Kamis, 30 Agustus 2012

Puasa Sunah Yang perlu diketahui



Puasa memang dianjurkan dalam islam ada puasa wajib seperti puasa ramadhan dan juga ada puasa sunnah, apabila mengerjakan maka akan mendapatkan nilai plus (pahala) di Sisi Allah. Diantara puasa sunnah yang wajib kita ketahui antara lain: 

Puasa dibulan sya’ban 
Diantara bulan yang dianjurkan memperbanyak puasa adalah dibulan sya’ban. Berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau berkata:
 اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إلا رَمَضَانَ وما رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا منه في شَعْبَانَeفما رأيت رَسُولَ اللَّهِ 
aku tidak pernah melihat Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali ramadhan,dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak dari bulan sya’ban,” (HR.Bukhari:1868)
Kecuali pada hari-hari terakhir,sehari atau dua hari sebelum ramadhan ,tidak diperbolehkan berpuasa pada hari itu,terkecuali seseorang yang menjadi hari kebiasaannya berpuasa maka dibolehkan,seperti seseorang yang terbiasa berpuasa senin kamis,lalu sehari atau dua hari tersebut bertepatan dengan hari senin atau kamis. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam bahwa beliau bersabda:
لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ ولا يَوْمَيْنِ إلا رَجُلٌ كان يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
Janganlah kalian mendahului ramadhan dengan berpuasa sehari dan dua hari,kecuali seseorang yang biasa berpuasa pada hari itu maka boleh baginya berpuasa. (HR.Muslim:1082)
Puasa Arafah
Berdasarkan hadits Abu Qatadah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam ditanya tentang puasa pada hari arafah,Beliau menjawab:
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR.Muslim:1162)
Kecuali bagi mereka yang sedang wukuf di Arafah dalam rangka menunaikan ibadah haji,maka tidak dianjurkan berpuasa pada hari itu. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam berbuka di Arafah,Ummul Fadhl mengirimkan segelas susu kepada beliau,lalu beliau meminumnya.” (HR.Tirmidzi: 750,dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi)
Juga diriwayatkan dari hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhu bahwa beliau ditanya tentang hukum berpuasa pada hari Arafah di Arafah?,beliau menjawab”
حَجَجْتُ مع النبي فلم يَصُمْهُ وَمَعَ أبي بَكْرٍ فلم يَصُمْهُ وَمَعَ عُمَرَ فلم يَصُمْهُ وَمَعَ عُثْمَانَ فلم يَصُمْهُ وأنا لَا أَصُومُهُ ولا آمُرُ بِهِ ولا أَنْهَى عنه
aku menunaikan ibadah haji bersama Nabi shallahu ‘alaihi wasalam dan beliau tidak berpuasa pada hari itu,aku bersama Abu Bakar radhiallahu’anhu beliau pun tidak berpuasa padanya,aku bersama Umar dan beliau pun tidak berpuasa padanya,aku bersama Utsman dan beliau pun tidak berpuasa padanya. Dan akupun tidak berpuasa padanya,dan aku tidak memerintahkannya dan tidak pula melarangnya.” (HR.Tirmidzi:751.Dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi)
Puasa dibulan muharram, pada hari ‘Asyura (10 muharram)
Bulan muharram adalah bulan yang dianjurkan untuk memperbanyak berpuasa padanya. Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
puasa yang paling afdhal setelah ramadhan adalah bulan Allah: muharram,dan shalat yang paling afdhal setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR.Muslim:1163)
Dan diantara hari-hari dibulan tersebut,lebih dianjurkan lagi berpuasa pada hari Asyura,yaitu tanggal 10 muharram. Banyak hadits-hadits yang menunjukkan sangat dianjurkannya berpuasa pada hari ‘Asyura. Diantaranya adalah hadits Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau berkata:
 أَمَرَ بِصِيَامِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فلما فُرِضَ رَمَضَانُ كان من شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَeكان رسول اللَّهِ
Adalah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam memerintahkan (perintah yang mewajibkan) puasa pada hari ‘Asyura. Maka tatkala telah diwajibkannya ramadhan,maka siapa yang ingin berpuasa maka silahkan dan siapa yang ingin berbuka juga boleh.” (HR.Bukhari:1897,Muslim: 1125)
Dalam riwayat Muslim dari hadits Abu Qatadah bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam ditanya tentang puasa pada hari ‘Asyura,maka beliau menjawab:
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
menghapus dosa setahun yang telah lalu.” (HR.Muslim:1162)
Dan juga dianjurkan berpuasa pada tanggal sembilan muharram,berdasarkan hadits Ibnu abbas radhiallahu’anhu bahwa beliau berkata: tatkala Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya. Mereka (para shahabat) berkata:wahai Rasulullah,itu adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashara. Maka bersabda Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam : jika tiba tahun yang berikutnya,insya Allah kita pun berpuasa pada hari kesembilan. Namun belum tiba tahun berikutnya hingga Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam wafat.” (HR.Muslim:1134)
Puasa tiga hari dalam sebulan
Berdasarkan hadits Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam berkata kepadanya:
وَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ تَصُومَ كُلَّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فإن لك بِكُلِّ حَسَنَةٍ عَشْرَ أَمْثَالِهَا فإن ذلك صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ
dan sesungguhnya cukup bagimu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan,karena sesungguhnya bagimu pada setiap kebaikan mendapat sepuluh kali semisalnya,maka itu sama dengan berpuasa setahun penuh.” (HR.Bukhari:1874,Muslim:1159)
Juga diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau ditanya oleh Mu’adzah Al-Adawiyyah: apakah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam senantiasa berpuasa tiga hari dalam setiap bulan? Maka beliau menjawab: iya.Lalu ditanya lagi: pada hari yang mana dari bulan tersebut? Beliau menjawab:
لم يَكُنْ يُبَالِي من أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ يَصُومُ
beliau tidak peduli dihari yang mana dari bulan tersebut ia berpuasa.” (HR.Muslim:1160)
Juga dari hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa beliau berkata:
أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلَاثٍ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ من كل شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قبل أَنْ أَنَامَ
Teman setiaku Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam memberi wasiat kepadaku untuk berpuasa tiga hari dalam setiap bulan,mengerjakan shalat dua raka’at dhuha,dan agar aku mengerjakan shalat witir sebelum aku tidur.” (HR.Bukhari:1180)
Hadits ini menjelaskan bahwa diperbolehkan pada hari yang mana saja dari bulan tersebut ia berpuasa,maka ia telah mengamalkan sunnah.Namun jika ia ingin mengamalkan yang lebih utama lagi,maka dianjurkan untuk berpuasa pada pertengahan bulan hijriyyah, yaitu tanggal 13,14 dan 15. Hal ini berdasarkan hadits yang datang dari Abu Dzar radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
يا أَبَا ذَرٍّ إذا صُمْتَ من الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
wahai Abu Dzar,jika engkau hendak berpuasa tiga hari dalam sebulan,maka berpuasalah pada hari ketiga belas,empat belas dan lima belas.” (HR.Tirmidzi:761,An-Nasaai:2424,ahmad:5/162,Ibnu Khuzaimah: 2128,Al-Baihaqi: 4/292.Dihasankan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa’:4/101-102)
Puasa tiga hari dipertengahan bulan ini disebut dengan hari-hari putih. Dalam riwayat lain dari hadits Abu Dzar radhiallahu’anhu,beliau berkata:
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ e أَنْ نَصُومَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاثَةَ أَيَّامِ الْبِيضِ ثَلاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam memerintah kami untuk berpuasa tiga hari-hari putih dalam setiap bulan:13,14 dan 15.” (HR.Ibnu Hibban:3656)
disebut sebagai “hari-hari putih” disebabkan karena malam-malam yang terdapat pada tanggal tersebut bulan bersinar putih dan terang benderang. (lihat:fathul Bari:4/226)
Yang lebih menunjukkan keutamaan yang besar dalam berpuasa pada hari-hari putih tersebut, dimana Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam tidak pernah meninggalkan amalan ini. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhu bahwa beliau berkata:
كان رسول اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم لا يَدَعُ صَوْمَ أَيَّامِ الْبِيضِ في سَفَرٍ وَلا حَضَرٍ
adalah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam tidak pernah meninggalkan puasa pada hari-hari putih,baik diwaktu safar maupun disaat mukim.” (HR.At-thabarani: ,dishahihkan Al-Albani dalam shahihul jami’:4848).
Puasa Dawud Alaihissalam
Berdasarkan hadits yang datang dari Abdullah bin Amr bin ‘Al-Ash radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam bersabda
أَحَبُّ الصِّيَامِ إلى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ كان يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا وَأَحَبُّ الصَّلَاةِ إلى اللَّهِ صَلَاةُ دَاوُدَ كان يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ
puasa yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah puasa Dawud,beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari.Dan shalat yang paling dicintai Allah adalah shalatnya Dawud,beliau tidur dipertengahan malam,lalu bangun (shalat) pada sepertiga malam,dan tidur pada seperenamnya.” (HR.Bukhari :3238,dan Muslim:1159)
Dalam riwayat lain beliau shallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
لَا صَوْمَ فَوْقَ صَوْمِ دَاوُدَ عليه السَّلَام شَطْرَ الدَّهَرِ صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا
tidak ada puasa (yang lebih utama) diatas puasa Dawud Alaihisssalam,setengah tahun,berpuasalah sehari dan berbukalah sehari.” (HR.Bukhari: 1879,Muslim:1159)

Puasa senin dan kamis
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari senin? Maka beliau menjawab:
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فيه وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أو أُنْزِلَ عَلَيَّ فيه
itu adalah hari yang aku dilahirkan padanya,dan aku diutus,atau diturunkan kepadaku (wahyu).” (HR.Muslim:1162)
Juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan yang lainnya dari Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau ditanya tentang puasanya Rasulullah shallahu ‘alaihi wasalam, maka beliau menjawab:
وَكَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ
adalah beliau senantiasa menjaga puasa pada hari senin dan kamis” (HR.Tirmidzi (745),Ibnu Majah:1739,An-Nassai (2187),Ibnu Hibban (3643).dan dishahihkan Al-Albani dalam shahih Ibnu Majah)
Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Nabi shallahu ‘alaihi wasalam berpuasa pada hari senin dan kamis. Lalu ada yang bertanya: sesungguhnya engkau senantiasa berpuasa pada hari senin dan kamis? Beliau menjawab:
تُفَتَّحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يوم الإثنين وَالْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ فِيهِمَا لِمَنْ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شيئا إلا الْمُهْتَجِرَيْنِ يُقَالُ رُدُّوا هَذَيْنِ حتى يَصْطَلِحَا
dibuka pintu-pintu surga pada hari senin dan kamis,lalu diampuni (dosa) setiap orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun,kecuali dua orang yang saling bertikai,dikatakan: biarkan mereka berdua sampai keduanya berbaikan.” (HR.Tirmidzi (2023),Ibnu Majah (1740),dan dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Puasa 6 hari dibulan syawwal
Berdasarkan hadits Abu Ayyub Al-Anshari bahwa Raulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
barangsiapa yang berpuasa ramadhan, lalu menyambungnya dengan enam hari dibulan syawwal,maka dia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR.Muslim: 1164 )
Hadits ini merupakan nash yang jelas menunjukkan disunnahkannya berpuasa enam hari dibulan syawwal. Adapun sebab mengapa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam menyamakannya dengan puasa setahun lamanya, telah disebutkan oleh Imam Nawawi rahimahullah bahwa beliau berkata:
berkata para ulama: sesungguhnya amalan tersebut sama kedudukannya dengan puasa sepanjang tahun,sebab satu kebaikannya nilainya sama dengan sepuluh kali lipat, maka bulan ramadhan sama seperti 10 bulan,dan enam hari sama seperti dua bulan.” (Syarah Nawawi:8/56)
Hal ini dikuatkan dengan hadits Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
صيام شهر رمضان بعشرة أشهر وصيام ستة أيام بشهرين فذلك صيام سنة
berpuasa ramadhan seimbang dengan sepuluh bulan,dan berpuasa enam hari seimbang dengan dua bulan,maka yang demikian itu sama dengan berpuasa setahun.” (HR.Nasaai dalam Al-kubra (2860),Al-Baihaqi (4/293),dishahihkan Al-Albani dalam Al-Irwa’ (4/107).
Demikian beberapa puasa yang disunnahkan dalam islam. Semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT.. Amin

Rukun Nikah


Dalam pernikahan persyaratan harus ada 4 (empat) hal pokok yang menjadi rukun atas syahnya sebuah pernikahan. Bila salah satu dari semua itu tidak terpenuhi, batallah status pernikahan itu. Yaitu [1] Wali, [2] Saksi, [3] Ijab Kabul (akad) [4] Mahar.
Wali
Keberadaan wali mutlak harus ada dalam sebuah pernikahan. Sebab akad nikah itu terjadi antara wali dgn pengantin laki-laki. Bukan dgn pengantin perempuan.
Sering kali orang salah duga dalam masalah ini. Sebab demikianlah Islam mengajarkan tentang kemutlakan wali dalam sebuah akad yang intinya adalah  menghalalkan kemaluan wanita. Tidak mungkin seorang wanita menghalalkan kemaluannya sendiri dengan menikah tanpa adanya wali.
Menikah tanpa izin dari wali adalah perbuatan mungkar & pelakunya bisa dianggap berzina. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW:
عَنْ rعَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ  أَيُّمَا اِمْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا اَلْمَهْرُ بِمَا اِسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لا وَلِيَّ لَهُ
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Siapapun wanita yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya itu batil. Jika (si laki-laki itu) menggaulinya maka harus membayar mahar buat kehormatan yg telah dihalalkannya. Dan bila mereka bertengkar, maka Sulthan adalah wali bagi mereka yg tidak punya wali. (Hadis Riwayat: Ahmad, Abu Daud, Tirmizi & Ibnu Majah.)
 لا نِكَاحَ إِلا بِوَلِيٍّrعَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ
Dari Abi Buraidah bin Abi Musa dari Ayahnya berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,”Tidak ada nikah kecuali dgn wali”. (HR Ahmad & Empat)
Dari Al-Hasan dari Imran marfu’an,”Tidak ada nikah kecuali dengan wali & 2 saksi”.(HR Ahmad).
  1. Siapakah yang bisa menjadi wali? Wali tidak lain adalah ayah kandung seorang wanita yang secara nasab memang syah sebagai ayah kandung. Sebab bisa jadi secara biologis seorang laki-laki menjadi ayah dari seorang anak wanita, namun karena anak itu lahir bukan dari perkawinan yang syah, maka secara hukum tidak syah juga kewaliannya.
  2. Syarat Seorang Wali
    1. Beragama Islam Islam, seorang ayah yang bukan beragama islam tidak menikahkan atau menjadi wali bagi pernikahan anak gadisnya yang muslimah. Begitu juga orang yang tidak percaya kepada adanya Allah Subhanahu wa ta’ala (atheis). Dalil haramnya seorang kafir menikahkan anaknya yang muslimah adalah ayat Quran berikut ini : وَلَن يَجْعَلَ اللّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.(Al Qur’an Surat: An-Nisa : 141)
    2. Berakal Berakal, maka seorang yang kurang waras atau idiot atau gila tidak syah bila menjadi wali bagi anak gadisnya.
    3. Baligh Maka seorang anak kecil yang belum pernah bermimpi atau belum baligh, tidak syah bila menjadi wali bagi saudara wanitanya atau anggota keluarga lainnya.
    4. Merdeka Dengan demikian maka seorang budak tidak syah bila menikahkan anaknya atau anggota familinya, meski pun beragama Islam, berakal, baligh.
