Mungkin hampir tidak ada masalah lain yang lebih banyak dibicarakan Yesus darpada tentang uang. Meski demikian, dua ribu tahun kemudian para pengikut Yesus masih sukar menyetujui dengan mantap apa yang Ia katakan. Salah satu alasannya adalah bahwa Ia jarang memberikan nasihat "praktis". Ia menghindari komentar tentang sistem ekonomi tertentu, dan seperti dalam Lukas 12, Yesus melihat uang terutama sebagai kekuatan rohani.
Seorang pendeta merangkum isu uang menjadi tiga pertanyaan : 1. Bagaimana cara anda mendapatkannya ? (Apakah ia melibatkan ketidak-adilan, kecurangan, penindasan orang miskin ?). 2. Apa yang anda lakukan dengan uang itu ? (Apakah anda menimbunnya dengan kikir ? Mengeksploitasi orang lain ? Menghamburkannya dengan kemewahan tanpa guna ?. 3. Apa yang dilakukan uang itu pada anda ? (Akibat-akibat).
Walalupun Yesus berbicara tentang ketiga issu itu, Ia berkonsentrasi pada masalah terakhir. Menurut penjelasanNya, uang beroperasi mirip dengan berhala. Uang bisa mendominasi dan mengikat kehidupan seseorang, mengalihkan perhatiannya dari Allah, Sang Pencipta. Yesus dengan keras memperingatkan agar tidak meletakkan kepercayaan pada uang untuk menjamin masa depan. Seperti yang terlihat dalam kisah-Nya tentang orang kaya, uang pada akhirnya akan gagal memecahkan masalah-masalah terbesar kehidupan manusia.
Ia juga menggunakan contoh Raja Salomo, orang terkaya di Perjanjian Lama. Bagi sebagian besar orang Yahudi nasionalis, Salomo adalah pahlawan, tetapi Yesus memandangnya dengan cara berbeda: kekayaan Salomo sudah lama lenyap, dan bahkan kejayaannya tidak lebih mengesankan dari bunga rumput biasa. Lebih baik percaya pada Tuhan untuk melimpahkan pemeliharaan pada seluruh bumi, daripada menghabiskan hidup mencemaskan tentang uang dan harta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar