Kamis, 31 Januari 2008

Dimana torang mo berpihak ?


Prolog....
Ini ada kisah tempo dulu di kampung, dulu kitorang, kita deng mama papa serta tu mama pe adek paling bungsu pernah tinggal di Paniki Bawah (salah satu kampung di Kecamatan Mapanget). Nah, suatu ketika ada tu birman pe rumah tabakar, kong tu kobong kecil dibelakang rumah juga ikut-ikutan tabakar. Noh bayangkan kalu ada rumah tabakar bagitu di kampung, api pe basar...heboh kwa!.
Kong mulai itu petugas dari kantor kepala desa bawa corong kong babataria saturupa ini "Perhatian....perhatian......warga desa diminta untuk masuk kerumah masing-masing, kunci pintu dan jendela rapat-rapat, usahakan untuk tidak keluar rumah ! ".
Ini memang cara yang paling gampang dan kelihatan efektif untuk menghindari polusi. Maar torang tau bersama masalah pokoknya bukang itu. Bukang deng bakurung dikamar kong tu api mo padam toh ?. Masalahnya adalah bagimana mo kaseh mati tu api. (Memadamkan api). Bagimana mo kerja bakti baku bantu for ambe aer kumpul di ember-ember kong pi sirang itu api yang makin basar. Kebetulan di Paniki banyak kuala (kali/sungai kecil). Polusi deng kebakaran mustahil diatasi kalu torang cuma basambunyi kong bakurung di dalang rumah.

Kiapa kita kaseh itu penggalan carita itu ? Karena itu jugalah kecenderungan nyata dari yang ada pa itu agama-agama yang katanya so modern dalam menghadapi persoalan-persoalan kehidupan dan kemanusiaan. Yaitu bakurung rapat-rapat, menghindar, basambunyi kong rupa jadi wowo.
Cara paling aman menghadapi konflik, ya itu noh, bersikap netral. Kalu mo jujur, bukankah orang-orang beragama/gereja sering mengambil sikap untuk tidak bersikap (netral), biar lei yang dipersoalkan adalah masalah keadilan dan kebenaran. Banyak contoh; kasus korupsi, kasus perebutan kekuasaan yang nyanda sah, kasus penjarahan, dll. Lebe bayak yang suka iko-iko rupa Pilatus, lebe suka cuci tangan daripada ambe resiko gara-gara berani memilih. "YA" atau "TIDAK".
Pilatus menyerahkan Yesus untuk disalibkan karena dia ingin memuaskan hati orang banyak.....
Kalu torang nyanda berani dengan jelas berpihak kepada keadilan, kepada apa yang benar, sesungguhnya torang juga sementara menyerahkan keadilan dan atau kebenaran itu untuk disalibkan.....

Itu torang pe Guru Agung tokh nyanda pernah suruh pa torang cuma bakurung dikamar, jadi pengecut dengan alasan iman yang dibuat-buat...?!
Ia bahkan mengutus torang samua supaya "pergi kedalam dunia". Untuk larut seperti garam, memberi rasa, memberi arti di tengah-tengah dunia. Dan menjadi terang dunia for beking terang apa yang masih gelap.

Sebenarnya Pilatus itu orang biasa-biasa jo rupa torang. Dia punya kelebihan maar ada lei kekurangan. Dia pe kekurangan yang dapa lia skali sama persis deng tu oportunis-oportunis, deng petualang-petualang politik jaman sekarang. Apa itu ...?
Merasa aman di pihak yang banyak. Takut berada dalam posisi minoritas. Kurang berani menghadapi tekanan mayoritas. "Pilatus memuaskan hati banyak orang".
Ada pertanyaan bagini : Salah soh memperhatikan keinginan banyak orang ? Jawabnya, tentu saja tidak!
Perbedaan yang paling dasar antara "tirani" dan "demokrasi" terletak disitu. Tirani memaksakan kehendak satu orang (rupa Soeharto pe model dang), dan menyepelekan aspirasi banyak orang. Maar demokrasi menghormati kepentingan banyak orang.
Namun, persoalan kita yang paling utama bukang itu soal banyak atau sedikit. Dalam kasus Pilatus, semboyan Vox Populi, Vox Dei ( suara rakyat, suara Tuhan) terbukti salah. Dapalia skali gampang betul semangat rakyat dibengkokkan menjadi amuk massa, masih inga tu kejadian di ketapang, Kupang, Ujung Pandang, bahkan di Jakarta, di Manado lei mungkin ada....?

Dia pe akar masalah kwa bukang "banyak" dan "sedikit" melainkan "benar" atau "salah". Mari jo torang berpihak pada apa yang benar bukan pada yang banyak. Sebab yang banyak itu belum tentu benar. Dapalia juga memang sakit untuk berada pada posisi "sedikit". Lia jo tu perjuangan memberantas korupsi - dengan pedih kita bisa katakan - baru oleh segelintir orang. Contoh sederhana apa yang dialami teman saya di kampung halamannya di Airmadidi sana dalam perjuangannya menentang ketidak-adilan. Menentang korupsi. Malah diamuki massa.
Betapa perjuanagn demi keadilan dan kebenaran hampir selalu diawali sebagai perjuangan sekelompok kecil orang. Itu tantu nyanda enak, rentan terhadap teror, tekanan dan ancaman dari yang besar dan yang banyak akan selalu menghiasi.

Epilog....
Kembali ke kasus, kebakaran di Paniki waktu itu. Kita deng ta pe om ambe resiko untuk nyanda bakurung dalam rumah. Torang dua deng beberapa birman, lari pi ambe aer di kuala terdekat deng di parigi (sumur) yang ada disekitar situ, lalu sama-sama bantu pi sirang tu api supaya nyanda menjalar ke rumah-rumah lainnya.

**) Lihat itu gambar disudut kiri atas, mana posisi atas dari lingkaran itu ? Sama sulitnya dengan menentukan posisi kita masing-masing ? **)

Dimana anda ketika bangsa ini sedang bergumul.......?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar