Jumat, 25 November 2011

Kisah Sunyi Sang Dewa Pencabut Nyawa, Yamadipati

Kisah Sunyi Sang Dewa Pencabut Nyawa, Yamadipati - Banyaknya keyakinan di dunia ini membuat uniknya perbedaan yang terjadi termasuk cerita mistis yang meliputinya. Setiap kepercayaan pasti memiliki cerita mistis tersendiri. Cerita mistis dalam hal kepercayaan selalu menyangkut antara Allah atau Dewa ataupun Malaikat. Yamadipati, salah satu Dewa pencabut nyawa yang masih diyakini oleh beberapa orang.

Photobucket

Yamadipati adalah anak Sang Hyang Ismaya atau Semar dan Dewi Kanastri atau Kanestren. Ia mempunyai saudara kandung yaitu: Sang Hyang Bongkokan, Sang Hyang Patuk, Sang Hyang Temboro, Sang Hyang Surya, Sang Hyang Wrehaspati, Sang Hyang Candra, Sang Hyang Kamajaya, Sang Hyang Kwera, Dewi Darmanastiti, Dewi Superti. Isteri Sang Hyang Yamadipati adalah Dewi Mumpuni, seorang bidadari yang cantik jelita, pemberian Batara Guru.

Orang memanggilku dengan beberapa nama yaitu: Sang Hyang Yamadipati, Sang Hyang Yama, Sang Hyang Petraraja yang berarti rajanya neraka dan juga disebut Sang Hyang Yamakingkarapati yang artinya panglimanya makhluk-makhluk Kingkara atau makhluk penjaga neraka.

Nama-nama itu berkaitan dengan tugas yang diembannya yaitu sebagai penunggu neraka. Selain sebagai penunggu neraka, Sang Hyang Yamadipati bertugas mencabut nyawa manusia yang sudah sampai pada batas waktunya.

Digambarkan bahwa pada saat ia melakukan tugasnya, Yamadipati membawa dhadhung, sejenis tali tampar berukuran besar untuk mengambil nyawa orang. Yamadipati berujud raksasa besar, berjubah dan menakutkan. Bukan hanya ujudnya, tugas yang embannya pun membuat orang takut jika kedatangan Yamadipati. Bahkan orang yang bermimpi bertemu dengan Yamadipati dipercaya akan mendapat celaka. Di mana Yamadipati datang di situ akan terjadi kematian.

Oleh karena dua tugas yang disandangnya yaitu Dewa pencabut nyawa dan Dewa penunggu neraka, Yamadipati tidak pernah tinggal di kahyangan yang telah disediakan yaitu Kahyangan Hargadumilah. Dulu ketika masih ada Dewi Mumpuni isterinya, Yamadipati selalu meluangkan waktu untuk pulang. Tetapi saat ini setelah Dewi Mumpuni meninggalkannya, Yamadipati jarang sekali pulang di Hargadumilah.

Menurut pengakuan isterinya yang disampaikan, bahwasanya Dewi Mumpuni mau menjadi isteri Yamadipati karena rasa takut kepada Batara Guru yang telah memberikan dirinya kepada Yamadipati. Namun sesungguhnya Dewi Mumpuni tidak mempunyai rasa cinta kepada Yamadipati yang berwajah menakutkan. Dewi Mumpuni mencintai Bambang Nagatamala putra Sang Hyang Antaboga, Dewa Penguasa bumi.

Walaupun berwajah menakutkan dan bertugas pada dunia kematian yang lebih menakutkan, Yamadipati memiliki kebesaran jiwa. Demi kebahagiaan isterinya ia merelakan Dewi Mumpuni diperisteri oleh Bambang Nagatatmala.

Sejak peristiwa itu hatinya hancur, jiwanya berkeping-keping, Yamadipati jarang sekali pulang di kahyangan Hargodumilah yang telah kosong, Ia suntuk menjalani tugasnya.

Pada suatu hari ketika ia menjalankan tugasnya mencabut nyawa seseorang yang bernama Setyawan, ia sungguh terpana dengan isteri Setyawan yang bernama Sawitri. Rasa terpana Yamadipati tidak hanya karena kecantikan Sawitri, tetapi terlebih karena kesetiaannya kepada Suaminya. Tidak seperti Dewi Mumpuni yang tidak cinta dan tidak setia, gumannya.

Photobucket

Yamadipati meneteskan air mata, ia dahaga akan kasih seorang wanita yang cantik penuh cinta panjang sabar dan setia seperti Sawitri. Oleh karenanya Yamadipati tidak sampai hati menolak permohonan Sawitri agar Setyawan dihidupkan. Hyang Yamadipati mengembalikan nyawa Setyawan agar Sawitri hidup bahagia bersamanya. Dan benarlah Sawitri hidup bahagia bersama Setyawan melahirkan anak-anaknya.

Dalam hidupnya Yamadipati tidak pernah mendapatkan kebahagiaan, tetapi ia cukup terhibur dapat memberikan kebahagiaan tidak saja kepada Sawitri yang setia kepada suaminya, tetapi juga memberi kebahagiaan kepada Dewi Mumpuni isterinya yang telah mengkhianatinya

sumber: http://www.dunia-unik.com/2011/11/kisah-sunyi-sang-dewa-pencabut.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar