarka pada alat-alat bukti dalam undang-undan tetapi berdasarkan pada keyakinan hati nurani hakim sendiri apakah terdakwa bersalah atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Islam , Jakarta:Sinar Grafika, 2008
Syarifuddin Pehanase, Hukum Acara Pidana, Indramayu: Universitas Sriwijaya, 2000
http://gagasanhukum.wordpress.com/2009/02/26/pembalikan-beban-pembuktian-korupsi-bagian-vii/
http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1135


[1]http://gagasanhukum.wordpress.com/2009/02/26/pembalikan-beban-pembuktian-korupsi-bagian-vii/

[2]Syarifuddin Pehanase, Hukum Acara Pidana, (Indramayu: Universitas Sriwijaya, 2000), hal.203
[3]http://fadliyanun.com.
[4]Syarifuddin Pehanase, Hukum Acara Pidana, hal.205

[5]Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Islam ,(Jakarta:Sinar Grafika, 2008), hal.253
[6] http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1135

Tidak ada komentar:

Posting Komentar