  3. Urutan Wali Dalam mazhab syafi’i, urutan wali adalah sebagai berikut :
    1. Ayah kandung
    2. Kakek, atau ayah dari ayah
    3. Saudara (kakak / adik laki-laki) se-ayah & se-ibu
    4. Saudara (kakak / adik laki-laki) se-ayah saja
    5. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah & se-ibu
    6. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
    7. Saudara laki-laki ayah
    8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu) Daftar urutan wali di atas tidak boleh dilangkahi atau diacak-acak. Sehingga bila ayah kandung masih hidup, maka tidak boleh hak kewaliannya itu diambil alih oleh wali pada nomor urut berikutnya. Kecuali bila pihak yang bersangkutan memberi izin & haknya itu kepada mereka. Penting untuk diketahui bahwa seorang wali berhak mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain, meski tidak termasuk dalam daftar para wali. Hal itu biasa sering dilakukan di tengah masyarakat dengan meminta kepada tokoh ulama setempat untuk menjadi wakil dari wali yang syah. Dan untuk itu harus ada akad antara wali & orang yg mewakilkan.Dalam kondisi dimana seorang ayah kandung tidak bisa hadir dalam sebuah akad nikah, maka dia bisa saja mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain yang dipercayainya, meski bukan termasuk urutan dalam daftar orang yang berhak menjadi wali. Sehingga bila akad nikah akan dilangsungkan di luar negeri & semua pihak sudah ada kecuali wali, karena dia tinggal di Indonesia & kondisinya tidak memungkinkannya untuk ke luar negeri, maka dia boleh mewakilkan hak perwaliannya kepada orang yang sama-sama tinggal di luar negeri itu untuk menikahkan anak gadisnya.
Namun hak perwalian itu tidak boleh dirampas atau diambil begitu saja tanpa izin dari wali yang sesungguhnya. Bila hal itu dilakukan, maka pernikahan itu tidak syah & harus dipisahkan saat itu juga.
  1. Wali ‘Adhal Seorang ayah kandung yang tidak mau menikahkan anak gadisnya disebut dengan waliyul adhal, yaitu wali yang menolak menikahkan. Dalam kondisi yang memaksa & tidak ada alternatif lainnya, seorang hakim mungkin saja menjadi wali bagi seorang wanita. Misalnya bila ayah kandung wanita itu menolak menikahkan puterinya sehingga menimbulkan mudarat. Istilah yang sering dikenal adalah wali ? adhal. Namun tidak mudah bagi seorang hakim ketika memutuskan untuk membolehkan wanita menikah tanpa wali aslinya atau ayahnya, tetapi dengan wali hakim. Tentu harus dilakukan pengecekan ulang, pemeriksaan kepada banyak pihak termasuk juga kepada keluarganya & terutama kepada ayah kandungnya. Dan untuk itu diperlukan proses yang tidak sebentar, karena harus melibatkan banyak orang. Juga harus didengar dengan seksama alasan yang melatar-belakangi orang tuanya tidak mau menikahkannya.
Saksi
Perkawinan adalah bentuk perjanjian, dan saksi mempunyai arti penting yaitu sebagai alat bukti apabila ada pihak ketiga yang meragukan perkawinan tersebut. Juga mencegah pengingkaran oleh salah satu pihak. Syarat sebagai saksi nikah adalah laki-laki, muslim, adil, balig, tidak terganggu ingatan dan tidak tuna rungu. Saksi nikah minimal harus dua (Laki-laki), tiga orang (perempuan) dan hadir serta menyaksikan secara langsung
Ijab Qabul
Bahwa syarat-syarat sah ijab qabul akad nikah sebanyak ada enam perkara:
    1. Hendaklah pengantin lelaki yang menerima (qabul), bukan anak kecil, karena syarat pengantin lelaki harus baligh.
    2. Hendaklah pengantin lelaki jangan kelamaan dalam menjawab ucapan wali yang menikahkan pengantin wanita (istrinya).
    3. Hendaklah muafakat pengucapanya wali pada pengantin lelaki
    4. Hendaklah muafakat dalam penyebutan wali pada jumlah maskawin.
    5. Hendaklah jangan dijanji talak nanti setelah disetubuhi.
    6. Hendaklah antara keduanya faham akan bahasa yang diucapkan
Mahar
Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon istrinya untuk dimiliki sebagai penghalal hubungan mereka. Mahar ini menjadi hak istri sepenuhnya, sehingga bentuk dan nilai mahar ini pun sangat ditentukan oleh kehendak istri. Bisa saja mahar itu berbentuk uang, benda atau pun jasa, tergantung permintaan pihak istri. Mahar dan Nilai Nominal Mahar tersebut
Semoga bermanfaat