Rabu, 06 Februari 2008

Kesetiaan, Idealisme dan Heidy........


Lama berselang saya meninggalkan kampung halaman saya....., meninggalkan sanak saudara saya....., meninggalkan teman-teman saya dan juga meninggalkan kekasih saya. Saya memang pergi tapi untuk kembali. Ada satu yang saya katakan kepada Heidy. "Kesetiaan itu butuh ujian". Sebagaimana layaknya kita mesti setia terhadap Iman percaya kita, setia terhadap sumpah jabatan, setia terhadap keadilan dan kebenaran.

Saya sadar sepenuh-penuhnya, bahwa terkadang begitu banyak perpecahan yang terjadi, begitu banyak kejatuhan yang terjadi baik di dalam lingkup gereja, masyarakat maupun interpersonal adalah karena kita kurang setia. Kita tidak cukup setia dengan janji kita. Saya pernah gagal, sebagaimana banyak orang lain yang gagal mempertahankan janjinya. Tapi saya selalu berusaha untuk tetap setia dengan keyakinan saya, iman saya dan cinta saya. He..he..he...makanya saya selalu bilang begini ke Heidy (walau sesungguhnya dia tidak pernah mempertanyakan hal itu).... "Ngana nyanda usah ragukan atik pe kesetiaan, kwa!" (kamu tidak perlu meragukan kesetiaan saya). Biarlah waktu yang mengatakan.....

Hari itu, 31 Januari jam 7 pagi, dia marah-marah . Kebetulan dia lagi dinas luar kota, dia ada tugas mengaudit salah satu bank di Kotamobagu. Alasannya untuk marah-marah tidak cukup masuk akal bagi saya, tapi itulah.....Soekarno bilang itu sebagai "bunga-bunga kehidupan". 'Baku marah-baku sayang' itu adalah penambah semangat hidup. Fenomena yang tidak dapat kita sangkal. Malah bagi saya itu yang bikin gairah kehidupan semakin hidup dan membumi, membuat semakin rindu. Tidak datar-datar saja dan tidak membosankan. Justru ada gairah adu argumentasi disana, ada uji mental dan test kamapuan berdebat. He..he..he....kadang kalau sudah tersudut kunci saja dengan kalimat "............"; Nanti Heidy yang isi dan lengkapi sendiri titik-titik itu, sebab cuma dia sendiri yang tau.

Betapa penting mengutuhkan kembali sisi-sisi kehidupan kita yang telah tercabik-cabik. Antara ego dan superego. Antara nilai yang satu dan nilai yang lain. Antara yang individual dan yang sosial. Antara yang ideal dan yang real. Antara teori dan praktek.
Seorang Karl Marx menyerang agama-agama didunia ini oleh karena menurutnya idealisme agama-agama itu menjulang ke langit. Tinggal menetap diatas awan-awan. Tetapi tidak pernah menukik kebawah untuk mengubah realitas yang sebenarnya. Begitu juga peringatan Fransiskus dari Assisi, supaya perbuatan kita menyatu dengan perkatan kita. " Kecuali kita menyatakan kehendak Tuhan di mana saja kita berada, tak ada gunanya kita pergi ke mana-mana untuk mengatakannya. "
Dalam setiap sisi kehidupan manapun, kalau kita bisa pegang kata-kata kita, kalau saja kita bisa selalu melakukan apa yang kita katakan. Berusaha untuk menjaga idealisme kita dengan tindakan nyata. Menjadi idealis yang realistis. Maka kecerahan dan sukses akan selalu menunggu di depan kita. We can see the light at the end of the tunnels.

Akhirnya, malam ini ijinkanlah saya mengucapkan "selamat tidur Heidy, selamat tidur sayang". Biarlah mentari esok menyambutmu dengan segala kecerahan dan keceriaannya. Mimpikan dan impikan malam ini dalam tidurmu supaya ada harapan cerah dan gemilang bagi negeri kita bernama Indonesia ini, sebagaimana pula hubungan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar